MAKALAH
ASUHAN
KEBIDANAN KEHAMILAN
DETEKSI
DINI KEHAMILAN LANJUT
Disusun Oleh:
Nama : Puput Sri Urari
NIM : 15150020
Kelas : A
12.1
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI DIII-KEBIDANAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2015/2016
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah
Asuhan Kebidanan tentang Deteksi Dini Kehamilan Lanjut ini. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada dosen Mata Kuliah Asuhan Kebidanan yang telah
memberikan tugas ini kepada kami.
Kami
menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna penyempurnaan
makalah ini.
Demikian
yang dapat kami sampaikan, kurang dan lebihnya kami mohon maaf. Atas
perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Yogyakarta,
17 April 2016
Hormat
Kami,
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................
1
KATA PENGANTAR ................................................................... ..2
DAFTAR ISI....................................................................................
3
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................
4
1.1 Latar Belakang.................................................................................
4
2.1 Rumusan Masalah.............................................................................5
3.1 Tujuan .........................................................
5
BAB II PEMBAHASAN.................................................................
6
2.1 Pengertian Deteksi Dini Kehamilan.................................... 6
2.2 Perdarahan
Pervaginam.......................................................
6
2.3 Macam-macam Perdarahan Pervaginam............................. 6
2.4 Ketuban Pecah Dini...........................................................
18
2.5 Pre-Eklampsia....................................................................
19
2.6 Eklampsia..........................................................................
20
2.7 IUFD.................................................................................
24
BAB III PENUTUPAN.................................................................
28
3.1 Kesimpulan ...................................................................................
28
3.2 Saran .............................................................................................
28
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................
29
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Tanda-tanda
bahaya kehamilan adalah gejala yang menunjukkan bahwa ibu dan bayi dalam
keadaan bahaya. Kehamilan merupakan hal yang fisiologis. Namun kehamilan yang
normal dapat berubah menjadi patologi. Salah satu asuhan yang dilakukan oleh
seorang bidan untuk menapis adanya risiko yaitu melakukan pendeteksian dini
adanya komplikasi/penyakit yang mungkin terjadi selama hamil muda.
Ketika
bidan mengikuti langkah-langkah proses manajemen kebidanan, bidan harus waspada
terhadap tanda-tanda bahaya dalam kehamilan. Tanda-tanda bahaya ini, jika tidak
dilaporkan atau terdeteksi, dapat mengakibatkan kematian ibu. Pada setiap
kunjungan antenatal bidan harus mengajarkan kepadaa ibu bagaimana mengenali
tanda-tanda bahaya ini, dan menganjurkan untuk datang ke klinik dengan segera
jika ia mengalami tanda-tanda bahaya tersebut.
Tanda-tanda
bahaya yang perlu diperhatikan dan diantisipasi adalah:
a) Perdarahan Pervaginam
a. Plasenta Previa
b. Solutio Plasenta
c. Ruptura Uteri
d. Gangguan Pembekuan Darah
b) Ketuban Pecah Dini
c) Preeklampsia
d) Eklampsia
e) IUFD (Kematian Janin Dalam Rahim)
1.2
Rumusan
Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan deteksi dini kehamilan ?
b. Apa yang dimaksud dengan perdarahan pervaginam ?
c. Apa saja yang termasuk kedalam perdarahan pervaginam ?
d. Apa yang dimaksud dengan ketuban pecah dini ?
e. Apa yang dimaksud dengan preeklampsia ?
f. Apa yang dimaksud dengan eklampsia?
g. Apa yang dimaksud dengan IUFD ?
1.3
Tujuan
a. Untuk mengetahui tanda-tanda bahaya pada kehamilan lanjut.
b. Untuk mengetahui penyebab tanda-tanda bahaya pada
kehamilan lanjut.
c. Untuk mengetahui komplikasi tanda-tanda bahaya pada
kehamilan lanjut.
d. Untuk mengetahui tanda dan gejala tanda-tanda bahaya pada
kehamilan lanjut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Deteksi Dini Resiko Kehamilan
Deteksi
dini resiko kehamilan adalah usaha menemukan seawal mungkin adanya kelainan,
komplikasi dan penyulit kahamilan serta menyiapkan ibu untuk persalinan normal.
Deteksi
dini dalam pelayanan antenatal adalah mengarah pada penemuan ibu hamil beresiko
agar dapat ditangani secara memadai sehingga kesakitan atau kematian dapat
dicegah.
2.2 Perdarahan Pervaginam
Perdarahan antepartum/perdarahan
pada kehamilan lanjut adalah perdarahan pada trimester terakhir dalam kehamilan
sampai bayi dilahirkan.
Pada
kehamilan lanjut, perdarahan yang tindak normal adalah merah, banyak dan
kadang-kadang tapi tidak selalu, disertai dengan rasa nyeri.
2.3 Macam-macam Perdarahan
Pervaginam
1. Plasenta Previa
Plasenta previa adalah plasenta yang
berimplantasi rendah sehingga menutupi sebagian/seluruh ostium uteri internum
(Implantasi plasenta yang normal adalah pada dinding depan, dinding belakang
rahim atau di daerah fundus uteri)
a) Gejala-gejala
1) Gejala yang terpenting adalah perdarahan tanpa nyeri,
bisa terjadi secara tiba-tiba dan kapan saja.
2) Bagian terendah janin sangat tinggi karena plasenta
terletak pada bagian bawah rahim sehingga bagian terendah tidak dapat mendekati
pintu atas panggul.
3) Pada plasenta previa, ukuran panjang rahim berukuran maka
pada plasenta previa lebih sering disertai kelainan letak.
b) Deteksi Dini
1) Pengumpulan Data
a. Tanyakan pada ibu tentang karakteristik perdarahannya,
kapan mulai, seberapa banyak, apa warnanya, adakah gumpalan, dan lain-lain.
b. Anamnesis perdarahan tanpa keluhan, perdarahan berulang.
2) Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Tekanan Darah, Suhu, Nadi, dan DJJ.
b. Jangan melakukan pemeriksaan dalam dan pemasangan tampon,
karena hanya akan menimbulkan perdarahan yang berbahaya dan menambah
kemungkinan infeksi.
c. Lakukan pemeriksaan luar (eksternal), rasakan apakah
perut bagian bawah lembut pada perabaan.
d. Pemeriksaan inspekulo dilakukan secara hati-hati, dapat
menentukan sumber perdarahan berasal dari kanalis servikalis atau sumber lain
seperti varices yang pecah, dan kelainan serviks (polip, erosi Ca).
3) Pemeriksaan USG
a. Diagnosis plasenta previa dapat ditegakkan dengan
pemeriksaan Ultrasonografi (USG). Penggunaan USG transabdominal memiliki
ketepatan diagnosisnya mencapai 95-98%.
b. Pemeriksaan USG dapat menentukan implantasi plasenta dan
jarak tepi plasenta terhadap ostium.
4) Pemeriksaan Dalam di Meja Operasi
a. Jika USG tidak tersedia pada usia kehamilan 37 minggu,
diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan Pemeriksaan Dalam Meja Operasi
dengan cara melakukan perabaan plasenta secara langsung melalui pembukaan
serviks.
b. Jika masih terdapat keraguan diagnosis, lakukan
peemriksaan digital dengan hati-hati.
c) Faktor Risiko Plasenta Previa
Penyebab pasti plasenta previa belum
diketahui, tapi ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko ibu hamil
mengalaminya. Beberapa faktor risikonya antara lain:
a.
Pernah mengalami
plasenta previa pada kehamilan sebelumnya.
b.
Pernah menjalani operasi
caesar.
c.
Pernah menjalani operasi
pada rahim, misalnya kuret atau pengangkatan miom.
d.
Berusia 35 tahun atau
lebih.
e.
Pernah melahirkan
sebelumnya.
f.
Pernah menjalani operasi
pada rahim.
g.
Menggunakan kokain.
d) Proses Diagnosis Plasenta Previa
Posisi plasenta biasanya akan diketahui
melalui pemeriksaan USG pada usia kehamilan 18-21 minggu. Jika pernah mengalami
pendarahan selama kehamilan, Anda akan dianjurkan untuk menjalani USG
transvaginal. Proses ini akan memberikan pencitraan yang lebih mendetail.
Jika Anda positif terdiagnosis mengalami
plasenta previa, dokter akan menghindari pemeriksaan fisik rutin melalui vagina
selama kehamilan. Ini dilakukan guna mengurangi risiko pendarahan. Anda juga
biasanya akan kembali menjalani proses USG sebelum melahirkan untuk memeriksa
lokasi plasenta serta detak jantung bayi.
Plasenta previa dapat dibagi dalam 4
kategori. Pengelompokan ini ditentukan berdasarkan posisi plasenta dan
meliputi:
a. Kategori 1 – plasenta hanya tertanam di rahim bagian bawah tanpa menutupi
lubang serviks.
b. Kategori 2 – plasenta mencapai lubang serviks bagian dalam, tapi tidak
menutupinya.
c. Kategori 3 – plasenta menutupi sebagian lubang serviks.
d. Kategori 4 – plasenta menutupi seluruh lubang serviks termasuk saat lubang
serviks terbuka dan melebar.
Ibu hamil yang mengalami plasenta previa
kategori 1 dan 2 biasanya masih diizinkan untuk melahirkan secara normal.
Sedangkan plasenta previa kategori 3 dan 4 akan membutuhkan prosedur caesar.
e) Penanganan dan Komplikasi Plasenta Previa
Penanganan untuk plasenta previa biasanya
meliputi istirahat sebanyak-banyaknya, transfusi darah jika perli, serta
operasi caesar. Langkah penanganan yang dipilih tergantung pada beberapa
faktor, yaitu:
a. Apakah terjadi pendarahan atau tidak.
b. Tingkat keparahan pendarahan.
c. Kondisi kesehatan sang ibu dan bayi.
d. Usia kandungan.
e. Posisi plasenta dan bayi.
Ibu hamil yang tidak atau hanya mengalami
sedikit pendarahan biasanya tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit, tapi
harus tetap waspada. Dokter umumnya akan menganjurkan istirahat di rumah.
Terkadang bahkan ada ibu hamil yang dianjurkan untuk terus berbaring dan hanya
boleh duduk atau berdiri jika benar-benar diperlukan. Berhubungan seks juga
sebaiknya dihindari karena dapat memicu pendarahan pada penderita plasenta
previa. Begitu juga dengan olahraga. Jika terjadi pendarahan, ibu hamil
dihimbau untuk segera ke rumah sakit sebelum pendarahan bertambah parah.
Sementara itu, ibu hamil yang pernah
mengalami pendarahan selama masa kehamilan disarankan untuk menjalani sisa masa
kehamilan di rumah sakit dari minggu ke-34. Langkah ini dianjurkan agar
pertolongan darurat, seperti transfusi darah, bisa segera diberikan jika
pendarahan kembali terjadi. Prosedur caesar juga akan dilakukan begitu
kehamilan mencapai batas usia yang cukup, yaitu minggu ke-36. Sebelum
menjalaninya, sang ibu biasanya akan diberi kortikosteroid guna mempercepat
perkembangan paru-paru bayi dalam kandungannya.
Bagi ibu hamil dengan pendarahan yang
tidak kunjung berhenti, dokter akan menganjurkan prosedur caesar meski usia kandungan
belum cukup.
Jika tidak ditangani, plasenta previa
dapat menyebabkan komplikasi serius dan berakibat fatal bagi ibu dan bayi,
misalnya pendarahan hebat pada saat melahirkan dan bahkan setelahnya.
2.
Solutio Plasenta (Abruptio
Plasenta)
Solutio plasenta adalah lepasnya plasenta dari dinding
rahim bagian dalam sebelum proses persalinan, baik seluruhnya maupun sebagian,
dan merupakan komplikasi kehamilan yang serius namun jarang terjadi. Plasenta
berfungsi memberikan nutrisi serta oksigen pada janin yang dikandung dan
merupakan organ yang tumbuh di dalam rahim selama masa kehamilan.
Solutio plasenta bisa membahayakan nyawa ibu dan bayi
yang dikandung jika tidak segera ditangani. Hal ini dikarenakan solusio
plasenta bisa menyebabkan pendarahan hebat bagi sang ibu, dan bayi yang
dikandung bisa kekurangan asupan nutrisi serta oksigen.
a) Tanda dan Gejala
1) Darah dari tempat pelepasan keluar dari serviks dan
terjadilah perdarahan yang tampak.
2) Kadang-kadang darah tidak keluar, terkumpul dibelakang
plasenta (Perdarahan tersembunyi/perdarahan kedalam).
3) Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi
menimbulkan tanda yang lebih khas (rahim keras seperti papan) karena seluruh
perdarahan tertahan didalam. Umumnya berbahaya karena jumlah perdarahan yang
keluar tidak sesuai dengan beratnya syok.
4) Perdarahan disertai nyeri juga diluar his karena isi
rahim.
5) Nyeri abdomen pada saat dipegang.
6) Palpasi sulit dilakukan.
7) Fundus Uteri semakin lama semakin naik.
8) Bunyi jantung biasanya tidak ada.
b) Deteksi Dini
Pengumpulan
Data
1)
Tanyakan pada ibu
tentang karakteristik perdarahannya, kapan mulai, seberapa banyak, apa
warnanya, adakah gumpalan, dan lain-lain.
2)
Tanyakan pada ibu
apakah ia merasakan nyeri/sakit ketika mengalami perdarahan tersebut.
c)
Penyebab Solutio Plasenta
Hingga saat ini penyebab pasti
terjadinya solusio plasenta belum diketahui, namun ada beberapa hal yang bisa
meningkatkan risiko solusio plasenta, yaitu:
a.
Wanita yang merokok atau yang menyalahgunakan narkoba.
b.
Wanita yang
berusia di atas 40 tahun.
c.
Wanita yang
pernah mengalami solusio plasenta sebelumnya.
d.
Wanita yang
pernah melahirkan bayi kembar.
e.
Wanita yang
memiliki tekanan darah tinggi atau hipertensi.
f.
Wanita yang
memiliki gangguan pembekuan darah.
g.
Wanita yang
pernah mengalami trauma pada perut, seperti terjatuh atau terkena pukulan.
h.
Air ketuban
bocor atau pecah terlalu awal.
d)
Diagnosis Solutio Plasenta
Untuk mendiagnosis solutio plasenta,
awalnya dokter akan melakukan pemeriksaan fisik guna memeriksa tekanan rahim,
apakah lunak atau keras. Dan mungkin diperlukan tes darah atau ultrasound untuk membantu mengetahui
penyebab terjadinya pendarahaan vagina. Ultrasound
frekuensi tinggi juga bisa digunakan untuk melihat rahim, namun tidak selalu
bisa untuk melihat adanya solusio plasenta.
e)
Komplikasi Solutio Plasenta
Solutio plasenta
dapat menimbulkan komplikasi dan membahayakan jiwa ibu dan bayi yang dikandung.
Ibu hamil yang menderita solutio plasenta kemungkinan bisa mengalami gangguan
pembekuan darah dan syok akibat kehilangan darah. Selain itu, komplikasi akibat
solutio plasenta juga bisa menyebabkan kondisi gagal ginjal atau gagal organ
tubuh lainnya. Pendarahan juga kemungkinan terjadi setelah proses persalinan.
Operasi histerektomi atau pengangkatan rahim mungkin akan dilakukan jika
pendarahan yang terjadi tidak bisa dikendalikan.
Sedangkan
komplikasi akibat solutio plasenta pada bayi yang dikandung dapat menyebabkan
kelahiran prematur serta kekurangan asupan nutrisi dan oksigen. Bahkan
komplikasi yang serius dapat menyebabkan bayi terlahir dalam keadaan meninggal.
3.
Ruptura
Uteri
Ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miomentrium. Penyebabnya adalah disproporsi jani
dan panggul, partus macet atau traumatic (Prawirohardjo, 2002). Ruptura uteri termasuk salah satu diagnosis banding apabila ibu dalam
persalinan lama mengeluh nyeri hebat pada perut bawah, diikuti dengan syok dan
pedarahan pervaginam. Ruptura uteri inkomplit yang menyebabkan hematoma pada
paramentrium, kadang-kadang sangat sulit untuksegera dikenali sehingga sering
kali menimbulkan komplikasi atau bahkan kematian.
1)
Klasifikasi
Menurut
waktu terjadinya, ruptura uteri dapat dibedakan:
a.
Ruptura Uteri Gravidarum
b.
Ruptura Uteri Durante Partum
Menurut
lokasinya, ruptur uteri dapat dibedakan:
a.
Korpus Uteri
b.
Segmen Bawah Rahim
c.
Serviks Uteri
d.
Kolpoporeksis-Kolporeksis
Menurut
robeknya peritoneum, ruptur uteri dapat dibedakan:
a.
Ruptura Uteri Kompleta
b.
Ruptura Uteri Inkompleta
Menurut
etiologinya, ruptura uteri dapat dibedakan:
a.
Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas SC miomektomi, perforasi waktu kuretase,
histerorafia, pelepasan plasenta secara manual. Dapat juga pada graviditas pada
kornu yang rudimenter dan graviditas interstisialis, kelainan kongenital dari
uterus seperti hipoplasia uteri dan uterus bikornus, penyakit pada rahim,
misalnya mola destruens, adenomiosis dan lain-lain atau pada gemelli dan
hidramnion dimana dinding rahim tipis dan regang..
b.
Karena peregangan yang luar biasa
dari rahim, misalnya pada panggul sempit atau kelainan bentuk panggul,
janin besar seperti janin penderita DM, hidrops fetalis, postmaturitas dan
grandemultipara. Juga dapat karena kelainan kongenital dari janin :
Hidrosefalus, monstrum, torakofagus, anensefalus dan shoulder dystocia;
kelainan letak janin: letak lintang dan presentasi rangkap; atau malposisi dari
kepala : letak defleksi, letak tulang ubun-ubun dan putar paksi salah. Selain
itu karena adanya tumor pada jalan lahir; rigid cervix: conglumeratio cervicis,
hanging cervix, retrofleksia uteri gravida dengan sakulasi; grandemultipara
dengan perut gantung (pendulum); atau juga pimpinan partus yang salah.
c.
Ruptura Uteri
Violenta (Traumatika), karena tindakan dan trauma lain seperti:
·
Ekstraksi Forsep
·
Versi dan ekstraksi
·
Embriotomi
·
Versi Braxton Hicks
·
Sindroma tolakan (Pushing syndrome)
·
Manual plasenta
·
Kuretase
·
Ekspresi Kristeller atau Crede
·
Pemberian Pitosin tanpa indikasi dan pengawasan
·
Trauma tumpul dan tajam dari luar.
Menurut
Gejala Klinis, ruptur uteri dapat dibedakan:
a.
Ruptura Uteri Iminens (membakat=mengancam)
b.
Ruptura Uteri sebenarnya.
2)
Diagnosis dan Penatalaksanaan
Secara klasik, ruptura uteri
ditandai dengan nyeri abdomen akut
dan perdarahan pervaginam
berwarna merah segar serta keadaan janin
yang memburuk.
Gejala
ruptura uteri ‘iminen’ :
1. Lingkaran retraksi patologis Bandl
2. Hiperventilasi
3. Gelisah – cemas
4. Takikardia
·
Lingkaran Retraksi
Patologis (Lingkaran Bandl)
Setelah terjadi ruptura uteri, nyeri
abdomen hilang untuk sementara waktu dan setelah itu penderita mengeluh adanya
rasa nyeri yang merata dan disertai dengan gejala dan tanda:
1. Abnormalitas detik jantung janin
(gawat janin sampai mati)
2. Pasien jatuh kedalam syok
3. Bagian terendah janin mudah didorong
keatas
4. Bagian janin mudah diraba melalui
palpasi abdomen
5. Contour janin dapat dilihat melalui
inspeksi abdomen
·
Robekan utrerus saat
laparotomi
Bila sudah diagnosa dugaan ruptura
uteri sudah ditegakkan maka tindakan yang harus diambil adalah segera
memperbaiki keadaan umum pasien ( resusitasi cairan dan persiapan tranfusi )
dan persiapan tindakan laparotomi atau persiapan rujukan ke sarana fasilitas
yang lebih lengkap.
Sebagai bentuk tindakan definitif
maka bila tobekan melintang dan tidak mengenai daerah yang luas dapat dipertimbangkan
tindakan histerorafia. Namun bila robekan uterus mengenai jaringan yang sangat
luas serta sudah banyak bagian yang nekrotik maka tindakan terbaik adalah
histerektomi.
4) Pencegahan
Resiko absolut terjadinya ruptura
uteri dalam kehamilan sangat rendah namun sangat bervariasi tergantung pada
kelompok tertentu:
1. Kasus uterus utuh
2. Uterus dengan kelainan kongenital
3. Uterus normal pasca miomektomi
4. Uterus normal dengan riwayat sectio
caesar satu kali
5. Uterus normal dengan riwayat sectio
lebih dari satu kali
Pasien dengan uterus normal dan utuh
memiliki resiko mengalami ruptura uteri paling kecil ( 0.013% atau 1 : 7449
kehamilan )
Strategi pencegahan kejadian ruptura
uteri langsung adalah dengan memperkecil jumlah pasien dengan resiko ; kriteria
pasien dengan resiko tinggi ruptura uteri adalah:
1. Persalinan dengan SC lebih dari satu
kali
2. Riwayat SC classic ( midline uterine
incision )
3. Riwayat SC dengan jenis “low
vertical incision “
4. LSCS dengan jahitan uterus satu
lapis
5. SC dilakukan kurang dari 2 tahun
6. LSCS pada uterus dengan kelainan
kongenital
7. Riwayat SC tanpa riwayat persalinan
spontan per vaginam
8. Induksi atau akselerasi persalinan
pada pasien dengan riwayat SC
9. Riwayat SC dengan janin makrosomia
10. Riwayat miomektomi per laparoskop
atau laparotomi
4. Gangguan Pembekuan
Darah
Gangguan
pembekuan darah (yang juga disebut trombofilia atau hiperkoagulasi) adalah
penyakit yang melibatkan pembekuan darah secara berlebihan – bahkan pada daerah
di mana seharusnya pembekuan tidak boleh terjadi, seperti pada pembuluh darah –
sehingga mengakibatkan kondisi yang membahayakan jiwa.
1) Penyebab
Gangguan Pembekuan Darah
·
Faktor V Leiden – Faktor V adalah salah satu faktor protein yang bertanggung jawab
untuk pembekuan. Bagi orang yang memiliki kelainan genetika ini, tubuh mereka
tidak dapat “mematikan” protein faktor V sehingga menyebabkan pembekuan darah
yang berlebihan. Tingkat keparahan gangguan pembekuan darah tergantung pada
banyaknya gen yang terpengaruh. Jika seorang anak hanya memiliki satu gen yang
terpengaruh, resiko pembekuan darah adalah sekitar 8 kali lebih besar daripada orang
lain. Akan tetapi, resikonya meningkat hingga 80 kali jika seseorang memiliki 2
gen yang terpengaruh. Pasien yang didiagnosa mengalami penyakit ini juga rentan
terkena trombosis vena dalam atau DVT, di mana gumpalan darah terbentuk di
dalam vena, terutama di daerah kaki. Gumpalan darah juga dapat dilihat pada
organ utama seperti ginjal, hati, dan otak.
·
Kekurangan Protein S dan C – Protein tersebut dibutuhkan untuk mencegah pembentukan
gumpalan darah pada alirah darah, atau saat sel darah berjalan melalui pembuluh
darah. Akan tetapi, mutasi (perubahan) genetik mungkin akan mencegah protein
tersebut diproduksi dengan cukup, sehingga meningkatkan resiko pembekuan darah
secara berlebihan hingga 20 kali. Walaupun penyakit ini dapat terbentuk sejak
kecil, namun biasanya pembekuan darah akan terlihat saat masa dewasa.
·
Tingginya Kadar Homosistein – Homosistein adalah asam amino yang dihasilkan tubuh
dengan menggunakan metionin (yang diperoleh dari ikan, susu, dan daging).
Metionin diubah menjadi homosistein saat memasuki aliran darah. Dengan bantuan
vitamin B6, homosistein diubah menjadi sistein, yaitu asam amino yang
bertanggung jawab untuk menjaga bentuk atau susunan protein yang ada pada sel
tubuh.
Akan tetapi, untuk beberapa alasan
(yang juga dapat disebabkan oleh genetik) tubuh gagal mengubah homosistein
menjadi sistein atau kembali menjadi metionin. Pada akhirnya, terdapat kenaikan
kadar homosistein, juga disebut hiperhomosisteinemia, yang kemudian
meningkatkan resiko pembekuan darah, sekaligus stroke dan serangan jantung.
2)
Gejala Utama Gangguan Pembekuan Darah
·
Adanya trombosis vena dalam
·
Hipertensi selama kehamilan
·
Terasa hangat pada kulit tepat di atas
gumpalan darah
·
Kulit memerah
·
Sesak napas
·
Terasa pening
·
Batuk
·
Nyeri pada punggung bagian atas atau dada
·
Tidak sadarkan diri
·
Kaki bengkak
·
Terkena stroke di usia muda
3) Diagnosis untuk trombofilia membutuhkan
berbagai pengujian seperti:
·
Pemeriksaan
genetik
·
Pemeriksaan
darah
·
Pengujian
fisik
·
MRI
scan
·
Venografi
·
Ultrasound
(USG)
·
CT
scan
Bila keadaannya
dianggap ringan, terutama apabila gumpalan darah masih belum terbentuk, kemungkinan pasien tidak
membutuhkan pengobatan apapun. Namun, penting untuk selalu memantau
perkembangan penyakitnya. Tujuan pertama adalah memastikan bahwa pembekuan
darah tidak akan berlebihan dan tidak akan menyebabkan bahaya untuk organ
tubuh.
Bagi mereka yang
telah atau dianggap beresiko terkenan pembekuan darah, biasanya akan diberikan
zat anti-pembeku. Obat ini, yang juga disebut pengencer darah, mencegah faktor
protein dan trombosit menyatu untuk membentuk gumpalan darah. Beberapa jenis
yang terkenal adalah heparin dan warfarin. Selain bermanfaat, obat ini juga
mengandung resiko, termasuk kemungkinan mengalami gangguan pendarahan. Oleh
sebab itu, pasien harus bekerja sama dengan dokter untuk memantau efektivitas
dan pengunaan obat tersebut.
2.4 Ketuban Pecah Dini
KPD adalah
keluarnya air-air dari vagina setelah usia kehamilan 22 minggu. Ketuban
dinyatakan pecah dini jika terjadi sebelum proses persalinan berlangsung.
Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi pada kehamilan preterm maupun aterm.
KPD atau dikenal
juga Prematur Rupture Of the Membrane (PROM) adalah Keluarnya air-air
per vaginam akibat pecahnya selaput ketuban secara spontan pada usia ≥ 34
minggu.
1) Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala
KPD dapat berupa:
·
Ketuban pecah secara tiba-tiba.
·
Keluar cairan ketuban dengan bau yang
khas.
·
Bisa tanpa disertai kontraksi/his.
·
Terasa basah pada pakaian dalam/underwear yang konstan.
·
Keluarnya cairan pervagina pada usia
paling dini 22 minggu.
2) Komplikasi KPD
Komplikasi yang dapat terjadi
akibat KPD antara lain:
·
Partus
Prematur
·
Berkembangnya
infeksi yang serius pada plasenta yang menyebabkan korioamnionitis
·
Abrupsio
plasenta
·
Kompresi
talipusat
·
Infeksi
pospartum
3) Penyebab KPD
- Terjadinya pecah pada selaput dikarenakan kondisi mulut rahim yang lemah. Kondisi membran yang lemah disebabkan adanya infeksi pada rahim atau vagina.
- Adanya kelainan pada otot leher rahim. Otot leher rahim tersebut terlalu lemah dan lunak. Sehingga mengakibatkan terbukanya leher rahim pada saat masa-masa kehamilan dan desakan janin yang membesar.
- Faktor psikologis. Adapun faktor psikologis yang menyebabkan pecahnya ketuban misalnya trauma hubungan seksual. Hubungan intim yang tidak wajar (disertai kekerasan dan posisi yang tidak lazim) mengakibatkan trauma pada ibu hamil. Terlebih lagi jika sampai terjadi pendarahan pada vagina.
- Infeksi selaput ketuban. Adanya infeksi bakteri pada selaput ketuban mengakibatkan ketuban mudah pecah.
- Sebelumnya pernah mengalami kelahiran secara premature
- Kebiasaan merokok ketika hamil dan kurangnya perawatan kandungan saat kehamilan.
2.5 Pre-Eklampsia
Pre-eklampsia sering juga disebut toksemia adalah ketika seorang wanita hamil mengembangkan tekanan
darah tinggi dan adanya proteinuria selama kehamilan.
Setidaknya mempengaruhi 5 % dari seluruh kehamilan, itu
merupakan kondisi yang kompleks ditandai dengan tekanan darah tinggi,
pembengkakan pada tungkai atau wajah, dan adanya protein dalam urin.
Pre-eklampsia dapat mencegah plasenta mendapatkan atau menyuplai darah
yang cukup. Jika plasenta tidak mendapatkan cukup darah sehingga janin mendapat
pasokan nutrisi yang kurang. Hal ini dapat menyebabkan berat badan lahir rendah
dan masalah lainnya untuk bayi.
1) Tanda
dan Gejala Pre-eklampsia
Gejala yang muncul bervariasi dari satu wanita dengan
wanita yang lain dan dapat muncul tiba-tiba. namun secara umum gejala yang
ditunjukkan meliputi:
a. Tekanan darah lebih dari 140 / 90mmHg.
b. Proteinuria.
c. Pusing.
d. Agitasi dan kebingungan.
e. Perubahan status mental .
f. Output urine berkurang atau tidak ada output
urin .
g. Sakit kepala .
h. Mual dan muntah.
i.
Nyeri
di bagian atas kanan perut .
j.
Sesak
napas.
k. Berat badan tiba-tiba lebih tinggi.
l.
Pembengkakan
pada wajah atau tangan .
m. Gangguan penglihatan, pandangan menjadi
kabur.
2) Penyebab
Pre-eklampsia
Para ahli percaya bahwa masalah kelainan plasenta
merupakan faktor utama yang menyebabkan pre eklampsia. Namun, penyebab
pasti pre-eklampsia tidak diketahui. kemungkinan penyebab Preekslamsia
sebagai berikut:
1. Gangguan aliran darah ke plasenta atau
uterus.
- Kerusakan pada pembuluh darah plasenta.
- Gizi buruk.
- Penyakit autoimun.
- Lemak tubuh yang tinggi.
- Gen.
3) Diagnosis Pre-eklampsia dan Pengobatan
- Studi menyeluruh tentang riwayat kesehatan.
- Tanda-tanda-fisik wajah, tangan dan / atau kaki (Diagnosa pembengkakan)
- Ukur tekanan darah secara berkala - Tekanan darah tinggi dari 140 / 90mmHg. adanya tekanan darah tinggi tunggal tidak berarti bahwa wanita hamil memiliki pre-eklampsia. Tapi, pembacaan kedua diambil 6-jam kemudian dapat membantu mengkonfirmasi kecurigaan pre-eklampsia.
- Tes Urine untuk menilai Adanya protein dalam urin.
- Hitung darah lengkap, atau CBC, untuk mencari jumlah sel darah yang abnormal seperti trombosit kurang dari 100.000 atau rendah jumlah sel darah merah.
- Tes fungsi hati dapat menunjukkan enzim hati yang normal atau lebih tinggi.
- USG untuk memeriksa usia dan kondisi janin mungkin diperlukan.
Operasi caesar merupakan metode yang paling
tepat untuk preeklampsia pada ibu hamil,
jika janin telah berkembang cukup untuk bertahan hidup di luar rahim.
Antikonvulsan dapat digunakan untuk mencegah terjadinya kejang.
2.6
Eklampsia
Eklampsia
adalah kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan atau masa nifas
yang di tandai dengan kejang ( bukan timbul akibat kelainan saraf ) dan atau
koma dimana sebelumnya sudah menimbulkan gejala pre-eklampsia. (Ong Tjandra
& John 2008 ).
Eklampsia termasuk kejang dan koma yang terjadi selama
kehamilan. Menjelang kejang – kejang dapat didahului dengan gejalanya:
a.
Nyeri kepala di
daerah frontal.
b.
Nyeri epigastrium.
c.
Penglihatan semakin
kabur.
d.
Adanya mual muntah.
e.
Pemeriksaan
menunjukkan hiperrefleksia atau mudah teransang.
Kemudian
dengan teori iskemia implantasi plasenta juga dapat terjadi berbagai
gejalanya eklampsia yaitu :
1.
Kenaikan tekanan darah.
2.
Pengeluaran protein dalam urine.
3.
Edema kaki, tangan sampai muka.
4.
Terjadinya gejala subjektif:
-
Sakit kepala.
-
Penglihatan kabur.
-
Nyeri pada epigastrium.
-
Sesak nafas.
-
Berkurangnya pengeluaran urine.
5. Menurunnya
kesadaran wanita hamil sampai koma.
6. Terjadinya kejang.
Pada
pemeriksaan darah kehamilan normal terdapat peningkatan angiontensin, renin dan
aldosteron sebagai kompensasi sehingga peredaran darah dan metabolisme dapat
berlangsung. Pada eklampsia maka terjadi penurunan angiotensin, renin dan
aldosteron tetapi dapat dijumpai edema, hipertensi dan proteinuria.
1.
Faktor yang Mempengaruhi Eklampsia
:
1.
Jumlah primigravida terutama primigravida muda.
2.
Distensi
rahim berlebihan yaitu hidramnoin, hamil ganda dan mola hidatosa.
3.
Adanya penyakit yang menyertai kehamilan yaitu
diabetes mellitus, kegemukan.
4.
Jumlah umur ibu di atas 35 tahun.
2.
Diagnosis Eklampsia
Eklampsia selalu didahului oleh
pre eklampsia. Perawatan prenatal untuk kehamilan dengan predisposisi pre
eklampsia perlu ketat dilakukan agar dapat dideteksi sedini mungkin gejala –
gejala eklampsia. Sering di jumpai perempuan hamil yang tampak sehat mendadak
menjadi kejang – kejang eklampsia karena tidak terdeteksi adanya pre eklampsia
sebelumnya.
Eklampsia harus dibedakan dari
epilepsy . Dalam anamnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil atau pada
hamil muda dengan tanda pre eklampsia tidak ada, kejang akibat obat anastesi,
koma karena sebab lain.
3.
Komplikasi Eklampsia
Komplikasi
yang terberat adalah kematian ibu dan janin, usaha utama ialah melahirkan bayi
hidup dari ibu yang menderita pre eklampsia dan eklampsia. Komplikasi yang
tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada pre eklampsia berat dan eklampsia :
1. Solusio
plasenta
Karena adanya tekanan darah
tinggi, maka pembuluh darah dapat mudah pecah, sehingga terjadi hematom
retropalsenta yang dapat menyebabkan sebagian plasenta dapat terlepas.
2. Hipofibrinogenemia
Adanya kekurangan fibrinogen yang
beredar dalam darah , biasanya di bawah 100 mg persen. Sehingga pemeriksaan
kadar fibrinogen harus secara berkala.
3.
Hemolisis
Kerusakan
atau penghancuran sel darah merah karena gangguan integritas membran sel darah
merah yang menyebabkan pelepasan hemoglobin. Menunjukkan gejala klinik
hemolisis yang dikenal karena ikhterus.
4. Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab
utama kematian maternal pada penderita eklampsia.
5. Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk
sementara, yang berlangsung sampai seminggu. Perdarahan kadang-kadang terjadi
pada retina yang merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
6. Edema
paru – paru
7. Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada eklampsia merupakan
akibat vasopasmus arteriol umum. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan
pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
8. Sindroma HELLP
8. Sindroma HELLP
Merupakan suatu kerusakan
multisistem dengan tanda-tanda : hemolisis, peningkatan enzim hati, dan
trombositopenia yang diakibatkan disfungsi endotel sistemik. Sindroma HELLP
dapat timbul pada pertengahan kehamilan trimester dua sampai beberapa hari
setelah melahirkan.
9. Kelainan ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis
glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa
kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai
gagal ginjal.
10. Komplikasi lain yaitu lidah tergigit, trauma
dan fraktur karena jatuh akibat kejang - kejang pneumonia aspirasi, dan
DIC.
11. Prematuritas,
dismaturitas, dan kematian janin intra uterin.
6. Pencegahan Eklampsia
Pada umumnya timbulnya eklampsia
dapat dicegah atau frekuensinyadi kurangi. Usaha – usaha untuk menurunkan
eklampsia terdiri atas meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan
mengusahakan agar semua wanita haiml memeriksa diri sejak hamil muda, mencari
pada tiap pemeriksaan tanda – tanda pre eklampsia dan mengobatinya segera
apabila ditemukan, mengakhiri kehamilan sedapatnya pada kehamilan 37 minggu ke
atas apabila dirawat tanda – tanda pre eklampsia tidak juga dapat hilang. (
Hanifa dalam Prawiroharjo, 2005 )
2.7 IUDF (Intra
Uterine Fetal Death)
Intra Uterin Fetal
Death (IUFD) adalah kematian janin dalam kehamilan sebelum terjadi proses
persalinan pada usia kehamilan 28 minggu ke atas atau BB janin lebih dari 1000
gram. ( Kamus istilah kebidanan)
Kematian janin dalam
kandungan / IUFD adalah kehamilan yang terjadi saat usia kehamilan lebih dari
20 minggu dimana janin sudah mencapai ukuran 500 gram atau lebih. (dr.
Nasdaldy, Sp.OG)
Kematian janin dalam
kandungan adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam
kandungan. KJDK / IUFD sering dijumpai baik pada kehamilan dibawah 20 minggu /
sesudah 20 minggu. (Sinopsis Obstetri, hal: 224). 1) Penyebab IUDF
Penyebab dari IUFD seringkali dipicu
oleh Ketidak cocokan rhesus darah ibu dan janin, ketidak cocokan golongan darah
ibu dan janin, gerakan janin yang terlalu aktif, penyakit pada ibu, kelainan
kromosom, trauma saat hamil, infeksi pada ibu, kelainan bawaan janin, perdarahan
antepartum, penyakit saluran kencing, penyakit endokrin, malnutrisi, dll.
Pada 25-60 % kasus penyebab kematian
janin tidak jelas. Kematian janin dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal,
atau kelainan patologik plasenta.
1. Fetal (Penyebab
25-40%)
• Anomali/malformasi kongenital
mayor : Neural tube defek, hidrops, hidrosefalus, kelainan jantung congenital.
• Kelainan
kromosom termasuk penyakit bawaan.
Kematian
janin akibat kelainan genetik biasanya baru terdeteksi saat kematian sudah
terjadi, melalui otopsi bayi. Jarang dilakukan pemeriksaan kromosom saat janin
masih dalam kandungan. Selain biayanya mahal, juga sangat berisiko. Karena
harus mengambil air ketuban dari plasenta janin sehingga berisiko besar janin
terinfeksi, bahkan lahir prematur.
• Kelainan
kongenital (bawaan) bayi
Yang bisa
mengakibatkan kematian janin adalah hidrops fetalis, yakni akumulasi cairan
dalam tubuh janin. Jika akumulasi cairan terjadi dalam rongga dada bisa
menyebabkan hambatan nafas bayi. Kerja jantung menjadi sangat berat akibat dari
banyaknya cairan dalam jantung sehingga tubuh bayi mengalami pembengkakan atau
terjadi kelainan pada paru-parunya.
• Janin yang
hiperaktif
Gerakan
janin yang berlebihan, apalagi hanya pada satu arah saja bisa mengakibatkan
tali pusat yang menghubungkan ibu dengan janin terpelintir. Akibatnya, pembuluh
darah yang mengalirkan suplai oksigen maupun nutrisi melalui plasenta ke janin
akan tersumbat. Tak hanya itu, tidak menutup kemungkinan tali pusat tersebut
bisa membentuk tali simpul yang mengakibatkan janin menjadi sulit bergerak.
Hingga saat ini kondisi tali pusat terpelintir atau tersimpul tidak bisa
terdeteksi. Sehingga, perlu diwaspadai bilamana ada gejala yang tidak biasa
saat hamil.
2.
Placental (Penyebab 25-35%)
• Abruption
• Kerusakan tali pusat
• Infark plasenta
• Infeksi plasenta dan selaput ketuban
• Intrapartum asphyxia
• Plasenta Previa
• Twin to twin transfusion S
• Chrioamnionitis
• Perdarahan janin ke ibu
• Solusio plasenta
• Abruption
• Kerusakan tali pusat
• Infark plasenta
• Infeksi plasenta dan selaput ketuban
• Intrapartum asphyxia
• Plasenta Previa
• Twin to twin transfusion S
• Chrioamnionitis
• Perdarahan janin ke ibu
• Solusio plasenta
3. Maternal (Penyebab 5-10%)
• Diabetes Mellitus
• Hipertensi
• Trauma
• kehamilan lewat waktu (posterrm)
• Ruptur uterus
• Postterm pregnancy
• Obat-obat
• Diabetes Mellitus
• Hipertensi
• Trauma
• kehamilan lewat waktu (posterrm)
• Ruptur uterus
• Postterm pregnancy
• Obat-obat
Kehamilan lebih dari 42 minggu. Jika kehamilan telah lewat waktu, plasenta akan mengalami penuaan sehingga fungsinya akan berkurang. Janin akan kekurangan asupan nutrisi dan oksigen. Cairan ketuban bisa berubah menjadi sangat kental dan hijau, akibatnya cairan dapat terhisap masuk ke dalam paru-paru janin. Hal ini bisa dievaluasi melalui USG dengan color doppler sehingga bisa dilihat arus arteri umbilikalis jantung ke janin. Jika demikian, maka kehamilan harus segera dihentikan dengan cara diinduksi. Itulah perlunya taksiran kehamilan pada awal kehamilan dan akhir kehamilan melalui USG.
2) Tanda dan Gejala
·
Pertumbuhan janin (-) bahkan janin mengecil sehingga
tinggi fundus uteri menurun.
·
Bunyi jantung janin tak terdengar dengan tetoskop dan
dipastikan dengan doppler.
·
Keluhan ibu: menghilangnya gerakan janin.
·
Berat badan ibu menurun.
·
Tulang kepala kolaps.
·
USG: merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik
untuk memastikan kematian janin dimana gambarannya menunjukkan janin tanpa
tanda kehidupan.
·
Catatan: pemeriksaan radiologi dapat menimbulkan
masalah dan tidak perlu. Bila dilakukan 5 hari setelah kematian janin, akan
tampak gambaran sebagai berikut:
o Tulang kepala janin
tumpang tindih satu sama lain.
o Tulang belakang
mengalami hiperfleksi.
o Tampak gambaran gas
pada jantung dan pembuluh darah.
o Edema di
sekitar tulang kepala.
·
Pemeriksaan hCG urin menjadi negatif. Hasil ini
terjadi beberapa hari setelah kematian janin.
3) Komplikasi
o Trauma
emosional yang berat terjdi bila waktu antara kematian janin dan persalinan
cukup lama.
o Dapat
terjadi infeksi bila ketuban pecah.
o Dapat
terjadi koagulopati bila kematian janin berlangsung lebih dari 2 minggu.
4) Pencegahan
Upaya mencegah
kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati aterm adalah bila ibu mersa
gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin terlalu keras, perlu
dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solusio plasenta. Pada
gamelli dengan T + T (twin to twin transfusio) pencegahan dilakukan dengan
koagulasi pembuluh anastomosis.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Tanda-tanda
bahaya kehamilan adalah gejala yang menunjukkan bahwa ibu dan bayi dalam
keadaan bahaya. Kehamilan merupakan hal yang fisiologis. Namun kehamilan yang
normal dapat berubah menjadi patologi. Deteksi dini resiko kehamilan adalah
usaha menemukan seawal mungkin adanya kelainan, komplikasi dan penyulit
kahamilan serta menyiapkan ibu untuk persalinan normal.
Deteksi
dini dalam pelayanan antenatal adalah mengarah pada penemuan ibu hamil beresiko
agar dapat ditangani secara memadai sehingga kesakitan atau kematian dapat
dicegah.
Tanda-tanda
bahaya pada kehamilan lanjut meliputi:
1.
Perdarahan
Pervaginam
Perdarahan
pervaginam meliputi plasenta previa, solutio plasenta, ruptura uteri, dan
gangguan pembekuan darah.
2.
Ketuban Pecah Dini
3.
Pre-Eklampsia
4.
Eklampsia
5.
IUDF
3.2
Saran
Bidan
harus dapat mendeteksi sedini mungkin terhadap tanda-tanda bahaya pada ibu
hamil yang mungkin akan terjadi, karena setiap wanita hamil beresiko mengalami
komplikasi.
Untuk
ibu hamil, lakukan pemeriksaan secara rutin dan berkala agar kesehatan ibu hamil
dapat terpantau. Segera periksakan kesehatan kandungannya jika terjadi gejala
dari salah satu tanda-tanda bahaya pada kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA
Roumali, Suryati. 2011.
Buku Ajar Asuhan Kebidanan 1 Konsep Dasar
Asuhan Kehamialan. Nuha Medika: Yogyakarta
http://sehatsatu.com/ketuban-pecah-dini-pengertian-dan-penyebabnya/
http://www.idmedis.com/2014/12/preeklampsia-pada-ibu-hamil-penyebab-gejala-dan-faktor-resiko.html
https://dokterbagus.wordpress.com/2015/03/16/kematian-perinatal-iufd/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar