Jumat, 10 Juni 2016

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN KEHAMILAN DETEKSI DINI KEHAMILAN LANJUT



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanda-tanda bahaya kehamilan adalah gejala yang menunjukkan bahwa ibu dan bayi dalam keadaan bahaya. Kehamilan merupakan hal yang fisiologis. Namun kehamilan yang normal dapat berubah menjadi patologi. Salah satu asuhan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan untuk menapis adanya risiko ini yaitu melakukan pendeteksian dini adanya komplikasi/ penyakit yang mungkin terjadi selama hamil muda
Kematian janin dalam rahim (IUFD) adalah kematian janin setelah 20 minggu kehamilan tetapi sebelum permulaan persalinan. Ini menyebabkan komplikasi pada sekitar 1 % kehamilan. Penyebab yang berakitan antara lain komplikasi plasenta dan tali pusat, penyakit hipertensi, komplikasi medis, anomali bawaan,infeksi dalam rahim dan lain-lain.
Kematian janin harus dicurigai bila ibu hamil mengeluh tidak terasa gerakan janin, perut terasa mengecil, dan payudara mengecil. Selain itu dari hasil pemeriksaan DJJ tidak terdengar sementara uji kehamilan masih tetap positif karena plasenta dapat terus menghasilkan hCG.
Bahaya yang dapat terjadi pada ibu dengan kematian janin dalam rahim  yaitu janin mati terlalu lama dalam menimbulkan gangguan pada ibu. Bahaya yang terjadi berupa gangguan pembekuan darah, disebabkan oleh zat-zat berasal dari jaringan mati yang masuk ke dalam darah ibu. Sekitar 80% pasien akan mengalami permulaan persalinan yang spontan dalam 2 sampai 3 minggu kematian janin. Namun apabila wanita gagal bersalin secara spontan akian dilakukan induksi persalinan.
1.2  Rumusan Masalah
Mengetahui tanda-tanda komplikasi ibu dan janin pada masa kehamilan lanjut.
1.3  Tujuan
-          Mengetahui apa penyebab dari komplikasi ibu dan janin di kehamilan lanjut
-          Mengethaui jenis – jenis komplikasi yang terjadi pada kehamilan lanjut
-          Mengetahui cara menanggulangi komplikasi ibu dan janin pada kehamilan lanjut





BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Perdarahan Pervaginam
Perdarahan yang terjadi pada masa kehamilan kurang dari 22 minggu. Pada masa kehamilan mudaperdarahan pervaginam yang berhubungan dengan kehamilan dapat berupa: abortus,kehamilan mola, kehamilan ektopik.
Penanganan umum perdarahan pada kehamilan muda :
- Lakukan penilaian secara cepat mengenaii keadaan umum pasien, termasuk
   tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, dan suhu).
- Periksa tanda-tanda syok (pucat, berkerringat banyak, pingsan, tekanan sistolik
   kurang 90 mmHg, nadi lebih 112 kali per menit).
- Jika dicurigai terjadi syok, segera mullai penanganan syok. Jika tidak terlihat tanda-
   tanda syok, tetap pikirkan kemungkinan tersebut saat penolong melakukan
   evaluasi mengenai kondisi wanita karena kondisinya dapat memburuk dengan
   cepat. Jika terjadi syok, sangat penting untuk memulai penanganan syok dengan
   segera.
- Jika pasien dalam keadaan syok, pikirkaan kemungkinan kehamilan ektopik
   terganggu.
- Pasang infus dengan jarum infus besar ((16 G atau lebih), berikan larutan garam
   fisiologik atau ringer laktat dengan tetesan cepat (500 cc dalam 2 jam pertama).
Diagnosis perdarahan pada kehamilan muda :
1. Pikirkan kemungkinan kehamilan ektopik pada wanita dengan anemia, penyakit
    radang panggul (pelvic inflammatory disease- PID), gejala abortus atau keluhan
    nyeri yang tidak biasa.
    Catatan : Jika dicurigai adanya kehamilan ektopik, lakukan pemeriksaan
    bimanual secara hati-hati karena kehamilan ektopik awal bisa sampai mudah
    pecah.
2. Pikirkan kemungkinan abortus pada wanita usia reproduktif yang mengalami
    terlambat haid (lebih 1 bulan sejak haid terakhir) dan mempunyai 1 atau lebih
    tanda berikut : perdarahan, kaku perut, pengeluaran sebagian produk konsepsi,
    serviks yang berdilatasi atau uterus yang lebih kecil dari seharusnya.
3. Jika abortus merupakan kemungkinan diagnosis, kenali dan segera tangani
    komplikasi yang ada.
1. Diagnosis abortus imminens :
    – Bercak perdarahan hingga perdarahan sedang. Perdarahan ringan
       membutuhkan waktu lebih 5 menit untuk membasahi pembalut atau kain
       bersih.
    – Serviks tertutup.
    – Uterus sesuai dengan usia kehamilan.
    – Gejala / tanda : kram perut bawah dan uterus lunak.
2. Diagnosis kehamilan ektopik terganggu :
    – Bercak perdarahan hingga perdarahan sedang.
    – Serviks tertutup.
    – Uterus sedikit membesar dari usia kehamilan normal
    – Gejala / tanda : limbung atau pingsan, nyeri perut bawah, nyeri goyang porsio,
       massa adneksa, dan cairan bebas intra abdomen.
3. Diagnosis abortus komplit :
    – Bercak perdarahan hingga perdarahan sedang.
    – Serviks tertutup atau terbuka.
    – Uterus lebih kecil dari usia kehamilan normal
    – Gejala / tanda : sedikit atau tanpa nyeri perut bawah, dan riwayat ekspulsi hasil
       konsepsi.
4. Diagnosis abortus insipiens :
    – Perdarahan sedang hingga masif (banyak). Perdarahan berat membutuhkan
       waktu kurang 5 menit untuk membasahi pembalut atau kain bersih.
    – Serviks terbuka.
    – Uterus sesuai usia kehamilan.
    – Gejala / tanda : kram / nyeri perut bawah, dan belum terjadi ekspulsi hasil
       konsepsi.
5. Diagnosis abortus inkomplit :
    – Perdarahan sedang hingga masif (banyak).
    – Serviks terbuka.
    – Uterus sesuai usia kehamilan.
    – Gejala / tanda : kram / nyeri perut bawah, dan ekspulsi sebagian hasil konsepsi.
6. Diagnosis abortus mola :
    – Perdarahan sedang hingga masif (banyak).
    – Serviks terbuka.
    – Uterus lunak dan lebih besar dari usia kehamilan
    – Gejala / tanda : mual / muntah, kram perut bawah, sindrom mirip pre
       eklampsia, tidak ada janin, dan keluar jaringan seperti anggur.
Tanda dan gejala abortus antara lain nyeri abdomen bawahnyeri lepasuterus terasa lemas,perdarahan berlanjut, lemah, lesu, demamsekret vagina berbau, sekret & pus dari serviks, dannyeri goyang serviks. Komplikasinya adalah infeksi / sepsis. Penanganannya adalah mulai memberikan antibiotik sesegera mungkin sebelum melakukan aspirasi vakum manual. Antibiotiknya berupa ampisilin 2 gr IV tiap 6 jam ditambah gentamisin 5 mg/kgbb IV tiap 24 jam ditambah metronidazol 500 mg IV tiap 8 jam sampai ibu bebas demam 48 jam.
Tanda dan gejala lainnya adalah nyeri / kaku pada abdomen, nyeri lepas, distensi abdomen, abdomen terasa tegang & keras, nyeri bahu, mual-muntah, dan demam. Komplikasinya adalah perlukaan uterus, vagina atau usus. Penanganannya yaitu lakukan laparotomi untuk memperbaiki perlukaan dan lakukan aspirasi vakum manual secara berurutan. Mintalah bantuan lebih lanjut jika dibutuhkan.
2.2 Plasenta Previa
Plasenta atau ari-ari akan terbentuk dalam rahim saat seorang wanita menjadi hamil. Organ ini berfungsi untuk menyalurkan oksigen dan nutrisi untuk bayi, sekaligus mengangkat zat-zat buangan dari darah bayi.
Selama masa kehamilan, rahim seorang wanita akan berkembang dan plasenta yang normal akan melebar ke arah atas, menjauhi leher rahim atau serviks. Jika tetap berada di bagian bawah rahim atau di dekat serviks, plasenta dapat menutupi sebagian atau seluruh jalan lahir sang bayi. Kondisi inilah yang disebut plasenta previa.
A.    Gejala-gejala Plasenta Previa
Plasenta previa merupakan kondisi yang jarang dialami oleh ibu hamil. Tetapi risiko ini tetap harus diwaspadai karena dapat membahayakan jiwa ibu dan bayi di kandungan. Ibu hamil dengan plasenta previa terbukti memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami pendarahan sebelum kelahiran.
Gejala utama dari kondisi ini adalah pendarahan tanpa disertai rasa sakit, yang biasanya terjadi pada tiga bulan terakhir masa kehamilan. Tetapi tidak semua ibu hamil dengan kondisi ini akan mengalami pendarahan.
Pendarahan umumnya terjadi secara tiba-tiba dan volume darah bisa banyak atau sedikit. Pendarahan dapat berhenti dengan sendirinya, tapi akan kembali muncul dalam beberapa hari atau beberapa minggu kemudian. Selain itu, sebagian ibu hamil juga ada yang mengalami kontraksi dan nyeri di punggung atau perut bagian bawah.
Jika mengalami pendarahan dalam trimester kedua atau ketiga, sebaiknya Anda segera menghubungi dokter. Ibu hamil yang mengalami pendarahan hebat dianjurkan untuk segera ke rumah sakit.
B.     Faktor Risiko Plasenta Previa
Penyebab pasti plasenta previa belum diketahui, tapi ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko ibu hamil mengalaminya. Beberapa faktor risikonya antara lain:
  • Pernah mengalami plasenta previa pada kehamilan sebelumnya.
  • Pernah menjalani operasi caesar.
  • Pernah menjalani operasi pada rahim, misalnya kuret atau pengangkatan miom.
  • Berusia 35 tahun atau lebih.
  • Pernah melahirkan sebelumnya.
  • Pernah menjalani operasi pada rahim.
  • Menggunakan kokain.
C.     Proses Diagnosis Plasenta Previa
Posisi plasenta biasanya akan diketahui melalui pemeriksaan USG pada usia kehamilan 18-21 minggu. Jika pernah mengalami pendarahan selama kehamilan, Anda akan dianjurkan untuk menjalani USG transvaginal. Proses ini akan memberikan pencitraan yang lebih mendetail.
Jika Anda positif terdiagnosis mengalami plasenta previa, dokter akan menghindari pemeriksaan fisik rutin melalui vagina selama kehamilan. Ini dilakukan guna mengurangi risiko pendarahan. Anda juga biasanya akan kembali menjalani proses USG sebelum melahirkan untuk memeriksa lokasi plasenta serta detak jantung bayi.
Plasenta previa dapat dibagi dalam 4 kategori. Pengelompokan ini ditentukan berdasarkan posisi plasenta dan meliputi:
  • Kategori 1 – plasenta hanya tertanam di rahim bagian bawah tanpa menutupi lubang serviks.
  • Kategori 2 – plasenta mencapai lubang serviks bagian dalam, tapi tidak menutupinya.
  • Kategori 3 – plasenta menutupi sebagian lubang serviks.
  • Kategori 4 – plasenta menutupi seluruh lubang serviks termasuk saat lubang serviks terbuka dan melebar.
Ibu hamil yang mengalami plasenta previa kategori 1 dan 2 biasanya masih diizinkan untuk melahirkan secara normal. Sedangkan plasenta previa kategori 3 dan 4 akan membutuhkan prosedur caesar.
D.    Penanganan dan Komplikasi Plasenta Previa
Penanganan untuk plasenta previa biasanya meliputi istirahat sebanyak-banyaknya, transfusi darah jika perli, serta operasi caesar. Langkah penanganan yang dipilih tergantung pada beberapa faktor, yaitu:
  • Apakah terjadi pendarahan atau tidak.
  • Tingkat keparahan pendarahan.
  • Kondisi kesehatan sang ibu dan bayi.
  • Usia kandungan.
  • Posisi plasenta dan bayi.
Ibu hamil yang tidak atau hanya mengalami sedikit pendarahan biasanya tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit, tapi harus tetap waspada. Dokter umumnya akan menganjurkan istirahat di rumah. Terkadang bahkan ada ibu hamil yang dianjurkan untuk terus berbaring dan hanya boleh duduk atau berdiri jika benar-benar diperlukan. Berhubungan seks juga sebaiknya dihindari karena dapat memicu pendarahan pada penderita plasenta previa. Begitu juga dengan olahraga. Jika terjadi pendarahan, ibu hamil dihimbau untuk segera ke rumah sakit sebelum pendarahan bertambah parah.
Sementara itu, ibu hamil yang pernah mengalami pendarahan selama masa kehamilan disarankan untuk menjalani sisa masa kehamilan di rumah sakit dari minggu ke-34. Langkah ini dianjurkan agar pertolongan darurat, seperti transfusi darah, bisa segera diberikan jika pendarahan kembali terjadi. Prosedur caesar juga akan dilakukan begitu kehamilan mencapai batas usia yang cukup, yaitu minggu ke-36. Sebelum menjalaninya, sang ibu biasanya akan diberi kortikosteroid guna mempercepat perkembangan paru-paru bayi dalam kandungannya.
Bagi ibu hamil dengan pendarahan yang tidak kunjung berhenti, dokter akan menganjurkan prosedur caesar meski usia kandungan belum cukup.
Jika tidak ditangani, plasenta previa dapat menyebabkan komplikasi serius dan berakibat fatal bagi ibu dan bayi, misalnya pendarahan hebat pada saat melahirkan dan bahkan setelahnya.
2.3  Solutio Plasenta
Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta dari dinding rahim sebelum proses persalinan, baik seluruhnya maupun sebagian, dan merupakan komplikasi kehamilan yang serius namun jarang terjadi. Plasenta berfungsi memberikan nutrisi serta oksigen pada janin yang dikandung, dan merupakan organ yang tumbuh di dalam rahim selama masa kehamilan.
A. Gejala Solusio Plasenta
Usia kehamilan enam bulan keatas, terutama beberapa pekan sebelum proses persalinan merupakan waktu yang paling sering mengalami solusio plasenta. Di bawah ini adalah beberapa gejala solusio plasenta yang bisa terjadi:
  • Nyeri punggung.
  • Kontraksi berlangsung cepat.
  • Pendarahan pada vagina.
  • Rahim terasa sakit.
  • Nyeri perut.
  • Kurang bergeraknya bayi yang berada dalam kandungan atau tidak seperti biasanya.
B. Penyebab Solusio Plasenta
Hingga saat ini penyebab pasti terjadinya solusio plasenta belum diketahui, namun ada beberapa hal yang bisa meningkatkan risiko solusio plasenta, yaitu:
  • Wanita yang merokok atau yang menyalah gunakan narkoba.
  • Wanita yang berusia di atas 40 tahun.
  • Wanita yang pernah mengalami solusio plasenta sebelumnya.
  • Wanita yang pernah melahirkan bayi kembar.
  • Wanita yang memiliki tekanan darah tinggi atau hipertensi.
  • Wanita yang memiliki gangguan pembekuan darah.
  • Wanita yang pernah mengalami trauma pada perut, seperti terjatuh atau terkena pukulan.
  • Air ketuban bocor atau pecah terlalu awal.
C. Diagnosis Solusio Plasenta
Untuk mendiagnosis solusio plasenta, awalnya dokter akan melakukan pemeriksaan fisik guna memeriksa tekanan rahim, apakah lunak atau keras. Dan mungkin diperlukan tes darah atau ultrasound untuk membantu mengetahui penyebab terjadinya pendarahaan vagina. Ultrasound frekuensi tinggi juga bisa digunakan untuk melihat rahim, namun tidak selalu bisa untuk melihat adanya solusio plasenta.
E.     Perawatan Solusio Plasenta
Perawatan solusio plasenta yang dilakukan tergantung pada keadaan bayi yang dikandung dan usia kehamilan. Plasenta yang sudah terlepas dari dinding rahim tidak bisa ditempelkan kembali.
Anda mungkin akan dirawat di rumah sakit jika usia kehamilan di bawah 34 minggu, detak jantung bayi normal dan kondisi tergolong ringan. Namun jika usia kehamilan sudah di atas 34 minggu dan solusio plasenta membahayakan ibu dan bayi yang dikandung, maka dokter akan menyarankan untuk segera melakukan proses persalinan, biasanya dengan operasi caesar. Jika ibu hamil mengalami pendarahan yang parah, makan transfusi darah akan dilakukan.
F.      Komplikasi Solusio Plasenta
Solusio plasenta dapat menimbulkan komplikasi dan membahayakan jiwa ibu dan bayi yang dikandung. Ibu hamil yang menderita solusio plasenta kemungkinan bisa mengalami gangguan pembekuan darah dan syok akibat kehilangan darah. Selain itu, komplikasi akibat solusio plasenta juga bisa menyebabkan kondisi gagal ginjal atau gagal organ tubuh lainnya. Pendarahan juga kemungkinan terjadi setelah proses persalinan. Operasi histerektomi atau pengangkatan rahim mungkin akan dilakukan jika pendarahan yang terjadi tidak bisa dikendalikan.
Sedangkan komplikasi akibat solusio plasenta pada bayi yang dikandung dapat menyebabkan kelahiran prematur serta kekurangan asupan nutrisi dan oksigen. Bahkan komplikasi yang serius dapat menyebabkan bayi terlahir dalam keadaan meninggal.
2.4  Ruptura Uteri
Ruptura uteri digolongkan menjadi ruptura uteri lengkap dan ruptura uteri tidak lengkap, tergantung apakah laserasi tersebut berhubungan dengan kavum peritonei (lengkap) atau dipisahkan dari kavum tersebut oleh peritoneum viseralis uterus atau oleh ligamentum kardinale (tidak lengkap).Ruptura uteri yang tidak lengkap bisa berubah menjadi lengkap.
            Harus juga dibedakan antara ruptura jaringan parut bekas seksio sesarea dan dehisensi jaringan parut bekas seksio sesarea.Ruptura paling tidak berarti pelepasan atau pemisahan luka insisi lama di sepanjang uterus dengan robeknya selaput ketuban sehingga kavum uteri berhubungan langsung dengan kavum peritoneum.Pada keadaan ini seluruh atau sebagian janin mengalami ekstrusi ke dalam kavum peritoneum.Disamping itu, biasanya terjadi perdarahan yang masif dari tepi jaringan parut atau dari perluasan robekan yang mencapai bagian uterus yang tadinya tidak apa-apa.Sebaliknya, pada dehisensi jaringan parut bekas seksio sesarea, selaput ketuban tidak pecah dan janin tidak mengalami ekstruksi ke dalam kavum peritoneum.Ciri khas dari dehisensi adalah pemisahan tersebut tidak mengenai seluruh jaringan parut yang sudah ada sebelumnya pada uterus, sehingga peritoneum yang melapisi defek masih utuh dan perdarahan minimal atau tidak ada.
A.    Etikologi
a.       Ruptur jaringan parut uterus
                                    1. Jaringan parut seksio sesarea (merupakan penyebab terbanyak)
                                    2. Riwayat kuretase atau perforasi uterus
                                    3. Trauma abdomen
                        b. Persalinan yang terhambat akibat disproporsi cephalopelvik
                        c. Stimulasi yang berlebihan pada uterus pada induksi persalinan
                                    1. Pematangan serviks ( Misoprostol atau Dinoprostone)
                                    2. Penggunaan kokain pada masa kehamilan
                        d. Faktor-faktor lain
                                    1. Peregangan uterus yang berlebihan
                                    2. Neoplasia Trofoblastik Gestasional
                                    3. Pelepasan plasenta yang sulit secara manual
                        e. Penemuan yang tidak berhubungan dengan ruptura uteri
                                    1. Infus oksitosin dengan dosis berlebihan
                                    2. Kontraksi 5x atau lebih dalam 10 menit
                                    3. Kontraksi tetanik selama lebih dari 90 detik
B.     Klasifikasi Ruptura Uteri
1.      Ruptura Uteri Tanpa Jaringan Parut
Ruptura Spontan
Yang dimaksudkan ialah ruptura uteri yang terjadi secara spontan pada uterus yang utuh (tanpa parut).Faktor pokok di sini ialah bahwa persalinan tidak maju karena rintangan, misalnya panggul sempit, hidrosefalus, janin dalam letak lintang, dan sebagainya, sehingga segmen bawah uterus makin lama makin diregangan. Pada suatu regangan yang terus bertambah melampaui batas kekuatan jaringan miometrium sehingga  terjadilah ruptura uteri.
Faktor yang merupakan predisposisi terhadap terjadinya ruptura uteri ialah multiparitas; di sini di tengah-tengah miometrium sudah terdapat banyak jaringan ikat yang menyebabkan kekuatan dinding uterus menjadi kurang, sehingga regangan lebih mudah menimbulkan robekan.Banyak juga dilaporkan bahwa kebiasaan yang dilakukan oleh dukun-dukun memudahkan terjadinya ruptura uteri.Pada persalinan yang kurang lancar, dukun-dukun itu biasanya melakukan tekanan keras ke bawah terus menerus pada fundus uteri; hal ini dapat menambah tekanan pada segmen bawah uterus yang regang dan mengakibatkan terjadinya ruptura uteri.Pemberian oksitosin dalam dosis yang terlampau tinggi dan/atau atas indikasi yang tidak tepat, bisa pula menyebabkan ruptura uteri.
                                      Ruptura Uteri Traumatik 
Ruptura uteri yang disebabkan oleh trauma dapat terjadi karena jatuh, kecelakaan seperti tabrakan dan sebagainya.Robekan demikian itu yang bisa terjadi pada setiap saat dalam kehamilan, jarang terjadi karena rupanya otot uterus cukup tahan terhadap trauma dari luar.Yang lebih sering terjadi ialah ruptura uteri yang dinamakan ruptura uteri violenta.Di sini karena distosia sudah ada regangan segmen bawah uterus dan usaha vaginal untuk melahirkan janin mengakibatkan timbulnya ruptura uteri.Hal ini misalnya terjadi pada versi ekstraksi pada letak lintang yang dilakukan bertentangan dengan syarat-syarat untuk tindakan tersebut. Kemungkinan besar yang lain ialah ketika melakukan embriotomi. Berhubungan dengan itu, setelah tindakan-tindakan tersebut di atas dan juga setelah ekstraksi dengan cunam yang sukar, perlu dilakukan pemeriksaan kavum uteri dengan tangan untuk mengetahui apakah terjadi ruptura uteri.Gejala-gejala ruptura uteri violenta tidak berbeda dengan ruptura uteri spontan.
Ruptura Jaringan Parut Seksio Sesarea
Pada wanita yang memiliki riwayat seksio sesarea, ruptura dapat terjadi di tempat parut luka lama. Banyak studi melaporkan bahwa wanita yang memiliki riwayat seksio sesarea satu kali dengan insisi low-horizontal, risiko terjadinya ruptura adalah 0.5 sampai 1.%. Wanita dengan riwayat seksio sesarea lebih dari satu  kali memiliki risiko ruptura yang sedikit lebih besar.
Diantara parut-parut bekas seksio sesarea, parut yang telah terjadi sesudah seksio sesarea klasik lebih sering menimbulkan ruptura uteri daripada parut bekas seksio sesarea profunda. Perbandingannya ialah 4:1.Hal ini disebabkan oleh karena luka pada segmen bawah uterus yang menyerupai daerah uterus yang lebih tenang dapat masa nifas dapat sembuh dengan lebih baik, sehingga parut lebih kuat. Ruptura uteri pada bekas parut seksio sesaria klasik juga lebih sering terjadi pada kehamilan tua sebelum persalinan dimulai, sedang peristiwa tersebut pada parut bekas seksio sesaria profunda umumnya terjadi pada waktu persalinan. Ruptura uteri pasca seksio sesarea bisa menimbulkan gejala-gejala seperti telah diuraikan lebih dahulu, akan tetapi bisa juga terjadi tanpa banyak menimbulkan gejala. Dalam hal yang terakhir ini tidak terjadi robekan yang mendadak, melainkan lambat laun jaringan di sekitar bekas luka menipis untuk akhirnya terpisah sama sekali dan terjadilah ruptura uteri. Di sini biasanya peritoneum tidak ikut serta, sehingga terdapat ruptura uteri inkompleta. Pada peristiwa ini ada kemungkinan arteri besar terbuka dan timbul perdarahan yang untuk sebagian berkumpul di ligamentum latum dan untuk sebagian keluar.Biasanya janin masih tinggal dalam uterus dan his kadang-kadang masih ada.
Sementara itu penderita merasa nyeri spontan atau nyeri pada perabaan    tempat bekas luka. Jika arteri besar terluka, gejala-gejala perdarahan dengan anemia dan syok; janin dalam uterus meninggal pula.               
C. Mekanisme Terjadinya Ruptura  Uteri
            Mekanisme utama dari ruptura uteri disebabkan oleh peregangan berlebihan dari uterus yang kadang disertai pembentukan cincin retraksi patologis pada ruptura uteri.Bila disproporsi yang terjadi sedemikian besar maka uterus menjadi sangat teregang dan kemudian dapat menyebabkan ruptura.Walaupun jarang, dapat timbul konstriksi atau cincin lokal uterus pada persalinan yang berkeapanjangan.Yang paling sering adalah cincin retraksi patologis Bandl.
Lingkaran Bandl ini dianggap fisiologik bila dijumpai 2-3 jari di atas simfisis, bila meninggi maka kita harus waspada terhadap kemungkinan adanya ruptura uteri iminens (RUI).
Rumus mekanisme terjadinya Ruptura Uteri:
          R = H + O                                 dimana            R = Ruptura
                                                                                    H = His kuat (tenaga)
                                                                                    O = Obstruksi (halangan)
Pada waktu in partu, korpus uteri mengadakan kontraksi sedang SBR tetap pasif dan serviks menjadi lembek (effacement dan pembukaan). Bila oleh sesuatu sebab partus tidak dapat maju (obstruksi), sedang korpus uteri berkontraksi terus dengan hebatnya (his kuat), maka SBR yang pasif akan tertarik ke atas menjadi bertambah regang dan tipis- lingkaran Bandl ikut meninggi, sehingga suatu waktu terjadilah robekan pada SBR tadi- Ruptura Uteri.
D. Gejala Ruptura Uteri
Gejala Ruptura Uteri Iminens
  1. Partus telah lama berlangsung
  2. Pasien nampak gelisah, ketakutan, disertai dengan perasaan nyeri di perut.
  3. Pada setiap datangnya his pasien memegang perutnya dan mengerang kesakitan bahkan meminta supaya anaknya secepatnya dikeluarkan.
  4. Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasa.
  5. Ada tanda dehidrasi karena partus yang lama (prolonged labor), yaitu mulut kering, lidah kering dan haus, badan panas (demam).
  6. His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus-menerus.
  7. Ligamentum rotundum teraba seperti kawat listrik yang tegang, tebal dan keras, terutama sebelah kiri atau keduanya.
  8. Pada waktu datang his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan SBR teraba tipis dan nyeri kalau ditekan.
  9. Di antara korpus dan SBR nampak lingkaran Bandl sebagai lekukan  melintang yang bertambah lama bertambah tinggi, menunjukkan SBR yang semakin tipis dan teregang. Sering lingkaran Bandl ini dikelirukan dengan kandung kemih yang penuh, untuk itu lakukan kateterisasi kandung kemih. Dapat peregangan dan tipisnya SBR terjadi di dinding belakang sehingga tidak dapat kita periksa, misalnya terjadi pada asinklitismus posterior atau letak tulang ubun-ubun belakang.
  10. Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan    teregang ke atas, terjadi robekan-robekan kecil pada kandung kemih, maka pada kateterisasi ada hematuri.
  11. Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia).
  12. Pada pemeriksaan dalam dapat dijumpai tanda-tanda obstruksi seperti edema porsio, vagina, vulva dan kaput kepala janin yang besar.
      Bila ruptura uteri yang mengancam dibiarkan terus, maka suatu saat akan  terjadilah ruptura uteri.
2.5  Ketuban Pecah Dini
Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya selaput ketuban sebelum terjadi proses persalinan yang dapat terjadi pada usia kehamilan cukup waktu atau kurang waktu (Cunningham, Mc. Donald, gant, 2002).
Ketuban Pecah Dini adalah rupturnya membrane ketuban sebelum persalinan berlangsung (Manuaba, 2002).
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan.
A.    Penyebab
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya kekuatan membran atau meningkatnya tekanan intrauterin atau oleh kedua faktor tersebut. Berkurangnya kekuatan membran disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina dan serviks. Selain itu ketuban pecah dini merupakan masalah kontroversi obstetri. Penyebab lainnya adalah sebagai berikut :
1. Inkompetensi serviks (leher rahim)
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut kelainan pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin yang semakin besar.
2. Peninggian tekanan inta uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihandapat menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini. Misalnya :
a. Trauma : Hubungan seksual, pemeriksaan dalam, amniosintesis
b. Gemelli
Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih. Pada kehamilan gemelli terjadi distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban ) relative kecil sedangkan dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput ketuban tipis dan mudah pecah. (Saifudin. 2002)
c. Makrosomia
Makrosomia adalah berat badan neonatus >4000 gram kehamilan dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus yang meningkat atau over distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin bertambah sehingga menekan selaput ketuban, manyebabkan selaput ketuban menjadi teregang,tipis, dan kekuatan membrane menjadi berkurang, menimbulkan selaput ketuban mudah pecah. (Winkjosastro, 2006)
d. Hidramnion
Hidramnion atau polihidramnion adalah jumlah cairan amnion >2000mL. Uterus dapat mengandung cairan dalam jumlah yang sangat banyak. Hidramnion kronis adalah peningaktan jumlah cairan amnion terjadi secara berangsur-angsur. Hidramnion akut, volume tersebut meningkat tiba-tiba dan uterus akan mengalami distensi nyata dalam waktu beberapa hari saja
3. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang.
4. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum masuk PAP (sepalo pelvic disproporsi).
5. Korioamnionitis
Adalah infeksi selaput ketuban. Biasanya disebabkan oleh penyebaranorganism vagina ke atas. Dua factor predisposisi terpenting adalah pecahnyaselaput ketuban > 24 jam dan persalinan lama.
6. Penyakit Infeksi
Adalah penyakit yang disebabkan oleh sejumlah mikroorganisme yangmeyebabkan infeksi selaput ketuban. Infeksi yang terjadi menyebabkanterjadinya proses biomekanik pada selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan ketuban pecah.
7. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetik)
8. Riwayat KPD sebelumya
9. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
10. Serviks (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23 minggu

B.     Tanda Dan Gejala
Tanda yang terjadi adalah keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina. Aroma air ketuban berbau amis dan tidak seperti bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena terus diproduksi sampai kelahiran. Tetapi bila Anda duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah biasanya “mengganjal” atau “menyumbat” kebocoran untuk sementara.
Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi.
C.     Diagnosis
a.       Pastikan selaput ketuban pecah.
b.      Tanyakan waktu terjadi pecah ketuban.
c.       Cairan ketuban yang khas jika keluar cairan ketuban sedikit-sedikit, tampung cairan yang keluar dan nilai 1 jam kemudian.
d.      Jika tidak ada dapat dicoba dengan menggerakan sedikit bagian terbawah janin atau meminta pasien batuk atau mengedan.
e.       Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes lakmus (nitrazintes), jika lakmus merah berubah menjadi biru menunjukan adanya cairan ketuban (alkalis). pH normal dari vagina adalah 4-4,7 sedangkan pH cairan ketuban adalah 7,1-7,3. Tes tersebut dapat memiliki hasil positif yang salah apabila terdapat keterlibatan trikomonas, darah, semen, lendir leher rahim, dan air seni.
f.       Tes Pakis, dengan meneteskan cairan ketuban pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan mikroskopik menunjukan kristal cairan amniom dan gambaran daun pakis.
g.      Tentukan usia kehamilan, bila perlu dengan pemeriksaan USG.
h.      Tentukan ada tidaknya infeksi.
i.        Tanda-tanda infeksi adalah bila suhu ibu lebih dari 38OC serta cairan ketuban keruh dan berbau.
j.        Leukosit darah lebih dari 15.000/mm3.
k.      Janin yang mengalami takikardi, mungkin mengalami infeksi intrauterin.
l.        Tentukan tanda-tanda persalinan.
m.    Tentukan adanya kontraksi yang teratur
n.      Periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif ( terminasi kehamilan )
2.6  Preeklampsi
Preeklampsi adalah keadaan dimana hipertensi disertai dengan proteinuria, edema akibat usia kehamilan setelah minggu ke 20 atau kadang-kadang timbul lebih awal bila terdapat perubahan hidatidiformis yang luas pada vili dan koralis.
A.    Gejala
·         Hipertensi (Tekanan darah mengalami peningkatan)
·         Berat badan bertambah biasanya lebih dari 2 pon (0,9 kg) seminggu.
·         Sakit kepala.
·         Penglihatan terganggu (Kabur, sensitif terhadap cahaya, dll)
·         Mual dan muntah.
·         Produksi urin menurun.
·         Ada kandungan protein yang tinggi dalam urine.
·         Nyeri perut dibagian atas, biasanya dibawah tulang rusuk sisi kanan.
B.     Faktor Penyebab Preeklampsi
·         Riwayat keluarga. Jika anggota keluarga ada yang mengidap penyakit ini, maka resiko untuk mengalaminya semakin besar.
·         Umur. Resiko preeklampsi pada wanita hamil muda lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang usianya lebih dari 40 tahun.
·         Banyaknya bayi yang dikandung. Preeklampsi sering terjadi pada wanita yang mengandung bayi kembar.
·         Obesitas.
·         Kurang vitamin D.
·         Memiliki protein urin tinggi.
·         Diabetes.
2.7  Eklampsi
Eklampsi adalah kelainan akut pada ibu hamil saat hamil tua, persalinan atau masa nifas ditandai dengan timbulnya kejang atau koma, dimana sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala preeklampsi (hipertensi, edema, proteinuria).
A.    Penyebab Etiologi Eklampsi
Eklampsi disebabkan ischaemiarahim dan plasenta. Selama kehamilan uterus memerlukan darah lebih banyak. Pada molahidatidosa, hydramnion, kehamilan ganda, multipara, pada kehamilan, pada persalinan, juga pada penyakit pembuluh darah ibu, diabetes, peredaran darah dalam dinding uterus kurang, maka keluarlah zat-zat dari plasenta atau decidua yang menyebabkan vaso pasmus dan hipertensi.
2.8  IUFD
Kematian janin dalam kandungan disebut Intra Uterin Fetal Death (IUFD), yakni kematian yang terjadi saat usia kehamilan lebih dari 20 minggu atau pada trimester kedua dan atau yang beratnya 500 gram. Jika terjadi pada trimester pertama disebut keguguran atau abortus.
 Ada juga pendapat lain yang mengatakan kematian janin dalam kehamilan adalah kematian janin dalam kehamilan sebelum proses persalinan berlangsung pada usia kehamilan 28 minggu ke atas atau berat janin 1000 gram ke atas.
A. Etiologi
1. Fetal (penyebab 25-40%)
• Anomali/malformasi kongenital mayor : Neural tube defek, hidrops, hidrosefalus,    kelainan jantung congenital.
• Kelainan kromosom termasuk penyakit bawaan.
Kematian janin akibat kelainan genetik biasanya baru terdeteksi saat kematian sudah terjadi, melalui otopsi bayi. Jarang dilakukan pemeriksaan kromosom saat janin masih dalam kandungan. Selain biayanya mahal, juga sangat berisiko. Karena harus mengambil air ketuban dari plasenta janin sehingga berisiko besar janin terinfeksi, bahkan lahir prematur.
• Kelainan kongenital (bawaan) bayi
Yang bisa mengakibatkan kematian janin adalah hidrops fetalis, yakni akumulasi cairan dalam tubuh janin. Jika akumulasi cairan terjadi dalam rongga dada bisa menyebabkan hambatan nafas bayi. Kerja jantung menjadi sangat berat akibat dari banyaknya cairan dalam jantung sehingga tubuh bayi mengalami pembengkakan atau terjadi kelainan pada paru-parunya.
• Janin yang hiperaktif
Gerakan janin yang berlebihan, apalagi hanya pada satu arah saja bisa mengakibatkan tali pusat yang menghubungkan ibu dengan janin terpelintir. Akibatnya, pembuluh darah yang mengalirkan suplai oksigen maupun nutrisi melalui plasenta ke janin akan tersumbat. Tak hanya itu, tidak menutup kemungkinan tali pusat tersebut bisa membentuk tali simpul yang mengakibatkan janin menjadi sulit bergerak. Hingga saat ini kondisi tali pusat terpelintir atau tersimpul tidak bisa terdeteksi. Sehingga, perlu diwaspadai bilamana ada gejala yang tidak biasa saat hamil.
2. Placental  (penyebab 25-35%)
            • Abruption
            • Kerusakan tali pusat
            • Infark plasenta
            • Infeksi plasenta dan selaput ketuban
            • Intrapartum asphyxia
            • Plasenta Previa
            • Twin to twin transfusion S
            • Chrioamnionitis
            • Perdarahan janin ke ibu
            • Solusio plasenta
3. Maternal  (penyebab 5-10%)
            • DM
            • Hipertensi
            • Trauma
            • kehamilan lewat waktu (posterrm)
            • Ruptur uterus
            • Postterm pregnancy
            • Obat-obat                

            Kehamilan lebih dari 42 minggu. Jika kehamilan telah lewat waktu, plasenta akan mengalami penuaan sehingga fungsinya akan berkurang. Janin akan kekurangan asupan nutrisi dan oksigen. Cairan ketuban bisa berubah menjadi sangat kental dan hijau, akibatnya cairan dapat terhisap masuk ke dalam paru-paru janin. Hal ini bisa dievaluasi melalui USG dengan color doppler sehingga bisa dilihat arus arteri umbilikalis jantung ke janin. Jika demikian, maka kehamilan harus segera dihentikan dengan cara diinduksi. Itulah perlunya taksiran kehamilan pada awal kehamilan dan akhir kehamilan melalui USG.
B.      Tanda Dan Gejala
1. Ibu tidak merasakan gerakan janin
2. Gerakan janin tidak dirasakan lagi
3. Uterus tegang / kaku.
·         Gawat janin atau DJJ tidak terdengar. Solusio plasenta
·         Gerakan janin dan DJJ tidak ada
·         Perdarahan 
·         Nyeri perut hebat Syok 
·         Perut kembung / cairan bebas intra abdominal 
·         Kontur uterus abnormal
·         Abdomen nyeri
·         Bagian – bagian janin teraba 
·         Denyut nadi bu cepat Rupture uteri
·         Gerakan janin berkurang atau hilang
·         DJJ abnormal(<100/menit atau >140/ menit) Cairan ketuban bercampur mekonium
·         Gawat janin
·         Gerakan janin / DJJ hilang Tanda – tanda kehamilan berhenti
·         Tinggi fundus uteri berkurang
·         Pembesaran uterus berkurang Kematian janin
4. Adanya gelembung-gelembung gas pada badan janin
C. Komplikasi
  • Kematian janin akan menyebabkan desidua plasenta menjadi rusak  menghasilkan  masuk kedalam peredaran darah ibu tromboplastin¡  pembekuan intravaskuler  yang dimulai dari endotel pembuluh darah oleh  terjadi pembekuan darah trombosit   Disseminated yang meluas   hipofibrinogenemia (kadar intravascular coagulation  fibrinogen < 100 mg%), biasa pada 4-5 minggu sesudah IUFD.
  • Kadar normal fibrinogen pada wanita hamil adalah 300-700mg%. Akibat kekurangan fibrinogen maka dapat terjadi hemoragik post partum. Partus biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah janin mati.   Dampak psikologis dapat timbul pada ibu setelah lebih dari 2 minggu kematian janin yang dikandungnya. 
  • DJJ tidak terdengar 
  • Uterus tidak membesar, fundus uteri turun
  • Pergerakan anak tidak teraba lagi oleh pemeriksa 
  • Palpasi anak menjadi tidak jelas 
  • Reaksi biologis menjadi negatif setelah anak mati kurang lebih 10 hari
  • Bila janin yang mati tertahan 5 minggu atau lebih, kemungkinan Hypofibrinogenemia 25%.


































BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Tanda- tanda komplikasi kehamilan dini bisa menjadi acuan bagi ibu untuk selalu waspada dan siaga serta selalu memelihara kandungannya. Dimana dipembahasan ini telah diuraikan diatas masalah tanda-tanda komplikasi ibu dan janin masa kehamilan muda.
3.2 Saran
Diharapkan dengan makalah ini dapat meningkatkan kesehatan khususnya dalam bidang kebidanan sehingga dapat memaksimalkan kita untuk memberikan health education untuk mencegah infeksi.



















DAFTAR PUSTAKA
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jilid 1. Jakarta: EGC
https://dokterbagus.wordpress.com/2015/03/16/kematian-perinatal-iufd/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar