Senin, 13 Juni 2016

Buku PWS KIA Bab 2


Buku PWS BAB II


BAB II
PRINSIP PENGELOLAAN PROGRAM KIA
Pengelolaan program KIA bertujuan memantapkan dan meningkatkan jangkauan serta
mutu pelayanan KIA secara efektif dan efisien. Pemantapan pelayanan KIA dewasa ini
diutamakan pada kegiatan pokok sebagai berikut :
1.  Peningkatan pelayanan antenatal sesuai standar bagi seluruh ibu hamil di semua fasilitas
kesehatan.
2.  Peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan kompeten diarahkan ke
fasilitas kesehatan.
3.  Peningkatan pelayanan bagi seluruh ibu nifas sesuai standar di semua fasilitas kesehatan.
4.  Peningkatan pelayanan bagi seluruh neonatus sesuai standar di semua fasilitas kesehatan
ataupun melalui kunjungan rumah.
5.  Peningkatan deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus oleh tenaga
kesehatan maupun masyarakat.
6.  Peningkatan penanganan komplikasi kebidanan dan neonatus secara adekuat dan
pengamatan secara terus-menerus oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan.
7.  Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh bayi sesuai standar di semua fasilitas
kesehatan.
8.  Peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh anak balita sesuai standar di semua
fasilitas kesehatan.
9.  Peningkatan pelayanan KB sesuai standar.
A. Pelayanan Antenatal
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu
selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang
ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Pelayanan antenatal sesuai standar
meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik (umum dan kebidanan), pemeriksaan laboratorium rutin
dan khusus, serta intervensi umum dan khusus (sesuai risiko yang ditemukan dalam
pemeriksaan). Dalam penerapannya terdiri atas:
1.  Timbang berat badan dan ukur tinggi badan.
2.  Ukur tekanan darah.
3.  Nilai Status Gizi (ukur lingkar lengan atas).
4.  Ukur tinggi fundus uteri.
5.  Tentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ).
6.  Skrining status imunisasi Tetanus dan berikan imunisasi  Tetanus Toksoid (TT)  bila
diperlukan.
7.  Pemberian Tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan.
8.  Test laboratorium (rutin dan khusus).
9.  Tatalaksana kasus
10.  Temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi
(P4K) serta KB pasca persalinan.
Pemeriksaan laboratorium rutin  mencakup pemeriksaan golongan darah, hemoglobin,
protein urine dan gula darah puasa. Pemeriksaan khusus dilakukan di daerah prevalensi tinggi
dan atau kelompok ber-risiko, pemeriksaan yang dilakukan adalah hepatitis B, HIV, Sifilis,
malaria, tuberkulosis, kecacingan dan thalasemia.
Dengan demikian maka secara operasional, pelayanan antenatal disebut lengkap apabila
dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar tersebut. Ditetapkan pula bahwa
frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan, dengan ketentuan
waktu pemberian pelayanan yang dianjurkan sebagai berikut :
-  Minimal 1 kali pada triwulan pertama.
-  Minimal 1 kali pada triwulan kedua.
-  Minimal 2 kali pada triwulan ketiga.
Standar waktu pelayanan antenatal tersebut  dianjurkan untuk menjamin perlindungan
kepada ibu hamil, berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan dan penanganan komplikasi.
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan antenatal
kepada Ibu hamil adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat.
B. Pertolongan Persalinan
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan yang aman
yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten. Pada kenyataan di lapangan, masih
terdapat penolong persalinan yang bukan tenaga kesehatan dan dilakukan di luar fasilitas
pelayanan kesehatan.  Oleh karena itu secara bertahap seluruh persalinan akan ditolong oleh
tenaga kesehatan kompeten dan diarahkan ke fasilitas pelayanan kesehatan.
Pada prinsipnya, penolong persalinan harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1.  Pencegahan infeksi
2.  Metode pertolongan persalinan yang sesuai standar.
3.  Manajemen aktif kala III
4.  Merujuk kasus yang tidak dapat ditangani ke tingkat pelayanan yang lebih tinggi.
5.  Melaksanakan Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
6.  Memberikan Injeksi Vit K 1 dan salep mata pada bayi baru lahir.
Tenaga kesehatan yang berkompeten memberikan pelayanan pertolongan
persalinan adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter dan bidan.
C. Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas
Pelayanan  kesehatan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada ibu
mulai 6 jam sampai 42 hari pasca bersalin oleh tenaga kesehatan. Untuk deteksi dini komplikasi
pada ibu nifas diperlukan pemantauan pemeriksaan terhadap ibu nifas dengan melakukan
kunjungan nifas minimal sebanyak 3 kali dengan ketentuan waktu :
  Kunjungan nifas pertama pada masa 6 jam sampai dengan 3 hari setelah
persalinan.
  Kunjungan nifas ke dua dalam waktu 2 minggu setelah persalinan (8  –  14
hari).
  Kunjungan nifas ke tiga dalam waktu  6 minggu setelah persalinan (36  –  42
hari).
Pelayanan yang diberikan adalah :
1.  Pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu.
2.  Pemeriksaan tinggi fundus uteri (involusi uterus).
3.  Pemeriksaan lokhia dan pengeluaran per vaginam lainnya.
4.  Pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif 6 bulan.
5.  Pemberian kapsul Vitamin A 200.000 IU sebanyak dua kali , pertama segera setelah
melahirkan, kedua diberikan setelah 24 jam pemberian kapsul Vitamin A pertama.
6.  Pelayanan KB pasca salin
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan ibu nifas adalah
: dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat.
D. Pelayanan Kesehatan Neonatus
Pelayanan kesehatan neonatus adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang
diberikan oleh tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonatus sedikitnya 3 kali, selama
periode 0 sampai dengan 28 hari setelah lahir, baik di fasilitas kesehatan maupun melalui
kunjungan rumah.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan neonatus :
1.  Kunjungan Neonatal ke-1 (KN 1) dilakukan pada kurun waktu 6 –  48 Jam setelah lahir.
2.  Kunjungan Neonatal  ke-2 (KN 2) dilakukan pada kurun waktu hari ke 3 sampai dengan hari
ke 7 setelah lahir.
3.  Kunjungan Neonatal  ke-3 (KN 3) dilakukan pada kurun waktu hari ke 8 sampai dengan hari
ke 28 setelah lahir.
Kunjungan neonatal  bertujuan untuk meningkatkan akses neonatus terhadap pelayanan
kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan/masalah kesehatan pada
neonatus. Risiko terbesar kematian neonatus terjadi pada 24 jam pertama kehidupan, minggu
pertama dan bulan pertama kehidupannya. Sehingga jika bayi lahir di fasilitas kesehatan sangat
dianjurkan untuk tetap tinggal di fasilitas kesehatan selama 24 jam pertama.
Pelayanan Kesehatan Neonatal dasar dilakukan secara komprehensif dengan melakukan
pemeriksaan dan perawatan Bayi baru Lahir dan pemeriksaan menggunakan pendekatan
Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM)  untuk memastikan bayi dalam  keadaan sehat, yang
meliputi :
1.  Pemeriksaan Bayi Baru Lahir
  Anamnesis
  Pemeriksaan Fisis :
-  Lihat postur, tonus, dan aktifitas bayi.
-  Lihat pada kulit bayi.
-  Hitung pernafasan dan lihat tarikan dinding dada ketika bayi sedang tidak menangis.
-  Hitung detak  jantung dengan stetoskop. Stetoskop diletakkan pada dada kiri bayi
setinggi apeks.
-  Lakukan pengukuran suhu ketiak dengan termometer.
-  Lihat dan raba bagian kepala.
-  Lihat pada mata.
-  Lihat bagian dalam mulut (lidah, selaput lendir)
Jika bayi menangis, masukkan satu jari yang menggunakan sarung tangan ke dalam
dan raba langit-langit.
-  Lihat dan raba pada bagian perut
Lihat pada tali pusat.
Lihat pada punggung dan raba tulang belakang.
-  Lihat pada lubang anus, hindari untuk memasukkan alat atau jari dalam melakukan
pemeriksaan anus.
-  Tanyakan pada ibu apakah bayi sudah buang air besar.
-  Lihat dan raba pada alat kelamin bagian luar.
Tanyakan pada ibu apakah bayi sudah buang air kecil.
-  Timbang bayi.
Timbang bayi dengan menggunakan selimut, hasil timbangan dikurangi selimut.
-  Mengukur panjang dan lingkar kepala bayi.
Jelaskan cara dan alat.
-  Menilai cara menyusui, minta ibu untuk menyusui bayinya.
2.  Pemeriksaan menggunakan pendekatan MTBM
  Pemeriksaan tanda bahaya seperti kemungkinan infeksi bakteri, ikterus, diare,  berat
badan rendah dan Masalah pemberian ASI.
  Pemberian Vitamin K1, Imunisasi Hepatitis B-0 bila belum diberikan pada waktu
perawatan bayi baru lahir
  Konseling terhadap ibu dan keluarga untuk memberikan ASI eksklusif, pencegahan
hipotermi dan melaksanakan  perawatan bayi baru lahir di rumah termasuk perawatan
tali pusat dengan menggunakan Buku KIA.
  Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan.
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan neonatus adalah
: dokter spesialis anak, dokter, bidan dan perawat.
E.  Deteksi dini faktor risiko dan komplikasi kebidanan dan neonatus oleh tenaga
kesehatan maupun masyarakat.
Deteksi dini kehamilan dengan faktor risiko adalah kegiatan yang dilakukan untuk
menemukan ibu hamil yang mempunyai faktor risiko dan komplikasi kebidanan. Kehamilan
merupakan proses reproduksi yang normal , tetapi tetap mempunyai risiko untuk terjadinya
komplikasi. Oleh karenanya deteksi dini oleh tenaga kesehatan dan masyarakat tentang adanya
faktor risiko dan komplikasi, serta penanganan yang adekuat sedini mungkin, merupakan kunci
keberhasilan dalam penurunan angka kematian ibu dan bayi yang dilahirkannya.
Faktor risiko pada ibu hamil adalah :
1.  Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun.
2.  Anak lebih dari 4.
3.  Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang kurang dari 2 tahun.
4.  Kurang Energi Kronis (KEK)  dengan lingkar lengan atas kurang  dari 23,5 cm, atau
penambahan berat badan < 9 kg selama masa kehamilan.
5.  Anemia dengan dari Hemoglobin < 11 g/dl.
6.  Tinggi badan kurang dari 145 cm, atau dengan kelainan bentuk panggul dan tulang
belakang
7.  Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya atau sebelum kehamilan ini.
8.  Sedang/pernah menderita penyakit kronis, antara lain : tuberkulosis, kelainan jantung-ginjal-hati, psikosis, kelainan endokrin (Diabetes Mellitus, Sistemik Lupus Eritematosus, dll),
tumor dan keganasan
9.  Riwayat kehamilan buruk: keguguran  berulang, kehamilan ektopik terganggu, mola
hidatidosa, ketuban pecah dini, bayi dengan cacat kongenital
10.  Riwayat persalinan dengan komplikasi : persalinan dengan seksio sesarea, ekstraksivakum/
forseps.
11.  Riwayat nifas dengan komplikasi : perdarahan paska persalinan, Infeksi masa nifas, psikosis
post partum (post partum blues).
12.  Riwayat keluarga menderita penyakit kencing manis, hipertensi dan riwayat cacat
kongenital.
13.  Kelainan jumlah janin : kehamilan ganda, janin dampit, monster.
14.  Kelainan besar janin : pertumbuhan janin terhambat, Janin besar.
15.  Kelainan letak dan posisi janin: lintang/oblique, sungsang pada usia kehamilan lebih dari 32
minggu.
Catatan : penambahan berat badan ibu hamil yang normal adalah 9 – 12 kg selama
masa kehamilan
Komplikasi pada ibu hamil, bersalin dan nifas antara lain :
1.  Ketuban pecah dini.
2.  Perdarahan pervaginam :
  Ante Partum : keguguran, plasenta previa, solusio plasenta
  Intra Partum : robekan jalan lahir
  Post Partum : atonia uteri, retensio plasenta, plasenta inkarserata, kelainan pembekuan
darah, subinvolusi uteri
3.  Hipertensi dalam Kehamilan (HDK): Tekanan darah tinggi (sistolik > 140 mmHg, diastolik >
90 mmHg), dengan atau tanpa edema pre-tibial.
4.  Ancaman persalinan prematur.
5.  Infeksi berat dalam kehamilan : demam berdarah, tifus abdominalis, Sepsis.
6.  Distosia: Persalinan macet, persalinan tak maju.
7.  Infeksi masa nifas.
Sebagian besar kematian ibu dapat dicegah apabila mendapat penanganan yang
adekuat di fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor waktu dan transportasi merupakan hal yang
sangat menentukan dalam merujuk kasus risiko tinggi. Oleh karenanya Deteksi faktor risiko
pada ibu baik oleh tenaga kesehatan maupun masyarakat merupakan salah satu upaya penting
dalam mencegah kematian dan kesakitan ibu.
Faktor risiko pada neonatus adalah sama dengan faktor risiko pada ibu hamil. Ibu hamil
yang memiliki faktor risiko akan meningkatkan risiko terjadinya komplikasi pada neonatus.
Deteksi dini untuk Komplikasi pada Neonatus dengan melihat tanda-tanda atau gej ala-gejala
sebagai berikut :
1.  Tidak Mau Minum/menyusu atau memuntahkan semua
2.  Riwayat Kejang
3.  Bergerak hanya jika dirangsang/Letargis
4.  Frekwensi Napas < = 30 X/menit dan >= 60x/menit
5.  Suhu tubuh <= 35,5 C dan >= 37,5 C
6.  Tarikan dinding dada ke dalam yang sangat kuat
7.  Merintih
8.  Ada pustul Kulit
9.  Nanah banyak di mata
10.  Pusar kemerahan meluas ke dinding perut.
11.  Mata cekung dan cubitan kulit perut kembali sangat lambat
12.  Timbul kuning dan atau tinja berwarna pucat
13.  Berat badan menurut umur rendah dan atau ada masalah pemberian ASI
14.  BBLR : Bayi Berat Lahir Rendah < 2500 gram
15.  Kelainan Kongenital seperti ada celah di bibir dan langit-langit.
Komplikasi pada neonatus antara lain :
1.  Prematuritas dan BBLR (bayi berat lahir rendah < 2500 gr)
2.  Asfiksia
3.  Infeksi Bakteri
4.  Kejang
5.  Ikterus
6.  Diare
7.  Hipotermia
8.  Tetanus neonatorum
9.  Masalah pemberian ASI
10.  Trauma lahir, sindroma gangguan pernapasan, kelainan kongenital, dll.
F. Penanganan Komplikasi Kebidanan
Penanganan komplikasi kebidanan adalah pelayanan kepada ibu dengan komplikasi
kebidanan untuk mendapat penanganan definitif sesuai standar oleh tenaga kesehatan
kompeten pada tingkat pelayanan dasar dan rujukan. Diperkirakan sekitar 15-20 % ibu hamil
akan mengalami komplikasi kebidanan. Komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak selalu
dapat diduga sebelumnya, oleh karenanya semua persalinan harus ditolong oleh tenaga
kesehatan agar komplikasi kebidanan dapat segera dideteksi dan ditangani.
Untuk meningkatkan cakupan dan kualitas penanganan komplikasi kebidanan maka
diperlukan adanya fasilititas pelayanan kesehatan yang mampu memberikan pelayanan obstetri
dan neonatal emergensi secara berjenjang mulai dari bidan, puskesmas mampu PONED sampai
rumah sakit PONEK 24 jam.
Pelayanan medis yang dapat dilakukan di Puskesmas mampu PONED meliputi :
1.  Pelayanan obstetri :
a.  Penanganan perdarahan pada kehamilan, persalinan dan nifas.
b.  Pencegahan dan penanganan Hipertensi dalam Kehamilan (pre-eklampsi dan eklampsi)
c.  Pencegahan dan penanganan infeksi.
d.  Penanganan partus lama/macet.
e.  Penanganan abortus.
f.  Stabilisasi komplikasi obstetrik untuk dirujuk dan transportasi rujukan.
2.  Pelayanan neonatus :
a.  Penanganan asfiksia bayi baru lahir.
b.  Penanganan bayi berat lahir rendah (BBLR).
  Hipotermi
  Hipoglikemia
  Ikterus
  Masalah pemberian minum
c.  Penanganan gangguan nafas.
d.  Penanganan kejang.
e.  Penanganan infeksi neonatus.
f.  Rujukan dan transportasi bayi baru lahir.
g.  Persiapan umum sebelum tindakan kegawatdaruratan neonatus
G.  Pelayanan neonatus dengan komplikasi
Pelayanan Neonatus dengan komplikasi adalah penanganan neonatus  dengan penyakit
dan kelainan yang dapat menyebabkan kesakitan, kecacatan dan kematian oleh
dokter/bidan/perawat terlatih di polindes, puskesmas, puskesmas PONED, rumah bersalin dan
rumah sakit pemerintah/swasta.
Diperkirakan sekitar 15% dari bayi lahir hidup akan mengalami komplikasi neonatal.
Hari Pertama kelahiran bayi sangat penting, oleh karena banyak perubahan yang terjadi pada
bayi dalam menyesuaikan diri dari kehidupan di dalam rahim kepada kehidupan di luar rahim.
Bayi baru lahir yang mengalami gejala sakit dapat cepat memburuk, sehingga bila tidak
ditangani dengan adekuat dapat terjadi kematian. Kematian bayi sebagian besar terjadi pada
hari pertama, minggu pertama kemudian bulan pertama kehidupannya.
Faktor resiko pada neonatus akan meningkatkan  resiko terjadinya komplikasi, deteksi
dini untuk Komplikasi pada Neonatus dengan melihat tanda-tanda atau gejala-gejala sebagai
berikut :
1.  Tidak mau minum/ menyusu atau memuntahkan semua
2.  Riwayat kejang
3.  Bergerak hanya jika dirangsang / Letargis.
4.  Frekwensi napas ≤ 30 x/menit dan ≥ 60 x/menit.
5.  Suhu tubuh  ≤ 35,5°C dan ≥ 37,5°C
6.  Tarikan dinding dada ke dalam yang sangat kuat.
7.  Merintih.
8.  Ada pustule kulit.
9.  Nanah banyak di mata.
10.  Pusar kemerahan meluas ke dinding perut.
11.  Mata cekung dan cubitan kulit perut kembali sangat lambat.
12.  Timbul kuning dan atau tinja berwarna pucat.
13.  Berat badan menurut umur rendah dan atau ada masalah pemberian ASI.
14.  BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah < 2500 gram)
15.  Kelainan Kongenital seperti ada celah di bibir dan langit-langit.
Komplikasi pada neonatus antara lain :
1.  Asfiksia bayi baru lahir.
2.  Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
  Hipotermi
  Hipoglikemia
  Ikterus
  Masalah pemberian minum
3.  Gangguan napas
4.  Kejang
5.  Infeksi Neonatus
6.  Klasifikasi dalam MTBM :
  Infeksi bakteri (termasuk klasifikasi Infeksi Bakteri  Lokal dan Penyakit Sangat Berat
atau Infeksi Bakteri Berat)
  Ikterus (termasuk klasifikasi Ikterus Berat dan Ikterus)
  Diare (termasuk klasifikasi Diare Dehidrasi Berat dan Diare Dehidrasi Ringan/Sedang)
  Berat badan rendah menurut umur dan atau masalah pemberian ASI.
  Trauma lahir, sindroma gangguan pernapasan, kelainan kongenital, dll.
Kebijakan Departemen Kesehatan dalam peningkatan akses dan kualitas penanganan
komplikasi neonatus tersebut antara lain penyediaan puskesmas mampu PONED dengan target
setiap kabupaten/kota harus mempunyai minimal 4 (empat) puskesmas mampu PONED.
Puskesmas  PONED adalah puskesmas rawat inap yang memiliki kemampuan serta
fasilitas PONED siap 24 jam untuk memberikan pelayanan terhadap ibu hamil, bersalin dan
nifas serta kegawatdaruratan bayi baru lahir dengan komplikasi baik yang datang sendiri atau
atas rujukan kader/masyarakat, bidan di desa, Puskesmas dan melakukan rujukan ke RS/RS
PONEK pada kasus yang tidak mampu ditangani.
Untuk mendukung puskesmas mampu PONED ini, diharapkan RSU Kabupaten/Kota
mampu melaksanakan pelayanan obstetri dan neonatal emergensi  komprehensif (PONEK) yang
siap selama 24 jam. Dalam PONEK, RSU harus mampu melakukan pelayanan emergensi dasar
dan pelayanan operasi seksio sesaria, perawatan  neonatus level II serta transfusi darah.
Dengan adanya puskesmas mampu PONED dan RS mampu PONEK maka kasus – kasus
komplikasi kebidanan dan neonatal dapat ditangani secara optimal sehingga dapat mengurangi
kematian ibu dan neonatus.
H. Pelayanan Kesehatan Bayi
Pelayanan kesehatan bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai standar yang diberikan
oleh tenaga kesehatan kepada bayi sedikitnya 4 kali, selama periode 29 hari sampai dengan 11
bulan setelah lahir.
Pelaksanaan pelayanan kesehatan bayi :
1. Kunjungan bayi satu kali pada umur 29 hari – 2 bulan.
2. Kunjungan bayi satu kali pada umur 3 – 5 bulan.
3. Kunjungan bayi satu kali pada umur 6 – 8 bulan.
4. Kunjungan bayi satu kali pada umur 9 – 11 bulan.
Kunjungan bayi bertujuan untuk meningkatkan akses bayi terhadap pelayanan
kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin bila terdapat kelainan pada bayi  sehingga cepat
mendapat pertolongan, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit melalui pemantauan
pertumbuhan, imunisasi, serta peningkatan kualitas hidup bayi dengan stimulasi tumbuh
kembang. Dengan demikian hak anak mendapatkan pelayanan kesehatan terpenuhi. Pelayanan
kesehatan tersebut meliputi :
  Pemberian imunisasi dasar lengkap (BCG, Polio 1,2,3,4, DPT/HB 1,2,3, Campak) sebelum
bayi berusia 1 tahun.
  Stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang bayi (SDIDTK).
  Pemberian vitamin A 100.000 IU (6 - 11 bulan).
  Konseling ASI eksklusif, pemberian makanan pendamping ASI, tanda  –  tanda sakit dan
perawatan kesehatan bayi di rumah menggunakan Buku KIA.
  Penanganan dan rujukan kasus bila diperlukan.
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan kesehatan bayi  adalah :
dokter spesialis anak, dokter, bidan , perawat dibantu oleh tenaga kesehatan lainnya seperti
petugas gizi.
I. Pelayanan kesehatan anak balita
Lima tahun pertama kehidupan, pertumbuhan mental dan intelektual  berkembang
pesat. Masa ini  merupakan masa keemasan atau  golden period  dimana terbentuk dasar-dasar
kemampuan keindraan, berfikir, berbicara  serta pertumbuhan mental intelektual yang intensif
dan awal pertumbuhan  moral. Pada masa ini stimulasi sangat penting untuk mengoptimalkan
fungsi-fungsi organ tubuh dan rangsangan pengembangan otak.  Upaya  deteksi dini gangguan
pertumbuhan dan perkembangan pada anak usia  dini menjadi sangat penting agar dapat
dikoreksi sedini mungkin dan atau mencegah gangguan ke arah yang lebih berat .
Bentuk pelaksanaan tumbuh kembang anak di lapangan dilakukan dengan mengacu
pada pedoman Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Tumbuh Kembang Anak (SDIDTK) yang
dilaksanakan oleh tenaga kesehatan  di puskesmas dan jajarannya seperti dokter, bidan
perawat, ahli gizi, penyuluh kesehatan masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya yang peduli
dengan anak.
Kematian bayi dan balita merupakan salah satu parameter derajat kesejahteraan suatu
negara.  Sebagian besar penyebab kematian  bayi dan balita  dapat dicegah dengan teknologi
sederhana di tingkat pelayanan kesehatan dasar, salah satunya adalah dengan  menerapkan
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS),  di tingkat pelayanan kesehatan dasar. Bank
Dunia, 1993 melaporkan bahwa MTBS merupakan intervensi yang  cost effective  untuk
mengatasi masalah kematian balita yang disebabkan oleh Infeksi Pernapasan Akut (ISPA),
diare, campak, malaria, kurang gizi dan yang sering merupakan kombinasi dari keadaan
tersebut.
Sebagai upaya untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian balita, Departemen
Kesehatan RI bekerja sama dengan WHO telah mengembangkan paket pelatihan Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS) yang mulai dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1996 dan
implementasinya dimulai 1997 dan saat ini telah mencakup 33 provinsi.
Pelayanan kesehatan anak balita meliputi pelayanan pada anak balita sakit dan sehat.
Pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan sesuai standar yang meliputi :
1.  Pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 kali setahun yang tercatat dalam Buku
KIA/KMS.  Pemantauan pertumbuhan adalah pengukuran berat badan anak balita  setiap
bulan yang tercatat pada Buku KIA/KMS. Bila berat badan tidak naik dalam 2 bulan
berturut-turut atau berat badan anak balita di bawah garis merah harus dirujuk ke sarana
pelayanan kesehatan.
2.  Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK)  minimal 2 kali dalam
setahun.  Pelayanan SDIDTK meliputi pemantauan perkembangan motorik kasar, motorik
halus, bahasa, sosialisasi dan kemandirian minimal 2 kali pertahun (setiap 6 bulan).
Pelayanan SDIDTK diberikan di dalam gedung (sarana pelayanan kesehatan) maupun di
luar gedung.
3.  Pemberian Vitamin A dosis tinggi (200.000 IU), 2 kali dalam setahun.
4.  Kepemilikan dan pemanfaatan buku KIA oleh setiap anak balita
5.  Pelayanan anak balita sakit sesuai standar dengan menggunakan pendekatan MTBS.
J. Pelayanan KB Berkualitas
Pelayanan KB berkualitas adalah pelayanan KB sesuai standar dengan menghormati hak
individu dalam merencanakan kehamilan sehingga diharapkan dapat berkontribusi dalam
menurunkan angka kematian Ibu dan menurunkan tingkat fertilitas (kesuburan) bagi pasangan
yang telah cukup memiliki anak (2 anak lebih baik) serta meningkatkan fertilitas bagi pasangan
yang ingin mempunyai anak.
Pelayanan KB bertujuan untuk menunda (merencanakan) kehamilan. Bagi Pasangan
Usia Subur yang ingin menjarangkan dan/atau menghentikan kehamilan, dapat menggunakan
metode kontrasepsi yang meliputi :
  KB alamiah (sistem kalender, metode amenore laktasi, coitus interuptus).
  Metode KB hormonal (pil, suntik, susuk).
  Metode KB non-hormonal (kondom, AKDR/IUD, vasektomi dan tubektomi).
Sampai saat ini di Indonesia cakupan peserta KB aktif  (Contraceptive Prevalence
Rate/CPR)  mencapai 61,4% (SDKI 2007) dan angka ini merupakan pencapaian  yang cukup
tinggi diantara negara-negara ASEAN. Namun demikian metode yang  dipakai lebih banyak
menggunakan metode jangka pendek seperti pil dan  suntik. Menurut data SDKI 2007 akseptor
KB yang menggunakan suntik sebesar 31,6%, pil 13,2 %, AKDR 4,8%, susuk 2,8%, tubektomi
3,1%, vasektomi 0,2% dan kondom 1,3%. Hal ini terkait dengan tingginya angka putus
pemakaian (DO) pada metode jangka pendek sehingga perlu pemantauan yang terus menerus.
Disamping itu pengelola program KB perlu memfokuskan sasaran pada kategori PUS dengan “4
terlalu” (terlalu muda, tua, sering dan banyak).
Untuk mempertahankan dan meningkatkan cakupan peserta KB perlu diupayakan
pengelolaan program yang berhubungan dengan peningkatan aspek kualitas, teknis dan aspek
manajerial pelayanan KB. Dari aspek kualitas perlu diterapkan pelayanan yang sesuai standard
dan variasi pilihan metode KB, sedangkan dari segi teknis perlu dilakukan pelatihan klinis dan
non-klinis secara berkesinambungan. Selanjutnya aspek manajerial, pengelola program KB
perlu melakukan revitalisasi dalam segi analisis situasi program KB dan sistem pencatatan dan
pelaporan pelayanan KB.
Tenaga kesehatan yang dapat memberikan pelayanan KB  kepada masyarakat
adalah : dokter spesialis kebidanan, dokter, bidan dan perawat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar