Paradigma
Kebidanan
Paradigma
atau cara pandang seseorang terhadap objek berpengaruh dalam pengambilan
keputusan dan pelaksanaan suatu tindakan, begitu juga dalam kebidanan,
paradigma seorang bidan. Paradigma kebidanan sangat penting untuk diketahui
agar para bidan mempunyai pandangan yang sama terhadap individu dan lingkungan
yang akan dihadapinya.
Paradigma
dalam bahasa Inggris disebut “Paradigm” dan dalam bahasa Perancis disebut “Paradigme”,
istilah tersebut berasal dari bahasa Latin, yakni “Para” dan “Deigma”. Secara etimologis,
“Para” berarti (disamping, disebelah) dan “Deigma” berarti (memperlihatkan,
yang berarti, model, contoh, arketipe, ideal). Sedangkan deigma dalam bentuk
kata kerja diyakini berarti menunjukkan atau mempertunjukkan sesuatu. Berdasarkan
uraian tersebut, secara epistemologis paradigma juga bisa berarti, sesuatu yang
menampakkan pola, model atau contoh (Lorens Bagus, 2005). Selanjutnya, secara
sinonim, arti paardigma bisa disejajarkan dengan guiding principle, basic point
of view atau dasr perspektif ilmu atau gugusan pikir, terkadang juga ada pula
yang menyejajarkannya dengan konteks (Zumri, 2003).
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), paradigma adalah suatu kerangka pikir,
model yang diterapkan dalam ilmu pengetahuan.pengertian lain dari paradigma
juga terdapat dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang mengartikan paradigma
sebagai seperangkat unsur bahasa yang sebagian bersifat konstan (tetap) dan
sebagian berubah-ubah.
Lorens
Bagus (2005) dalam Kamus Filsafat memaparkan beberapa pengertian tentang
paradigma secara lebih sistematis. 1) Cara memandang sesuatu, 2) Dalam ilmu
pengetahuan artinya menjadi model, pola, ideal. Dari model-model ini fenomena
yang dipandang dijelaskan, 3) Totalitas
premis-premis teoritis dan metodologis yang menentukan atau mendefinisikan suatu studi ilmiah konkret, dan ini melekat
didalam praktik ilmiah pada tahap tertentu, 4) Dasar untuk menyeleksi
problem-problem dan pola untuk memecahkan problem-problem riset.
Dengan
demikian, paradigma merupakan teori-teori yang membentuk susunan yang mengatur
teori itu berhubungan dengan satu dan yang lainnya.
Dengan
demikian, yang dimaksud paradigma kebidanan adalah suatu cara pandang bidan
dalam memberikan pelayanan. Keberhasilan pelayanan tersebut dipengaruhi oleh
pengetahuan dan cara pandang bidan dalam kaitan atau hubungan timbal balik antara
manuasia atau wanita, lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan atau kebidanan
dan keturunan (Mustika, 2004).
Paradigma
Kebidanan dan Asuhan Kebidanan
1. Pandangan tentang kehamilan dan persalinan.
Bidan
yakin bahwa kehamilan dan persalinan adalah proses alamiah, namun tetap waspada
pada kondisi yang semula normal dapat tiba-tiba menjadi tidak normal.
2. Pandangan tentang perempuan.
Bidan
yakin bahwa perempuan merupakan pribadi yang unik, mempunyai hak mengontrol
dirinya sendiri, kebutuhan, harapan, dan keinginan yang patut dihormati.
3. Pandangan mengenai fungsi profesi dan pengaruhnya.
Bidan
mengupayakan kesejahteraan ibu dan bayinya, bidan mempunyai power untuk
mempengaruhi pemberian asuhan kebidanan (kepada ibu dan keluarganya).
4. Pandangan tentang pemberdayaan dan membuat keputusan.
Perempuan
harus memberdayakan untuk mengambil keputusan tentang kesehatan diri atau
keluarganya melalui komunikasi edukasi dan informasi (KIE) serta konseling. Pegambilan
keputusan merupakan kesepakatan bersama antara ibu atau perempuan, keluarga,
dan bidan dengan ibu sebagai penentu utama dalam proses keputusan.
5. Pandangan tentang asuhan.
Asuhan
kebidanan difokuskan pada aspek prevensi dan promosi kesehatan serta
kealamiahannya. Asuhan kebidanan harus dilaksanakan secara kreatif, fleksibel,
mendukung, melayani, membimbing, memantau, dan mendidik yang berpusat pada
kebutuhan personal yang unik pada perempuan selama masa kehamilan.
6. Pandangan tentang kolaborasi.
Bidan adalah pemberi layanan kesehatan yang mempunyai otonomi penuh dalam praktiknya yang juga berkolaborasi dengan anggota tim kesehatan lainnya. Bidan dalam praktik kebidanan menempatkan perempuan atau ibu sebagai mitra dengan pemahaman kompetensi terhadap perempuan baik aspek sosial emosi, budaya, spiritual, psikologi, fisik, maupun pengalaman reproduksinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar