HUKUM RAHASIA JABATAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak permulaan sejarah kehidupan umat manusia telah diketahui adanya
hubungan kepercayaan diantara sesamanya. Dunia kedokteran juga mengenal
hubungan kepercayaan antara dokter dengan pasien yang diwujudkan dalam
bentuk transaksi terapeutik.
Pasien dalarn transaksi
terapeutik ini mempunyai hak atas rahasia kedokteran, yaitu segala sesuatu yang
oleh pasien secara sadar atau tidak sadar disampaikan kepada dokter yang
merawat dirinya. Selanjutnya dokter diwajibkan berdasarkan profesinya untuk
menyimpan rahasia yang dipercayakan kepadanya. Dokter tidak boleh mengungkap
rahasia kedokteran tanpa persetujuan pasien.
Menurut Hanafiah, Rahasia
adalah sesuatu yang disembunyikan dan hanya diketahui oleh satu orang, oleh
beberapa orang saja, atau oleh kalangan tertentu. Kewajiban untuk menyimpan rahasia kedokteran pada pokoknya ialah kewajiban
moril yang sudah ada sejak zaman hippokrates jadi lama sebelumnya sebelum
undang-undang atau peraturan yang mengatur soal tersebut.
Kewajiban
dokter untuk merahasiakan hal-hal yang diketahui adalah berdasarkan pada norma kesusilaan dan norma hukum. Adapun norma kesusilaan yang menjadi pegangan para dokter sejak dahulu
kala adalah Sumpah Hippocrates(460-377 SM), yang maknanya tersimpul
dalam kalimat : “Segala sesuatu yang
kulihat dan kudengar dalam melakukan praktekku, akan aku simpan sebagai
rahasia” ( Soerjono, 1998).
Ternyata norma kesusilaan yang tersimpul dalam Sumpah
Hippocrates tersebut dianggap tidak mencukupi dan hanya merupakan self
imposed regulation, karena ditaati tidaknya tergantung kepada si pelaku itu
sendiri. Oleh karena itu banyak
Negara memiliki undang-undang yang umumnya disusun untuk memperkuat
rahasia jabatan dokter sehingga dapat menjamin kepentingan masyarakat (Soerjono,
1998).
Selain, dalam kenyataannya menjaga rahasia tidak semudah teori sehingga
kerapkali menimbulkan masalah. Tidak jarang seorang dokter dihadapkan pada
suatu dilema. Dokter
harus menjaga rahasia pasien atau harus membukanya demi kepentingan umum yang
lebih bermanfaat. Dokter harus memilih di antara keduanya yang sama-sama sulit.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Rahasia Jabatan
Rahasia jabatan adalah rahasia
seseorang dalam pekerjaan/jabatannya sebagai pejabat struktural. Dalam hal
inilah profesionalitas seseorang dalam memangku suatu jabatan dapat dinilai.
Misalnya rahasia jabatan dalam kedokteran
adalah rahasia dokter sebagai pejabat stuktural, sedangkan rahasia pekerjaan
ialah rahasia dokter pada waktu menjalankan praktiknya (fungsional).
Kewajiban menyimpan
rahasia jabatan adalah kewajiban moril yang sudah terjadi bahkan sejak zaman
Hippokrates. Untuk memperkokoh kedudukan rahasia jabatan dan pekerjaan,
Indonesia sudah mengukuhkan peraturan/undang-undang tentang rahasia jabatan.
Rahasia jabatan kedokteran diatur dalam Peraturan Pemerintah no. 10 tahun 1966,
yang mana mengatakan bahwa dokter wajib menyimpan rahasia kedokteran.
Rahasia jabatan dokter
dimaksud untuk melindungi rahasia dan untuk menjaga tetap terpeliharanya
kepercayaan pasien dan dokter. Dokter berkewajiban menyimpan data-data seperti
rekap medis seseorang yang sedang atau telah melakukan pengobatan. Oleh karena
tanggung jawab menyimpan rahasia pasien ini adalah suatu tanggung jawab moril,
perihal rahasia jabatan ini juga diucapkan pada sumpah jabatan seorang dokter,
juga oleh KODEKI.
Pada umumnya, saat
menjalani pengobatan, seorang dokter akan bertanggung jawab kepada pasien.
Sehingga dokter yang bertanggung jawab tersebut berkewajiban untuk memberikan
informasi medis apabila diperlukan. Akan tetapi dalam kasus/keadaan tertentu,
tugas memberikan informasi medis ini dapat juga disampaikan oleh dokter lain
dengan sepengetahuan dokter yang bertanggung jawab.
2.2
Undang-undang Tentang Rahasia Jabatan
Menurut ketentuan pasal 1 PP
No 10 tahun 1966 tentang wajib simpan rahasia kedokteran, yang dimaksud dengan
rahasia kedokteran adalah “segala sesuatu yang diketahui oleh orang-orang
tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam
lapangan kedokteran”.
Didalam penjelasan pasal 1 tentang kata – kata “segala sesuatu yang
diketahui” maksudnya adalah segala fakta yang didapat dalam pemeriksaan pasien,
interprestasinya untuk menegakkan diagnosa dan melakukan pengobatan dari
anamnesa, pemeriksaan jasmaniah, pemeriksaan dengan alat-alat kedokteran dan
sebagainya. Juga termasuk fakta yang dikumpulkan oleh pembantu-pembantunya. Menurut Hanafiahh, rahasia
jabatan ialah rahasia dokter pada waktu menjalankan prakteknya (fungsional).
Rahasia
jabatan juga berlaku pada pekerjaan lain, misalnya sebagai Pegawai Negeri Sipil
(PNS). Dalam Peraturan Pemerintah no. 30 tahun 1980 dinyatakan bahwa PNS wajib
menyimpan rahasia negara atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya. Akan
tetapi, rahasia jabatan sedikit berbeda bila dalam pengadilan. Dalam
persidangan, kewajiban menyimpan rahasia jabatan itu ditiadakan. Misalnya,
seorang notaris dalam persidangan, haruslah memberikan keterangan
sejelas-jelasnya bila dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus pajak.
2.3 Aturan Hukum Yang Mengatur Rahasia
Jabatan Tenaga Kesehatan
a. PP No.
10/1966 Menetapkan Simpan Rahasia Kedokteran.
Semua petugas kesehatan wajib
menyimpan rahasia kedokterantermasuk berkas rekam medik.
b. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( KUHP ), Pasal 322 menyebutkan bahwa :
·
Ayat (1) Barang siapa dengan sengaja
membuka suatu rahasia, yang menurut jabatan atau pekerjaannya, baik yang
sekarang maupun yang dahulu, ia di wajibkan untuk menyimpannya, dihukum dengan
pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak sembilan
ribu rupiah.
·
Ayat (2) Jika kejahatan itu
dilakukan terhadap seseorang tertentu, nraka perbuatan itu hanya dapat dituntut
atas pengaduan orang itu.
c. UU No 36
tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 57 menyebutkan bahwa :
(1)
Setiap
orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan
pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan
kesehatan”
(2) Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi
sebagaimana dimaksud pada ayat tidak berlaku
dalam hal:
a. Perintah undang-undang;
b. Perintah pengadilan;
c. Izin yang bersangkutan;
d. Kepentingan masyarakat; atau
e. Kepentingan orang tersebut
d. UU No 22 tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, Pasal 32 :
Setiap pasien mempunyai hak
(i) mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasik
data-data medisnya.
2.4 Sanksi Hukum
Sanksi hukum apabila melakukan
pelanggaran terhadap rahasia jabatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan,
yaitu :
a. Sanksi Administrative
b. Sanksi Pidana
c. Sanksi Perdata
d. Sansksi Disiplin
2.5
Tenaga Kesehatan Yang Wajib Menyimpan Rahasia
Pasien
Ketentuan pasal 3 dari PP No 10 tahun 1966 tentang wajib simpan
rahasia kedokteran “ bahwa pihak-pihak yang diwajibkan menyimpan rahasia yang
dimaksudkan dalam pasal 1 adalah :
a. Tenaga
kesehatan menurut pasal 2 peraturan pemerintah no 32 tahun 1996 tentang Tenaga
kesehatan adalah sebagai berikut:
1) Tenaga kesehatan terdiri dari :
a) Tenaga medis;
b) Tenaga Keperawatan;
c) Tenaga
Kefarmasian;
d) Tenaga Kesehatan Masyarakat;
e) Tenaga Gizi;
f) Tenaga
Keterapian Fisik; dan
g) Tenaga Keteknisan Medik.
2) Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi.
3) Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan.
4) Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.
5) Tenaga kesehatan masyarakat
meliputi epidemiolog kesehatan, entomology kesehatan, mikrobiologi kesehatan,
penyuluhan kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian.
6) Tenaga gizi rneliputi nutrisionis dan dietisien.
7) Tenaga keterapian fisik meiiputi fisioterapis, okupasiterapis, dan terapis
wicara.
8) Tenaga keteknisan medis meliputi
radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis
kesehatan, refraksionis optisien, otorik prostetik, teknisi transfusi dan
perekam medis.
b. Mahasiswa
kedokteran, murid yang bertugas dalam lapangan pemeriksaan, pengobatan dan/atau
perawatan, dan orang lain yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
2.6 Gugurnya
Kewajiban Dokter Untuk Menyimpan Rahasia Kedokteran
Menurut
Herkutanto, sebagaimana disitir oleh J. Guwandi ada beberapa keadaan dimana
dokter dapat membuka rahasia kedokteran tersebut tanpa sanksi hukum. Keadaan
tersebut dapat dibagi dalam 2 golongan.
1) Adanya ijin
atau ijin pasien.
Pasien
dianggap telah menyatakan secara tidak langsung bahwa rahasia kedoteran itu
bukan lagi merupakan rahasia, sehingga tidak wajib dirahasiakan lagi oleh
dokter.
2) Pembukaan
rahasia kedokteran tanpa ijin pasien, karena ada dasar penghapus pidana
berdasarkan ketentuan pasal 48,50, dan 51 KUHP.
Fred Ameln juga berpendapat
bahwa ada 6 hal yang memungkinkan hak pasien atas rahasia kedokteran ini di
buka oleh dokter, yaitu:
a. Diatur oleh undang-undang (misalnya UU tentang penyakit menular)
b. Pasien
mebahayakan umum atau pasien membahayakan orang lain (misalnya, sopir bis yang
berpenyakit epilepsy)
c. Pasien dapat
memperoleh hak social (misal: pasien memperoleh tunjangan khusus dari
perusahaan)
d. Pasien
jelas-jelas memberikna ijin baik lisan maupun tertulis.
e. Pasien memberikan kesan kepada dokter bahwa ia mengijinkan (dalam hal ini
pasien tersebut misalnya membawa teman pendamping di runagn praktek dokter).
f. Demi
kepentingan umum atau kepentingan yang lebih tinggi.
g. Menurut
lestari berdasarkan beberapa pendapat tersebut diatas, maka dapat diketahui
bahwa seorang dokter dapat dibebaskan dari sanksi hukum dalam hal ia
mengungkapkan rahasia kedokteran jika terdapat factor-faktor atau hal-hal
sebagai berikut:
a) Ijin dari
pasien
Seperti yang
diketahui bahwa pasien adalah pemilik rahasia kedokteran. Pasien adalah
satu-satunya orang yang berhak memutuskan boleh tidaknya konfidensialitas
tentang dirinya diungkapkan. Namun apabila pasien telah memberikan ijin untuk
mengungkapkan rahasia atas dirinya, maka dokter terbebas dari kewajibannya
menyimpan rahasia tersebut dan tidak dikenai sanksi. Ijin pasien ini dapat
diberikan secara lisan maupun tertulis ataupun secara diam-diam.
Pemberian
ijin itu bisa secara terbatas, yaitu dalam arti hanya terbatas pada orang-orang
tertentu saja. Dapat juga dibatasi oleh ruang lingkup rahasia itu sendiri,
misalkan terbatas hanya kepada apa yang diperlukan saja. Misalnya dalam
kaitannya dengan asuransi maka dokter diberikan ijin untuk mengungkapkan pada
perusahaan asuransi secara terbatas untuk keperluan asuransi tersebut.
Pemberian
ijin secara diam-diam atau anggapan. Misalnya pasien yang dirawat inap di rumah
sakit dapat dianggap telah memberikan ijin kepada dokter yang merawatnya untuk
mengadakan konsultasi kepada dokter ahli, memberitahukan penyakitnya pada
perawat dan asistennya, dan menitipkan berkas rekam medis kepada rumah sakit.
b) Adanya keadaan mendesak atau memaksa
Di dalam
keadaan terpaksa (overmacht), juga tanpa seijin pasien, dokter
dapat mengungkapkan rahasia kedokteran. Keadaan terpaksa yang dimaksud adalah
suatu situasi dimana suatu norma dapat dilanggar demi suatu kepentingan yang
lebih besar.
c) Adanya
peraturan perundang-undangan
Seorang
dokter yang membuka rahasia kedokteran tidak dapat dipidana karena melaksanakan
ketentuan undang-undang. Hal tersebut tersimpul dalam ketentuan pasal 50 KUHP
yang berbunyi : “Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksankan ketentuan
undang-undang tidak dipidana”. Misalnya kewajiban untuk melaporkan kelahiran,
kematian, kewajiban untuk melaporkan penyakit-penyakit tertentu dan sebagainya.
Dalam hal ini dapat dianggap bahwa secara materil oleh undang-undang sudah
dipertimbangkan, bahwa terdapat kepentingan yang lebih besar. Secara formil
justifikasi terletak pada adanya perundang-undangan.
d) Adanya perintah jabatan
Sebagai dasar pembenar lain untuk
melanggar kewajiban dokter untuk menyimpan rahasia kedokteran adalah adanya
perintah jabatan yang diatur dalam ketentuan pasal 51 KUHP. Pasal ini mengatur
tentang seorang dokter yang mempunyai jabatan rangkap seperti militer atau
dokter penguji kesehatan.
e) Demi kepentingan umum
Alasan ini
timbul berdasarkan kebiasaan dalam praktek, karena pasien tersebut merupakan “public
figure”, seorang tokoh pemimpin yang dianggap penting oleh masyarakat.
Misalnya tentang pengumuman tentang sakitnya pejabat Negara.
f) Adanya presumed consent dari pasien
Adanya presumed
consent, yaitu pasien telah mengetahui atau seharusnya mengetahui
bahwa data tentang dirinya akan diketahui oleh orang atau instansi selain
dokter. Misalnya apabila seorang memutuskan untuk menjadi anggota ABRI.
Dalam pasal
57 ayat 2 UU no 36 tahun 2009 tentang kesehatan disampaikan Ketentuan mengenai
hak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 (“Setiap orang berhak
atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang
telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan”) tidak
berlaku dalam hal:
1)
Perintah undang-undang;
2)
Perintah pengadilan;
3)
Izin yang bersangkutan;
4)
Kepentingan masyarakat; atau
5)
Kepentingan orang tersebut
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Rahasia
jabatan ialah rahasia dokter pada waktu menjalankan prakteknya (fungsional).
Kewajiban memegang teguh rahasia jabatan merupakan syarat yang senantiasa
harus dipenuhi untuk menciptakan suasana percaya dan mempercayai yang mutlak
diperlukan dalam hubungan dokter penderita
Kewajiban
dokter untuk menyimpan rahasia kedokteran dapat gugur dan dokter tidak dikenai
sanksi hukum apabila:
a. Ada ijin dari pasien
b. Dokter berada dalam keadaan terpaksa
c. Dokter manjalankan peraturn perundang-undangan
d. Dokter melakukan perintah jabatan
e. Demi kepentingan umum
f. Adanya presumed consent dari pasien
3.2 Saran
Sebagai seorang tenaga kesehatan, kita diwajibkan untuk
memegang teguh rahasia jabatannya terutama yang berkaitan dengan kondisi pasien.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar