BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanda-tanda bahaya kehamilan adalah gejala yang
menunjukkan bahwa ibu dan bayi dalam keadaan
bahaya. Kehamilan merupakan hal
yang fisiologis. Namun kehamilan yang normal dapat berubah
menjadi patologi. Salah satu asuhan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk menapis adanya
risiko ini yaitu melakukan pendeteksian dini adanya komplikasi/ penyakit yang mungkin
terjadi selama hamil muda
Kematian janin
dalam rahim (IUFD) adalah kematian janin setelah 20 minggu kehamilan tetapi
sebelum permulaan persalinan. Ini menyebabkan komplikasi pada
sekitar 1 % kehamilan. Penyebab yang berakitan antara lain komplikasi plasenta
dan tali pusat, penyakit hipertensi, komplikasi medis, anomali bawaan,infeksi
dalam rahim dan lain-lain.
Kematian
janin harus dicurigai bila ibu hamil mengeluh tidak terasa gerakan janin, perut
terasa mengecil, dan payudara mengecil. Selain itu dari hasil pemeriksaan DJJ
tidak terdengar sementara uji kehamilan masih tetap positif karena plasenta
dapat terus menghasilkan hCG.
Bahaya
yang dapat terjadi pada ibu dengan kematian janin dalam rahim yaitu janin
mati terlalu lama dalam menimbulkan gangguan pada ibu. Bahaya yang terjadi
berupa gangguan pembekuan darah, disebabkan oleh zat-zat berasal dari jaringan
mati yang masuk ke dalam darah ibu. Sekitar 80% pasien akan mengalami
permulaan persalinan yang spontan dalam 2 sampai 3 minggu kematian janin. Namun
apabila wanita gagal bersalin secara spontan akian dilakukan induksi
persalinan.
1.2 Rumusan Masalah
Mengetahui tanda-tanda komplikasi ibu dan janin pada
masa kehamilan lanjut.
1.3 Tujuan
-
Mengetahui apa penyebab dari komplikasi ibu dan janin di kehamilan
lanjut
-
Mengethaui jenis – jenis komplikasi yang terjadi pada kehamilan lanjut
-
Mengetahui cara menanggulangi komplikasi ibu dan janin pada kehamilan
lanjut
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Perdarahan Pervaginam
Perdarahan yang
terjadi pada masa kehamilan kurang
dari 22 minggu. Pada masa kehamilan muda, perdarahan
pervaginam yang berhubungan dengan kehamilan dapat
berupa: abortus,kehamilan mola, kehamilan ektopik.
Penanganan umum perdarahan pada
kehamilan muda :
- Lakukan penilaian secara cepat mengenaii keadaan umum pasien, termasuk
tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, dan suhu).
- Periksa tanda-tanda syok (pucat, berkerringat banyak, pingsan, tekanan sistolik
kurang 90 mmHg, nadi lebih 112 kali per menit).
- Jika dicurigai terjadi syok, segera mullai penanganan syok. Jika tidak terlihat tanda-
tanda syok, tetap pikirkan kemungkinan tersebut saat penolong melakukan
evaluasi mengenai kondisi wanita karena kondisinya dapat memburuk dengan
cepat. Jika terjadi syok, sangat penting untuk memulai penanganan syok dengan
segera.
- Jika pasien dalam keadaan syok, pikirkaan kemungkinan kehamilan ektopik
terganggu.
- Pasang infus dengan jarum infus besar ((16 G atau lebih), berikan larutan garam
fisiologik atau ringer laktat dengan tetesan cepat (500 cc dalam 2 jam pertama).
- Lakukan penilaian secara cepat mengenaii keadaan umum pasien, termasuk
tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, dan suhu).
- Periksa tanda-tanda syok (pucat, berkerringat banyak, pingsan, tekanan sistolik
kurang 90 mmHg, nadi lebih 112 kali per menit).
- Jika dicurigai terjadi syok, segera mullai penanganan syok. Jika tidak terlihat tanda-
tanda syok, tetap pikirkan kemungkinan tersebut saat penolong melakukan
evaluasi mengenai kondisi wanita karena kondisinya dapat memburuk dengan
cepat. Jika terjadi syok, sangat penting untuk memulai penanganan syok dengan
segera.
- Jika pasien dalam keadaan syok, pikirkaan kemungkinan kehamilan ektopik
terganggu.
- Pasang infus dengan jarum infus besar ((16 G atau lebih), berikan larutan garam
fisiologik atau ringer laktat dengan tetesan cepat (500 cc dalam 2 jam pertama).
Diagnosis perdarahan pada kehamilan
muda :
1. Pikirkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita dengan anemia, penyakit
radang panggul (pelvic inflammatory disease- PID), gejala abortus atau keluhan
nyeri yang tidak biasa.
Catatan : Jika dicurigai adanya kehamilan ektopik, lakukan pemeriksaan
bimanual secara hati-hati karena kehamilan ektopik awal bisa sampai mudah
pecah.
2. Pikirkan kemungkinan abortus pada wanita usia reproduktif yang mengalami
terlambat haid (lebih 1 bulan sejak haid terakhir) dan mempunyai 1 atau lebih
tanda berikut : perdarahan, kaku perut, pengeluaran sebagian produk konsepsi,
serviks yang berdilatasi atau uterus yang lebih kecil dari seharusnya.
3. Jika abortus merupakan kemungkinan diagnosis, kenali dan segera tangani
komplikasi yang ada.
1. Pikirkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita dengan anemia, penyakit
radang panggul (pelvic inflammatory disease- PID), gejala abortus atau keluhan
nyeri yang tidak biasa.
Catatan : Jika dicurigai adanya kehamilan ektopik, lakukan pemeriksaan
bimanual secara hati-hati karena kehamilan ektopik awal bisa sampai mudah
pecah.
2. Pikirkan kemungkinan abortus pada wanita usia reproduktif yang mengalami
terlambat haid (lebih 1 bulan sejak haid terakhir) dan mempunyai 1 atau lebih
tanda berikut : perdarahan, kaku perut, pengeluaran sebagian produk konsepsi,
serviks yang berdilatasi atau uterus yang lebih kecil dari seharusnya.
3. Jika abortus merupakan kemungkinan diagnosis, kenali dan segera tangani
komplikasi yang ada.
1. Diagnosis
abortus imminens :
– Bercak perdarahan hingga perdarahan sedang. Perdarahan ringan
membutuhkan waktu lebih 5 menit untuk membasahi pembalut atau kain
bersih.
– Serviks tertutup.
– Uterus sesuai dengan usia kehamilan.
– Gejala / tanda : kram perut bawah dan uterus lunak.
2. Diagnosis kehamilan ektopik terganggu :
– Bercak perdarahan hingga perdarahan sedang.
– Serviks tertutup.
– Uterus sedikit membesar dari usia kehamilan normal
– Gejala / tanda : limbung atau pingsan, nyeri perut bawah, nyeri goyang porsio,
massa adneksa, dan cairan bebas intra abdomen.
3. Diagnosis abortus komplit :
– Bercak perdarahan hingga perdarahan sedang.
– Serviks tertutup atau terbuka.
– Uterus lebih kecil dari usia kehamilan normal
– Gejala / tanda : sedikit atau tanpa nyeri perut bawah, dan riwayat ekspulsi hasil
konsepsi.
4. Diagnosis abortus insipiens :
– Perdarahan sedang hingga masif (banyak). Perdarahan berat membutuhkan
waktu kurang 5 menit untuk membasahi pembalut atau kain bersih.
– Serviks terbuka.
– Uterus sesuai usia kehamilan.
– Gejala / tanda : kram / nyeri perut bawah, dan belum terjadi ekspulsi hasil
konsepsi.
5. Diagnosis abortus inkomplit :
– Perdarahan sedang hingga masif (banyak).
– Serviks terbuka.
– Uterus sesuai usia kehamilan.
– Gejala / tanda : kram / nyeri perut bawah, dan ekspulsi sebagian hasil konsepsi.
6. Diagnosis abortus mola :
– Perdarahan sedang hingga masif (banyak).
– Serviks terbuka.
– Uterus lunak dan lebih besar dari usia kehamilan
– Gejala / tanda : mual / muntah, kram perut bawah, sindrom mirip pre
eklampsia, tidak ada janin, dan keluar jaringan seperti anggur.
– Bercak perdarahan hingga perdarahan sedang. Perdarahan ringan
membutuhkan waktu lebih 5 menit untuk membasahi pembalut atau kain
bersih.
– Serviks tertutup.
– Uterus sesuai dengan usia kehamilan.
– Gejala / tanda : kram perut bawah dan uterus lunak.
2. Diagnosis kehamilan ektopik terganggu :
– Bercak perdarahan hingga perdarahan sedang.
– Serviks tertutup.
– Uterus sedikit membesar dari usia kehamilan normal
– Gejala / tanda : limbung atau pingsan, nyeri perut bawah, nyeri goyang porsio,
massa adneksa, dan cairan bebas intra abdomen.
3. Diagnosis abortus komplit :
– Bercak perdarahan hingga perdarahan sedang.
– Serviks tertutup atau terbuka.
– Uterus lebih kecil dari usia kehamilan normal
– Gejala / tanda : sedikit atau tanpa nyeri perut bawah, dan riwayat ekspulsi hasil
konsepsi.
4. Diagnosis abortus insipiens :
– Perdarahan sedang hingga masif (banyak). Perdarahan berat membutuhkan
waktu kurang 5 menit untuk membasahi pembalut atau kain bersih.
– Serviks terbuka.
– Uterus sesuai usia kehamilan.
– Gejala / tanda : kram / nyeri perut bawah, dan belum terjadi ekspulsi hasil
konsepsi.
5. Diagnosis abortus inkomplit :
– Perdarahan sedang hingga masif (banyak).
– Serviks terbuka.
– Uterus sesuai usia kehamilan.
– Gejala / tanda : kram / nyeri perut bawah, dan ekspulsi sebagian hasil konsepsi.
6. Diagnosis abortus mola :
– Perdarahan sedang hingga masif (banyak).
– Serviks terbuka.
– Uterus lunak dan lebih besar dari usia kehamilan
– Gejala / tanda : mual / muntah, kram perut bawah, sindrom mirip pre
eklampsia, tidak ada janin, dan keluar jaringan seperti anggur.
Tanda dan gejala abortus antara lain nyeri abdomen bawah, nyeri
lepas, uterus terasa
lemas,perdarahan berlanjut, lemah, lesu, demam, sekret
vagina berbau, sekret &
pus dari serviks, dannyeri
goyang serviks. Komplikasinya adalah infeksi / sepsis. Penanganannya
adalah mulai memberikan antibiotik sesegera mungkin sebelum melakukan aspirasi
vakum manual. Antibiotiknya berupa ampisilin 2 gr IV tiap 6 jam ditambah
gentamisin 5 mg/kgbb IV tiap 24 jam ditambah metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam
sampai ibu bebas demam 48 jam.
Tanda
dan gejala lainnya adalah nyeri / kaku pada abdomen, nyeri lepas, distensi
abdomen, abdomen terasa tegang & keras, nyeri bahu, mual-muntah, dan
demam. Komplikasinya adalah perlukaan uterus, vagina atau usus.
Penanganannya yaitu lakukan laparotomi untuk memperbaiki perlukaan dan lakukan
aspirasi vakum manual secara berurutan. Mintalah bantuan lebih lanjut jika
dibutuhkan.
2.2 Plasenta Previa
Plasenta atau ari-ari akan terbentuk
dalam rahim saat seorang wanita menjadi hamil. Organ ini berfungsi untuk
menyalurkan oksigen dan nutrisi untuk bayi, sekaligus mengangkat zat-zat
buangan dari darah bayi.
Selama masa kehamilan, rahim seorang
wanita akan berkembang dan plasenta yang normal akan melebar ke arah atas,
menjauhi leher rahim atau serviks. Jika tetap berada di bagian bawah rahim atau
di dekat serviks, plasenta dapat menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir
sang bayi. Kondisi inilah yang disebut plasenta previa.
A.
Gejala-gejala Plasenta Previa
Plasenta previa merupakan kondisi
yang jarang dialami oleh ibu hamil. Tetapi risiko ini tetap harus diwaspadai
karena dapat membahayakan jiwa ibu dan bayi di kandungan. Ibu hamil dengan
plasenta previa terbukti memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami
pendarahan sebelum kelahiran.
Gejala utama dari kondisi ini adalah
pendarahan tanpa disertai rasa sakit, yang biasanya terjadi pada tiga bulan
terakhir masa kehamilan. Tetapi tidak semua ibu hamil dengan kondisi ini akan
mengalami pendarahan.
Pendarahan umumnya terjadi secara
tiba-tiba dan volume darah bisa banyak atau sedikit. Pendarahan dapat berhenti
dengan sendirinya, tapi akan kembali muncul dalam beberapa hari atau beberapa
minggu kemudian. Selain itu, sebagian ibu hamil juga ada yang mengalami
kontraksi dan nyeri di punggung atau perut bagian bawah.
Jika mengalami pendarahan dalam
trimester kedua atau ketiga, sebaiknya Anda segera menghubungi dokter. Ibu
hamil yang mengalami pendarahan hebat dianjurkan untuk segera ke rumah sakit.
B.
Faktor Risiko Plasenta Previa
Penyebab pasti plasenta previa belum
diketahui, tapi ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko ibu hamil
mengalaminya. Beberapa faktor risikonya antara lain:
- Pernah mengalami plasenta previa pada kehamilan sebelumnya.
- Pernah menjalani operasi caesar.
- Pernah menjalani operasi pada rahim, misalnya kuret atau pengangkatan miom.
- Berusia 35 tahun atau lebih.
- Pernah melahirkan sebelumnya.
- Pernah menjalani operasi pada rahim.
- Menggunakan kokain.
C.
Proses Diagnosis Plasenta Previa
Posisi plasenta biasanya akan diketahui
melalui pemeriksaan USG pada usia kehamilan 18-21 minggu. Jika pernah mengalami
pendarahan selama kehamilan, Anda akan dianjurkan untuk menjalani USG
transvaginal. Proses ini akan memberikan pencitraan yang lebih mendetail.
Jika Anda positif terdiagnosis
mengalami plasenta previa, dokter akan menghindari pemeriksaan fisik rutin
melalui vagina selama kehamilan. Ini dilakukan guna mengurangi risiko
pendarahan. Anda juga biasanya akan kembali menjalani proses USG sebelum
melahirkan untuk memeriksa lokasi plasenta serta detak jantung bayi.
Plasenta previa dapat dibagi dalam 4
kategori. Pengelompokan ini ditentukan berdasarkan posisi plasenta dan
meliputi:
- Kategori 1 – plasenta hanya tertanam di rahim bagian bawah tanpa menutupi lubang serviks.
- Kategori 2 – plasenta mencapai lubang serviks bagian dalam, tapi tidak menutupinya.
- Kategori 3 – plasenta menutupi sebagian lubang serviks.
- Kategori 4 – plasenta menutupi seluruh lubang serviks termasuk saat lubang serviks terbuka dan melebar.
Ibu hamil yang mengalami plasenta
previa kategori 1 dan 2 biasanya masih diizinkan untuk melahirkan secara
normal. Sedangkan plasenta previa kategori 3 dan 4 akan membutuhkan prosedur
caesar.
D.
Penanganan dan Komplikasi Plasenta Previa
Penanganan untuk plasenta previa
biasanya meliputi istirahat sebanyak-banyaknya, transfusi darah jika perli,
serta operasi caesar. Langkah penanganan yang dipilih tergantung pada beberapa
faktor, yaitu:
- Apakah terjadi pendarahan atau tidak.
- Tingkat keparahan pendarahan.
- Kondisi kesehatan sang ibu dan bayi.
- Usia kandungan.
- Posisi plasenta dan bayi.
Ibu hamil yang tidak atau hanya
mengalami sedikit pendarahan biasanya tidak membutuhkan perawatan di rumah
sakit, tapi harus tetap waspada. Dokter umumnya akan menganjurkan istirahat di
rumah. Terkadang bahkan ada ibu hamil yang dianjurkan untuk terus berbaring dan
hanya boleh duduk atau berdiri jika benar-benar diperlukan. Berhubungan seks
juga sebaiknya dihindari karena dapat memicu pendarahan pada penderita plasenta
previa. Begitu juga dengan olahraga. Jika terjadi pendarahan, ibu hamil
dihimbau untuk segera ke rumah sakit sebelum pendarahan bertambah parah.
Sementara itu, ibu hamil yang pernah
mengalami pendarahan selama masa kehamilan disarankan untuk menjalani sisa masa
kehamilan di rumah sakit dari minggu ke-34. Langkah ini dianjurkan agar
pertolongan darurat, seperti transfusi darah, bisa segera diberikan jika
pendarahan kembali terjadi. Prosedur caesar juga akan dilakukan begitu
kehamilan mencapai batas usia yang cukup, yaitu minggu ke-36. Sebelum menjalaninya,
sang ibu biasanya akan diberi kortikosteroid guna mempercepat perkembangan
paru-paru bayi dalam kandungannya.
Bagi ibu hamil dengan pendarahan
yang tidak kunjung berhenti, dokter akan menganjurkan prosedur caesar meski
usia kandungan belum cukup.
Jika tidak ditangani, plasenta
previa dapat menyebabkan komplikasi serius dan berakibat fatal bagi ibu dan
bayi, misalnya pendarahan hebat pada saat melahirkan dan bahkan setelahnya.
2.3 Solutio
Plasenta
Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta
dari dinding rahim sebelum proses persalinan, baik seluruhnya maupun sebagian,
dan merupakan komplikasi kehamilan yang serius namun jarang terjadi. Plasenta berfungsi
memberikan nutrisi serta oksigen pada janin yang dikandung, dan merupakan organ
yang tumbuh di dalam rahim selama masa kehamilan.
A. Gejala Solusio Plasenta
Usia kehamilan enam bulan keatas,
terutama beberapa pekan sebelum proses persalinan merupakan waktu yang paling
sering mengalami solusio plasenta. Di bawah ini adalah beberapa gejala solusio plasenta
yang bisa terjadi:
- Nyeri punggung.
- Kontraksi berlangsung cepat.
- Pendarahan pada vagina.
- Rahim terasa sakit.
- Nyeri perut.
- Kurang bergeraknya bayi yang berada dalam kandungan atau tidak seperti biasanya.
B. Penyebab
Solusio Plasenta
Hingga saat ini penyebab pasti terjadinya
solusio plasenta belum diketahui, namun ada beberapa hal yang bisa meningkatkan
risiko solusio plasenta, yaitu:
- Wanita yang merokok atau yang menyalah gunakan narkoba.
- Wanita yang berusia di atas 40 tahun.
- Wanita yang pernah mengalami solusio plasenta sebelumnya.
- Wanita yang pernah melahirkan bayi kembar.
- Wanita yang memiliki tekanan darah tinggi atau hipertensi.
- Wanita yang memiliki gangguan pembekuan darah.
- Wanita yang pernah mengalami trauma pada perut, seperti terjatuh atau terkena pukulan.
- Air ketuban bocor atau pecah terlalu awal.
C. Diagnosis
Solusio Plasenta
Untuk mendiagnosis solusio plasenta,
awalnya dokter akan melakukan pemeriksaan fisik guna memeriksa tekanan rahim,
apakah lunak atau keras. Dan mungkin diperlukan tes darah atau ultrasound untuk
membantu mengetahui penyebab terjadinya pendarahaan vagina. Ultrasound frekuensi
tinggi juga bisa digunakan untuk melihat rahim, namun tidak selalu bisa untuk melihat
adanya solusio plasenta.
E. Perawatan Solusio
Plasenta
Perawatan solusio plasenta yang
dilakukan tergantung pada keadaan bayi yang dikandung dan usia kehamilan.
Plasenta yang sudah terlepas dari dinding rahim tidak bisa ditempelkan kembali.
Anda mungkin akan dirawat di rumah sakit
jika usia kehamilan di bawah 34 minggu, detak jantung bayi normal dan kondisi tergolong
ringan. Namun jika usia kehamilan sudah di atas 34 minggu dan solusio plasenta membahayakan
ibu dan bayi yang dikandung, maka dokter akan menyarankan untuk segera melakukan
proses persalinan, biasanya dengan operasi caesar. Jika ibu hamil mengalami pendarahan
yang parah, makan transfusi darah akan dilakukan.
F.
Komplikasi Solusio Plasenta
Solusio plasenta dapat menimbulkan komplikasi
dan membahayakan jiwa ibu dan bayi yang dikandung. Ibu hamil yang menderita solusio
plasenta kemungkinan bisa mengalami gangguan pembekuan darah dan syok akibat kehilangan
darah. Selain itu, komplikasi akibat solusio plasenta juga bisa menyebabkan kondisi
gagal ginjal atau gagal organ tubuh lainnya. Pendarahan juga kemungkinan
terjadi setelah proses persalinan. Operasi histerektomi atau pengangkatan rahim
mungkin akan dilakukan jika pendarahan yang terjadi tidak bisa dikendalikan.
Sedangkan komplikasi akibat solusio plasenta
pada bayi yang dikandung dapat menyebabkan kelahiran prematur serta kekurangan asupan
nutrisi dan oksigen. Bahkan komplikasi yang serius dapat menyebabkan bayi terlahir
dalam keadaan meninggal.
2.4
Ruptura Uteri
Ruptura uteri digolongkan menjadi
ruptura uteri lengkap dan ruptura uteri tidak lengkap, tergantung apakah
laserasi tersebut berhubungan dengan kavum peritonei (lengkap) atau dipisahkan
dari kavum tersebut oleh peritoneum viseralis uterus atau oleh ligamentum
kardinale (tidak lengkap).Ruptura uteri yang tidak lengkap bisa berubah menjadi
lengkap.
Harus juga dibedakan antara ruptura jaringan parut bekas seksio sesarea dan
dehisensi jaringan parut bekas seksio sesarea.Ruptura paling tidak berarti
pelepasan atau pemisahan luka insisi lama di sepanjang uterus dengan robeknya selaput
ketuban sehingga kavum uteri berhubungan langsung dengan kavum peritoneum.Pada
keadaan ini seluruh atau sebagian janin mengalami ekstrusi ke dalam
kavum peritoneum.Disamping itu, biasanya terjadi perdarahan yang masif dari
tepi jaringan parut atau dari perluasan robekan yang mencapai bagian uterus
yang tadinya tidak apa-apa.Sebaliknya, pada dehisensi jaringan parut bekas
seksio sesarea, selaput ketuban tidak pecah dan janin tidak mengalami ekstruksi
ke dalam kavum peritoneum.Ciri khas dari dehisensi adalah pemisahan tersebut
tidak mengenai seluruh jaringan parut yang sudah ada sebelumnya pada uterus,
sehingga peritoneum yang melapisi defek masih utuh dan perdarahan minimal atau
tidak ada.
A. Etikologi
a. Ruptur jaringan parut uterus
1. Jaringan parut
seksio sesarea (merupakan penyebab
terbanyak)
2. Riwayat kuretase
atau perforasi uterus
3. Trauma abdomen
b.
Persalinan yang terhambat akibat disproporsi cephalopelvik
c.
Stimulasi yang berlebihan pada uterus pada induksi persalinan
1. Pematangan
serviks ( Misoprostol atau Dinoprostone)
2. Penggunaan kokain
pada masa kehamilan
d.
Faktor-faktor lain
1. Peregangan uterus
yang berlebihan
2. Neoplasia
Trofoblastik Gestasional
3. Pelepasan
plasenta yang sulit secara manual
e.
Penemuan yang tidak berhubungan dengan ruptura uteri
1. Infus oksitosin dengan dosis
berlebihan
2. Kontraksi 5x atau lebih dalam 10
menit
3. Kontraksi tetanik selama lebih dari
90 detik
B. Klasifikasi Ruptura Uteri
1. Ruptura
Uteri Tanpa
Jaringan Parut
Ruptura Spontan
Yang dimaksudkan ialah ruptura uteri
yang terjadi secara spontan pada uterus yang utuh (tanpa parut).Faktor pokok di
sini ialah bahwa persalinan tidak maju karena rintangan, misalnya panggul
sempit, hidrosefalus, janin dalam letak lintang, dan sebagainya, sehingga
segmen bawah uterus makin lama makin diregangan. Pada suatu regangan yang terus
bertambah melampaui batas kekuatan jaringan miometrium sehingga
terjadilah ruptura uteri.
Faktor yang merupakan predisposisi
terhadap terjadinya ruptura uteri ialah multiparitas; di sini di tengah-tengah
miometrium sudah terdapat banyak jaringan ikat yang menyebabkan kekuatan
dinding uterus menjadi kurang, sehingga regangan lebih mudah menimbulkan
robekan.Banyak juga dilaporkan bahwa kebiasaan yang dilakukan oleh dukun-dukun
memudahkan terjadinya ruptura uteri.Pada persalinan yang kurang lancar,
dukun-dukun itu biasanya melakukan tekanan keras ke bawah terus menerus pada
fundus uteri; hal ini dapat menambah tekanan pada segmen bawah uterus yang
regang dan mengakibatkan terjadinya ruptura uteri.Pemberian oksitosin dalam
dosis yang terlampau tinggi dan/atau atas indikasi yang tidak tepat, bisa pula
menyebabkan ruptura uteri.
Ruptura
Uteri Traumatik
Ruptura uteri yang disebabkan oleh
trauma dapat terjadi karena jatuh, kecelakaan seperti tabrakan dan
sebagainya.Robekan demikian itu yang bisa terjadi pada setiap saat dalam
kehamilan, jarang terjadi karena rupanya otot uterus cukup tahan terhadap
trauma dari luar.Yang lebih sering terjadi ialah ruptura uteri yang dinamakan
ruptura uteri violenta.Di sini karena distosia sudah ada regangan segmen bawah
uterus dan usaha vaginal untuk melahirkan janin mengakibatkan timbulnya ruptura
uteri.Hal ini misalnya terjadi pada versi ekstraksi pada letak lintang yang
dilakukan bertentangan dengan syarat-syarat untuk tindakan tersebut.
Kemungkinan besar yang lain ialah ketika melakukan embriotomi. Berhubungan
dengan itu, setelah tindakan-tindakan tersebut di atas dan juga setelah
ekstraksi dengan cunam yang sukar, perlu dilakukan pemeriksaan kavum uteri
dengan tangan untuk mengetahui apakah terjadi ruptura uteri.Gejala-gejala
ruptura uteri violenta tidak berbeda dengan ruptura uteri spontan.
Ruptura Jaringan Parut Seksio Sesarea
Pada wanita yang memiliki riwayat
seksio sesarea, ruptura dapat terjadi di tempat parut luka lama. Banyak studi
melaporkan bahwa wanita yang memiliki riwayat seksio sesarea satu kali dengan
insisi low-horizontal, risiko terjadinya ruptura adalah 0.5 sampai 1.%. Wanita
dengan riwayat seksio sesarea lebih dari satu kali memiliki risiko
ruptura yang sedikit lebih besar.
Diantara parut-parut bekas seksio
sesarea, parut yang telah terjadi sesudah seksio sesarea klasik lebih sering
menimbulkan ruptura uteri daripada parut bekas seksio sesarea profunda. Perbandingannya
ialah 4:1.Hal ini disebabkan oleh karena luka pada segmen bawah uterus yang
menyerupai daerah uterus yang lebih tenang dapat masa nifas dapat sembuh dengan
lebih baik, sehingga parut lebih kuat. Ruptura uteri pada bekas parut seksio
sesaria klasik juga lebih sering terjadi pada kehamilan tua sebelum persalinan
dimulai, sedang peristiwa tersebut pada parut bekas seksio sesaria profunda
umumnya terjadi pada waktu persalinan. Ruptura uteri pasca seksio sesarea bisa
menimbulkan gejala-gejala seperti telah diuraikan lebih dahulu, akan tetapi
bisa juga terjadi tanpa banyak menimbulkan gejala. Dalam hal yang terakhir ini
tidak terjadi robekan yang mendadak, melainkan lambat laun jaringan di sekitar
bekas luka menipis untuk akhirnya terpisah sama sekali dan terjadilah ruptura
uteri. Di sini biasanya peritoneum tidak ikut serta, sehingga terdapat ruptura
uteri inkompleta. Pada peristiwa ini ada kemungkinan arteri besar terbuka dan
timbul perdarahan yang untuk sebagian berkumpul di ligamentum latum dan untuk
sebagian keluar.Biasanya janin masih tinggal dalam uterus dan his kadang-kadang
masih ada.
Sementara itu penderita merasa nyeri
spontan atau nyeri pada perabaan tempat bekas luka. Jika
arteri besar terluka, gejala-gejala perdarahan dengan anemia dan syok; janin
dalam uterus meninggal pula.
C. Mekanisme Terjadinya
Ruptura Uteri
Mekanisme
utama dari ruptura uteri disebabkan oleh peregangan berlebihan dari uterus yang
kadang disertai pembentukan cincin retraksi patologis pada ruptura uteri.Bila
disproporsi yang terjadi sedemikian besar maka uterus menjadi sangat teregang
dan kemudian dapat menyebabkan ruptura.Walaupun jarang, dapat timbul konstriksi
atau cincin lokal uterus pada persalinan yang berkeapanjangan.Yang paling
sering adalah cincin retraksi
patologis Bandl.
Lingkaran Bandl ini dianggap
fisiologik bila dijumpai 2-3 jari di atas simfisis, bila meninggi maka kita
harus waspada terhadap kemungkinan adanya ruptura uteri iminens (RUI).
Rumus mekanisme terjadinya Ruptura Uteri:
R = H + O
dimana
R = Ruptura
H = His kuat (tenaga)
O = Obstruksi (halangan)
Pada waktu in partu, korpus uteri
mengadakan kontraksi sedang SBR tetap pasif dan serviks menjadi lembek
(effacement dan pembukaan). Bila oleh sesuatu sebab partus tidak dapat maju
(obstruksi), sedang korpus uteri berkontraksi terus dengan hebatnya (his kuat),
maka SBR yang pasif akan tertarik ke atas menjadi bertambah regang dan tipis-
lingkaran Bandl ikut meninggi, sehingga suatu waktu terjadilah robekan pada SBR
tadi- Ruptura Uteri.
D. Gejala Ruptura Uteri
Gejala Ruptura Uteri Iminens
- Partus telah lama berlangsung
- Pasien nampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri di perut.
- Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang kesakitan bahkan meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan.
- Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasa.
- Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged labor), yaitu mulut kering, lidah kering dan haus, badan panas (demam).
- His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus-menerus.
- Ligamentum rotundum teraba seperti kawat listrik yang tegang, tebal dan keras, terutama sebelah kiri atau keduanya.
- Pada waktu datang his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan SBR teraba tipis dan nyeri kalau ditekan.
- Di antara korpus dan SBR nampak lingkaran Bandl sebagai lekukan melintang yang bertambah lama bertambah tinggi, menunjukkan SBR yang semakin tipis dan teregang. Sering lingkaran Bandl ini dikelirukan dengan kandung kemih yang penuh, untuk itu lakukan kateterisasi kandung kemih. Dapat peregangan dan tipisnya SBR terjadi di dinding belakang sehingga tidak dapat kita periksa, misalnya terjadi pada asinklitismus posterior atau letak tulang ubun-ubun belakang.
- Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan teregang ke atas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka pada kateterisasi ada hematuri.
- Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia).
- Pada pemeriksaan dalam dapat dijumpai tanda-tanda obstruksi seperti edema porsio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar.
Bila ruptura uteri yang
mengancam dibiarkan terus, maka suatu saat akan terjadilah ruptura uteri.
2.5 Ketuban Pecah Dini
Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya
selaput ketuban sebelum terjadi proses persalinan yang dapat terjadi pada usia
kehamilan cukup waktu atau kurang waktu (Cunningham, Mc. Donald, gant, 2002).
Ketuban Pecah Dini adalah rupturnya membrane ketuban sebelum persalinan berlangsung (Manuaba, 2002).
Ketuban Pecah Dini adalah rupturnya membrane ketuban sebelum persalinan berlangsung (Manuaba, 2002).
Ketuban pecah dini (KPD)
didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini
dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD
preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah
KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan.
A. Penyebab
Ketuban pecah dini disebabkan oleh
karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau
oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya
infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain itu ketuban pecah
dini merupakan masalah kontroversi obstetri. Penyebab lainnya adalah sebagai
berikut :
1. Inkompetensi serviks (leher rahim)
1. Inkompetensi serviks (leher rahim)
Inkompetensia serviks adalah istilah
untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang
terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan
karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar.
2. Peninggian tekanan inta uterin
2. Peninggian tekanan inta uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi
atau meningkat secara berlebihandapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah
dini. Misalnya :
a. Trauma : Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
b. Gemelli
a. Trauma : Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
b. Gemelli
Kehamilan kembar adalah suatu
kehamilan dua janin atau lebih. Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus
yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara
berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih
besar dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan dibagian bawah
tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah
pecah. (Saifudin. 2002)
c. Makrosomia
c. Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan
neonatus >4000 gram kehamilan dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus
yang meningkat atau over distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin
bertambah sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban menjadi
teregang,tipis, dan kekuatan membrane menjadi berkurang, menimbulkan selaput
ketuban mudah pecah. (Winkjosastro, 2006)
d. Hidramnion
d. Hidramnion
Hidramnion atau polihidramnion
adalah jumlah cairan amnion >2000mL. Uterus dapat mengandung cairan dalam
jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis adalah peningaktan jumlah cairan
amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume tersebut
meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu
beberapa hari saja
3. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.
4. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo pelvic disproporsi).
5. Korioamnionitis
3. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.
4. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo pelvic disproporsi).
5. Korioamnionitis
Adalah infeksi selaput ketuban.
Biasanya disebabkan oleh penyebaranorganism vagina ke atas. Dua factor
predisposisi terpenting adalah pecahnyaselaput ketuban > 24 jam dan persalinan
lama.
6. Penyakit Infeksi
6. Penyakit Infeksi
Adalah penyakit yang disebabkan oleh
sejumlah mikroorganisme yangmeyebabkan infeksi selaput ketuban. Infeksi yang
terjadi menyebabkanterjadinya proses biomekanik pada selaput ketuban dalam
bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.
7. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik)
8. Riwayat KPD sebelumya
9. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
10. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu
7. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik)
8. Riwayat KPD sebelumya
9. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
10. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu
B. Tanda
Dan Gejala
Tanda yang terjadi adalah keluarnya
cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak
seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes,
dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau
kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila Anda duduk atau
berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau
“menyumbat” kebocoran untuk sementara.
Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.
Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.
C. Diagnosis
a. Pastikan selaput ketuban pecah.
b. Tanyakan waktu terjadi pecah
ketuban.
c. Cairan ketuban yang khas jika keluar
cairan ketuban sedikit-sedikit, tampung cairan yang keluar dan nilai 1 jam
kemudian.
d. Jika tidak ada dapat dicoba dengan
menggerakan sedikit bagian terbawah janin atau meminta pasien batuk atau
mengedan.
e. Penentuan cairan ketuban dapat
dilakukan dengan tes lakmus (nitrazintes), jika lakmus merah berubah menjadi
biru menunjukan adanya cairan ketuban (alkalis). pH normal dari vagina adalah
4-4,7 sedangkan pH cairan ketuban adalah 7,1-7,3. Tes tersebut dapat memiliki
hasil positif yang salah apabila terdapat keterlibatan trikomonas, darah,
semen, lendir leher rahim, dan air seni.
f. Tes Pakis, dengan meneteskan cairan
ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik
menunjukan kristal cairan amniom dan gambaran daun pakis.
g. Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan pemeriksaan USG.
h. Tentukan ada tidaknya infeksi.
i.
Tanda-tanda
infeksi adalah bila suhu ibu lebih dari 38OC serta cairan ketuban keruh dan
berbau.
j.
Leukosit
darah lebih dari 15.000/mm3.
k. Janin yang mengalami takikardi,
mungkin mengalami infeksi intrauterin.
l.
Tentukan
tanda-tanda persalinan.
m. Tentukan adanya kontraksi yang
teratur
n. Periksa dalam dilakukan bila akan
dilakukan penanganan aktif ( terminasi kehamilan )
2.6 Preeklampsi
Preeklampsi adalah keadaan dimana hipertensi
disertai dengan proteinuria, edema akibat usia kehamilan setelah minggu ke 20
atau kadang-kadang timbul lebih awal bila terdapat perubahan hidatidiformis
yang luas pada vili dan koralis.
A. Gejala
·
Hipertensi (Tekanan
darah mengalami peningkatan)
·
Berat badan
bertambah biasanya lebih dari 2 pon (0,9 kg) seminggu.
·
Sakit kepala.
·
Penglihatan
terganggu (Kabur, sensitif terhadap cahaya, dll)
·
Mual dan muntah.
·
Produksi urin
menurun.
·
Ada kandungan
protein yang tinggi dalam urine.
·
Nyeri perut
dibagian atas, biasanya dibawah tulang rusuk sisi kanan.
B. Faktor Penyebab Preeklampsi
·
Riwayat keluarga.
Jika anggota keluarga ada yang mengidap penyakit ini, maka resiko untuk
mengalaminya semakin besar.
·
Umur. Resiko
preeklampsi pada wanita hamil muda lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang
usianya lebih dari 40 tahun.
·
Banyaknya bayi yang
dikandung. Preeklampsi sering terjadi pada wanita yang mengandung bayi kembar.
·
Obesitas.
·
Kurang vitamin D.
·
Memiliki protein
urin tinggi.
·
Diabetes.
2.7 Eklampsi
Eklampsi adalah kelainan akut pada ibu hamil saat
hamil tua, persalinan atau masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau
koma, dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala preeklampsi
(hipertensi, edema, proteinuria).
A. Penyebab
Etiologi Eklampsi
Eklampsi
disebabkan ischaemiarahim dan plasenta. Selama kehamilan uterus memerlukan
darah lebih banyak. Pada molahidatidosa, hydramnion, kehamilan ganda,
multipara, pada kehamilan, pada persalinan, juga pada penyakit pembuluh darah
ibu, diabetes, peredaran darah dalam dinding uterus kurang, maka keluarlah
zat-zat dari plasenta atau decidua yang menyebabkan vaso pasmus dan hipertensi.
2.8 IUFD
Kematian
janin dalam kandungan disebut Intra Uterin Fetal Death (IUFD), yakni kematian
yang terjadi saat usia kehamilan lebih dari 20 minggu atau pada trimester kedua
dan atau yang beratnya 500 gram. Jika terjadi pada trimester pertama disebut
keguguran atau abortus.
Ada juga pendapat lain yang mengatakan
kematian janin dalam kehamilan adalah kematian janin dalam kehamilan sebelum
proses persalinan berlangsung pada usia kehamilan 28 minggu ke atas atau berat
janin 1000 gram ke atas.
A.
Etiologi
1. Fetal (penyebab 25-40%)
• Anomali/malformasi kongenital mayor : Neural tube defek,
hidrops, hidrosefalus, kelainan
jantung congenital.
• Kelainan
kromosom termasuk penyakit bawaan.
Kematian
janin akibat kelainan genetik biasanya baru terdeteksi saat kematian sudah
terjadi, melalui otopsi bayi. Jarang dilakukan pemeriksaan kromosom saat janin
masih dalam kandungan. Selain biayanya mahal, juga sangat berisiko. Karena
harus mengambil air ketuban dari plasenta janin sehingga berisiko besar janin
terinfeksi, bahkan lahir prematur.
• Kelainan
kongenital (bawaan) bayi
Yang
bisa mengakibatkan kematian janin adalah hidrops fetalis, yakni akumulasi
cairan dalam tubuh janin. Jika akumulasi cairan terjadi dalam rongga dada bisa
menyebabkan hambatan nafas bayi. Kerja jantung menjadi sangat berat akibat dari
banyaknya cairan dalam jantung sehingga tubuh bayi mengalami pembengkakan atau
terjadi kelainan pada paru-parunya.
• Janin
yang hiperaktif
Gerakan
janin yang berlebihan, apalagi hanya pada satu arah saja bisa mengakibatkan
tali pusat yang menghubungkan ibu dengan janin terpelintir. Akibatnya, pembuluh
darah yang mengalirkan suplai oksigen maupun nutrisi melalui plasenta ke janin
akan tersumbat. Tak hanya itu, tidak menutup kemungkinan tali pusat tersebut
bisa membentuk tali simpul yang mengakibatkan janin menjadi sulit bergerak.
Hingga saat ini kondisi tali pusat terpelintir atau tersimpul tidak bisa
terdeteksi. Sehingga, perlu diwaspadai bilamana ada gejala yang tidak biasa
saat hamil.
2. Placental (penyebab 25-35%)
• Abruption
• Kerusakan tali pusat
• Infark plasenta
• Infeksi plasenta dan selaput ketuban
• Intrapartum asphyxia
• Plasenta Previa
• Twin to twin transfusion S
• Chrioamnionitis
• Perdarahan janin ke ibu
• Solusio plasenta
• Abruption
• Kerusakan tali pusat
• Infark plasenta
• Infeksi plasenta dan selaput ketuban
• Intrapartum asphyxia
• Plasenta Previa
• Twin to twin transfusion S
• Chrioamnionitis
• Perdarahan janin ke ibu
• Solusio plasenta
3. Maternal (penyebab
5-10%)
• DM
• Hipertensi
• Trauma
• kehamilan lewat waktu (posterrm)
• Ruptur uterus
• Postterm pregnancy
• Obat-obat
• DM
• Hipertensi
• Trauma
• kehamilan lewat waktu (posterrm)
• Ruptur uterus
• Postterm pregnancy
• Obat-obat
Kehamilan lebih dari 42 minggu. Jika kehamilan telah lewat waktu, plasenta akan mengalami penuaan sehingga fungsinya akan berkurang. Janin akan kekurangan asupan nutrisi dan oksigen. Cairan ketuban bisa berubah menjadi sangat kental dan hijau, akibatnya cairan dapat terhisap masuk ke dalam paru-paru janin. Hal ini bisa dievaluasi melalui USG dengan color doppler sehingga bisa dilihat arus arteri umbilikalis jantung ke janin. Jika demikian, maka kehamilan harus segera dihentikan dengan cara diinduksi. Itulah perlunya taksiran kehamilan pada awal kehamilan dan akhir kehamilan melalui USG.
B. Tanda Dan Gejala
1. Ibu tidak merasakan gerakan janin
2. Gerakan janin tidak dirasakan lagi
3. Uterus tegang / kaku.
2. Gerakan janin tidak dirasakan lagi
3. Uterus tegang / kaku.
·
Gawat janin atau DJJ tidak
terdengar. Solusio plasenta
·
Gerakan janin dan DJJ tidak ada
·
Perdarahan
·
Nyeri perut hebat Syok
·
Perut kembung / cairan bebas intra
abdominal
·
Kontur uterus abnormal
·
Abdomen nyeri
·
Bagian – bagian janin teraba
·
Denyut nadi bu cepat Rupture uteri
·
Gerakan janin berkurang atau hilang
·
DJJ abnormal(<100/menit atau
>140/ menit) Cairan ketuban bercampur mekonium
·
Gawat janin
·
Gerakan janin / DJJ hilang Tanda –
tanda kehamilan berhenti
·
Tinggi fundus uteri berkurang
·
Pembesaran uterus berkurang Kematian
janin
4. Adanya gelembung-gelembung gas pada badan janin
C. Komplikasi
- Kematian janin akan menyebabkan desidua plasenta menjadi rusak menghasilkan masuk kedalam peredaran darah ibu tromboplastin¡ pembekuan intravaskuler yang dimulai dari endotel pembuluh darah oleh terjadi pembekuan darah trombosit Disseminated yang meluas hipofibrinogenemia (kadar intravascular coagulation fibrinogen < 100 mg%), biasa pada 4-5 minggu sesudah IUFD.
- Kadar normal fibrinogen pada wanita hamil adalah 300-700mg%. Akibat kekurangan fibrinogen maka dapat terjadi hemoragik post partum. Partus biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah janin mati. Dampak psikologis dapat timbul pada ibu setelah lebih dari 2 minggu kematian janin yang dikandungnya.
- DJJ tidak terdengar
- Uterus tidak membesar, fundus uteri turun
- Pergerakan anak tidak teraba lagi oleh pemeriksa
- Palpasi anak menjadi tidak jelas
- Reaksi biologis menjadi negatif setelah anak mati kurang lebih 10 hari
- Bila janin yang mati tertahan 5 minggu atau lebih, kemungkinan Hypofibrinogenemia 25%.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Tanda- tanda
komplikasi kehamilan dini bisa menjadi acuan bagi ibu untuk selalu waspada dan
siaga serta selalu memelihara kandungannya. Dimana dipembahasan ini telah
diuraikan diatas masalah tanda-tanda komplikasi ibu dan janin masa kehamilan
muda.
3.2 Saran
Diharapkan
dengan makalah ini dapat meningkatkan kesehatan khususnya dalam bidang
kebidanan sehingga dapat memaksimalkan kita untuk memberikan health education
untuk mencegah infeksi.
DAFTAR
PUSTAKA
Mochtar,
Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jilid 1.
Jakarta: EGC
https://dokterbagus.wordpress.com/2015/03/16/kematian-perinatal-iufd/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar