Rabu, 27 April 2016

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN KEHAMILAN DETEKSI DINI KEHAMILAN LANJUT



MAKALAH
ASUHAN KEBIDANAN KEHAMILAN
DETEKSI DINI KEHAMILAN LANJUT


Disusun Oleh:
Nama  : Puput Sri Urari
NIM    : 15150020
Kelas   :  A 12.1

FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI DIII-KEBIDANAN
UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2015/2016

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan tentang Deteksi Dini Kehamilan Lanjut ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dosen Mata Kuliah Asuhan Kebidanan yang telah memberikan tugas ini kepada kami.
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna penyempurnaan makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, kurang dan lebihnya kami mohon maaf. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.







                                                                        Yogyakarta, 17 April 2016
                                                                                    Hormat Kami,


                                                                                    Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................... 1
KATA PENGANTAR ................................................................... ..2
DAFTAR ISI.................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ............................................................... 4
1.1   Latar Belakang................................................................................. 4
2.1   Rumusan Masalah.............................................................................5
3.1   Tujuan ......................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN................................................................. 6
2.1    Pengertian Deteksi Dini Kehamilan.................................... 6
2.2    Perdarahan Pervaginam....................................................... 6
2.3    Macam-macam Perdarahan Pervaginam............................. 6
2.4    Ketuban Pecah Dini........................................................... 18
2.5    Pre-Eklampsia.................................................................... 19
2.6    Eklampsia.......................................................................... 20
2.7    IUFD................................................................................. 24
BAB III PENUTUPAN................................................................. 28
3.1  Kesimpulan ................................................................................... 28
3.2  Saran ............................................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA .................................................................. 29



BAB I
PENDAHULUAN
1.1   Latar Belakang
Tanda-tanda bahaya kehamilan adalah gejala yang menunjukkan bahwa ibu dan bayi dalam keadaan bahaya. Kehamilan merupakan hal yang fisiologis. Namun kehamilan yang normal dapat berubah menjadi patologi. Salah satu asuhan yang dilakukan oleh seorang bidan untuk menapis adanya risiko yaitu melakukan pendeteksian dini adanya komplikasi/penyakit yang mungkin terjadi selama hamil muda.
Ketika bidan mengikuti langkah-langkah proses manajemen kebidanan, bidan harus waspada terhadap tanda-tanda bahaya dalam kehamilan. Tanda-tanda bahaya ini, jika tidak dilaporkan atau terdeteksi, dapat mengakibatkan kematian ibu. Pada setiap kunjungan antenatal bidan harus mengajarkan kepadaa ibu bagaimana mengenali tanda-tanda bahaya ini, dan menganjurkan untuk datang ke klinik dengan segera jika ia mengalami tanda-tanda bahaya tersebut.
Tanda-tanda bahaya yang perlu diperhatikan dan diantisipasi adalah:
a)      Perdarahan Pervaginam
a.       Plasenta Previa
b.      Solutio Plasenta
c.       Ruptura Uteri
d.      Gangguan Pembekuan Darah
b)      Ketuban Pecah Dini
c)      Preeklampsia
d)     Eklampsia
e)      IUFD (Kematian Janin Dalam Rahim)


1.2   Rumusan Masalah
a.       Apa yang dimaksud dengan deteksi dini kehamilan ?
b.      Apa yang dimaksud dengan perdarahan pervaginam ?
c.       Apa saja yang termasuk kedalam perdarahan pervaginam ?
d.      Apa yang dimaksud dengan ketuban pecah dini ?
e.       Apa yang dimaksud dengan preeklampsia ?
f.       Apa yang dimaksud dengan eklampsia?
g.      Apa yang dimaksud dengan IUFD ?
1.3   Tujuan
a.       Untuk mengetahui tanda-tanda bahaya pada kehamilan lanjut.
b.      Untuk mengetahui penyebab tanda-tanda bahaya pada kehamilan lanjut.
c.       Untuk mengetahui komplikasi tanda-tanda bahaya pada kehamilan lanjut.
d.      Untuk mengetahui tanda dan gejala tanda-tanda bahaya pada kehamilan lanjut.











BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Deteksi Dini Resiko Kehamilan
Deteksi dini resiko kehamilan adalah usaha menemukan seawal mungkin adanya kelainan, komplikasi dan penyulit kahamilan serta menyiapkan ibu untuk persalinan normal.
Deteksi dini dalam pelayanan antenatal adalah mengarah pada penemuan ibu hamil beresiko agar dapat ditangani secara memadai sehingga kesakitan atau kematian dapat dicegah.
2.2 Perdarahan Pervaginam
            Perdarahan antepartum/perdarahan pada kehamilan lanjut adalah perdarahan pada trimester terakhir dalam kehamilan sampai bayi dilahirkan.
Pada kehamilan lanjut, perdarahan yang tindak normal adalah merah, banyak dan kadang-kadang tapi tidak selalu, disertai dengan rasa nyeri.
2.3 Macam-macam Perdarahan Pervaginam
1.      Plasenta Previa
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi rendah sehingga menutupi sebagian/seluruh ostium uteri internum (Implantasi plasenta yang normal adalah pada dinding depan, dinding belakang rahim atau di daerah fundus uteri)
a)      Gejala-gejala
1)      Gejala yang terpenting adalah perdarahan tanpa nyeri, bisa terjadi secara tiba-tiba dan kapan saja.
2)      Bagian terendah janin sangat tinggi karena plasenta terletak pada bagian bawah rahim sehingga bagian terendah tidak dapat mendekati pintu atas panggul.
3)      Pada plasenta previa, ukuran panjang rahim berukuran maka pada plasenta previa lebih sering disertai kelainan letak.
b)      Deteksi Dini
1)      Pengumpulan Data
a.       Tanyakan pada ibu tentang karakteristik perdarahannya, kapan mulai, seberapa banyak, apa warnanya, adakah gumpalan, dan lain-lain.
b.      Anamnesis perdarahan tanpa keluhan, perdarahan berulang.
2)      Pemeriksaan Fisik
a.       Pemeriksaan Tekanan Darah, Suhu, Nadi, dan DJJ.
b.      Jangan melakukan pemeriksaan dalam dan pemasangan tampon, karena hanya akan menimbulkan perdarahan yang berbahaya dan menambah kemungkinan infeksi.
c.       Lakukan pemeriksaan luar (eksternal), rasakan apakah perut bagian bawah lembut pada perabaan.
d.      Pemeriksaan inspekulo dilakukan secara hati-hati, dapat menentukan sumber perdarahan berasal dari kanalis servikalis atau sumber lain seperti varices yang pecah, dan kelainan serviks (polip, erosi Ca).
3)      Pemeriksaan USG
a.       Diagnosis plasenta previa dapat ditegakkan dengan pemeriksaan Ultrasonografi (USG). Penggunaan USG transabdominal memiliki ketepatan diagnosisnya mencapai 95-98%.
b.      Pemeriksaan USG dapat menentukan implantasi plasenta dan jarak tepi plasenta terhadap ostium.
4)      Pemeriksaan Dalam di Meja Operasi
a.       Jika USG tidak tersedia pada usia kehamilan 37 minggu, diagnosis dapat ditegakkan dengan melakukan Pemeriksaan Dalam Meja Operasi dengan cara melakukan perabaan plasenta secara langsung melalui pembukaan serviks.
b.      Jika masih terdapat keraguan diagnosis, lakukan peemriksaan digital dengan hati-hati.
c)      Faktor Risiko Plasenta Previa
Penyebab pasti plasenta previa belum diketahui, tapi ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko ibu hamil mengalaminya. Beberapa faktor risikonya antara lain:
a.       Pernah mengalami plasenta previa pada kehamilan sebelumnya.
b.      Pernah menjalani operasi caesar.
c.       Pernah menjalani operasi pada rahim, misalnya kuret atau pengangkatan miom.
d.      Berusia 35 tahun atau lebih.
e.       Pernah melahirkan sebelumnya.
f.       Pernah menjalani operasi pada rahim.
g.      Menggunakan kokain.
d)     Proses Diagnosis Plasenta Previa
Posisi plasenta biasanya akan diketahui melalui pemeriksaan USG pada usia kehamilan 18-21 minggu. Jika pernah mengalami pendarahan selama kehamilan, Anda akan dianjurkan untuk menjalani USG transvaginal. Proses ini akan memberikan pencitraan yang lebih mendetail.
Jika Anda positif terdiagnosis mengalami plasenta previa, dokter akan menghindari pemeriksaan fisik rutin melalui vagina selama kehamilan. Ini dilakukan guna mengurangi risiko pendarahan. Anda juga biasanya akan kembali menjalani proses USG sebelum melahirkan untuk memeriksa lokasi plasenta serta detak jantung bayi.
Plasenta previa dapat dibagi dalam 4 kategori. Pengelompokan ini ditentukan berdasarkan posisi plasenta dan meliputi:
a.       Kategori 1 – plasenta hanya tertanam di rahim bagian bawah tanpa menutupi lubang serviks.
b.      Kategori 2 – plasenta mencapai lubang serviks bagian dalam, tapi tidak menutupinya.
c.       Kategori 3 – plasenta menutupi sebagian lubang serviks.
d.      Kategori 4 – plasenta menutupi seluruh lubang serviks termasuk saat lubang serviks terbuka dan melebar.
Ibu hamil yang mengalami plasenta previa kategori 1 dan 2 biasanya masih diizinkan untuk melahirkan secara normal. Sedangkan plasenta previa kategori 3 dan 4 akan membutuhkan prosedur caesar.
e)      Penanganan dan Komplikasi Plasenta Previa
Penanganan untuk plasenta previa biasanya meliputi istirahat sebanyak-banyaknya, transfusi darah jika perli, serta operasi caesar. Langkah penanganan yang dipilih tergantung pada beberapa faktor, yaitu:
a.       Apakah terjadi pendarahan atau tidak.
b.      Tingkat keparahan pendarahan.
c.       Kondisi kesehatan sang ibu dan bayi.
d.      Usia kandungan.
e.       Posisi plasenta dan bayi.
Ibu hamil yang tidak atau hanya mengalami sedikit pendarahan biasanya tidak membutuhkan perawatan di rumah sakit, tapi harus tetap waspada. Dokter umumnya akan menganjurkan istirahat di rumah. Terkadang bahkan ada ibu hamil yang dianjurkan untuk terus berbaring dan hanya boleh duduk atau berdiri jika benar-benar diperlukan. Berhubungan seks juga sebaiknya dihindari karena dapat memicu pendarahan pada penderita plasenta previa. Begitu juga dengan olahraga. Jika terjadi pendarahan, ibu hamil dihimbau untuk segera ke rumah sakit sebelum pendarahan bertambah parah.
Sementara itu, ibu hamil yang pernah mengalami pendarahan selama masa kehamilan disarankan untuk menjalani sisa masa kehamilan di rumah sakit dari minggu ke-34. Langkah ini dianjurkan agar pertolongan darurat, seperti transfusi darah, bisa segera diberikan jika pendarahan kembali terjadi. Prosedur caesar juga akan dilakukan begitu kehamilan mencapai batas usia yang cukup, yaitu minggu ke-36. Sebelum menjalaninya, sang ibu biasanya akan diberi kortikosteroid guna mempercepat perkembangan paru-paru bayi dalam kandungannya.
Bagi ibu hamil dengan pendarahan yang tidak kunjung berhenti, dokter akan menganjurkan prosedur caesar meski usia kandungan belum cukup.
Jika tidak ditangani, plasenta previa dapat menyebabkan komplikasi serius dan berakibat fatal bagi ibu dan bayi, misalnya pendarahan hebat pada saat melahirkan dan bahkan setelahnya.
2.      Solutio Plasenta (Abruptio Plasenta)
Solutio plasenta adalah lepasnya plasenta dari dinding rahim bagian dalam sebelum proses persalinan, baik seluruhnya maupun sebagian, dan merupakan komplikasi kehamilan yang serius namun jarang terjadi. Plasenta berfungsi memberikan nutrisi serta oksigen pada janin yang dikandung dan merupakan organ yang tumbuh di dalam rahim selama masa kehamilan.
Solutio plasenta bisa membahayakan nyawa ibu dan bayi yang dikandung jika tidak segera ditangani. Hal ini dikarenakan solusio plasenta bisa menyebabkan pendarahan hebat bagi sang ibu, dan bayi yang dikandung bisa kekurangan asupan nutrisi serta oksigen.
a)      Tanda dan Gejala
1)      Darah dari tempat pelepasan keluar dari serviks dan terjadilah perdarahan yang tampak.
2)      Kadang-kadang darah tidak keluar, terkumpul dibelakang plasenta (Perdarahan tersembunyi/perdarahan kedalam).
3)      Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi menimbulkan tanda yang lebih khas (rahim keras seperti papan) karena seluruh perdarahan tertahan didalam. Umumnya berbahaya karena jumlah perdarahan yang keluar tidak sesuai dengan beratnya syok.
4)      Perdarahan disertai nyeri juga diluar his karena isi rahim.
5)      Nyeri abdomen pada saat dipegang.
6)      Palpasi sulit dilakukan.
7)      Fundus Uteri semakin lama semakin naik.
8)      Bunyi jantung biasanya tidak ada.
b)      Deteksi Dini
Pengumpulan Data
1)      Tanyakan pada ibu tentang karakteristik perdarahannya, kapan mulai, seberapa banyak, apa warnanya, adakah gumpalan, dan lain-lain.
2)      Tanyakan pada ibu apakah ia merasakan nyeri/sakit ketika mengalami perdarahan tersebut.
c)      Penyebab Solutio Plasenta
Hingga saat ini penyebab pasti terjadinya solusio plasenta belum diketahui, namun ada beberapa hal yang bisa meningkatkan risiko solusio plasenta, yaitu:
a.       Wanita yang merokok atau yang menyalahgunakan narkoba.
b.       Wanita yang berusia di atas 40 tahun.
c.        Wanita yang pernah mengalami solusio plasenta sebelumnya.
d.       Wanita yang pernah melahirkan bayi kembar.
e.        Wanita yang memiliki tekanan darah tinggi atau hipertensi.
f.        Wanita yang memiliki gangguan pembekuan darah.
g.        Wanita yang pernah mengalami trauma pada perut, seperti terjatuh atau terkena pukulan.
h.       Air ketuban bocor atau pecah terlalu awal.
d)     Diagnosis Solutio Plasenta
Untuk mendiagnosis solutio plasenta, awalnya dokter akan melakukan pemeriksaan fisik guna memeriksa tekanan rahim, apakah lunak atau keras. Dan mungkin diperlukan tes darah atau ultrasound untuk membantu mengetahui penyebab terjadinya pendarahaan vagina. Ultrasound frekuensi tinggi juga bisa digunakan untuk melihat rahim, namun tidak selalu bisa untuk melihat adanya solusio plasenta.
e)      Komplikasi Solutio Plasenta
Solutio plasenta dapat menimbulkan komplikasi dan membahayakan jiwa ibu dan bayi yang dikandung. Ibu hamil yang menderita solutio plasenta kemungkinan bisa mengalami gangguan pembekuan darah dan syok akibat kehilangan darah. Selain itu, komplikasi akibat solutio plasenta juga bisa menyebabkan kondisi gagal ginjal atau gagal organ tubuh lainnya. Pendarahan juga kemungkinan terjadi setelah proses persalinan. Operasi histerektomi atau pengangkatan rahim mungkin akan dilakukan jika pendarahan yang terjadi tidak bisa dikendalikan.
Sedangkan komplikasi akibat solutio plasenta pada bayi yang dikandung dapat menyebabkan kelahiran prematur serta kekurangan asupan nutrisi dan oksigen. Bahkan komplikasi yang serius dapat menyebabkan bayi terlahir dalam keadaan meninggal.
3.    Ruptura Uteri
Ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miomentrium. Penyebabnya adalah disproporsi jani dan panggul, partus macet atau traumatic (Prawirohardjo, 2002). Ruptura uteri termasuk salah satu diagnosis banding apabila ibu dalam persalinan lama mengeluh nyeri hebat pada perut bawah, diikuti dengan syok dan pedarahan pervaginam. Ruptura uteri inkomplit yang menyebabkan hematoma pada paramentrium, kadang-kadang sangat sulit untuksegera dikenali sehingga sering kali menimbulkan komplikasi atau bahkan kematian.
1)      Klasifikasi
Menurut waktu terjadinya, ruptura uteri dapat dibedakan:
a.       Ruptura Uteri Gravidarum
b.      Ruptura Uteri Durante Partum
Menurut lokasinya, ruptur uteri dapat dibedakan:
a.       Korpus Uteri
b.      Segmen Bawah Rahim
c.       Serviks Uteri
d.      Kolpoporeksis-Kolporeksis
Menurut robeknya peritoneum, ruptur uteri dapat dibedakan:
a.       Ruptura Uteri Kompleta
b.      Ruptura Uteri Inkompleta
Menurut etiologinya, ruptura uteri dapat dibedakan:
a.       Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas SC miomektomi, perforasi waktu kuretase, histerorafia, pelepasan plasenta secara manual. Dapat juga pada graviditas pada kornu yang rudimenter dan graviditas interstisialis, kelainan kongenital dari uterus seperti hipoplasia uteri dan uterus bikornus, penyakit pada rahim, misalnya mola destruens, adenomiosis dan lain-lain atau pada gemelli dan hidramnion dimana dinding rahim tipis dan regang..
b.       Karena peregangan yang luar biasa dari rahim, misalnya pada panggul  sempit atau kelainan bentuk panggul, janin besar seperti janin penderita DM, hidrops fetalis, postmaturitas dan grandemultipara. Juga dapat karena kelainan kongenital dari janin : Hidrosefalus, monstrum, torakofagus, anensefalus dan shoulder dystocia; kelainan letak janin: letak lintang dan presentasi rangkap; atau malposisi dari kepala : letak defleksi, letak tulang ubun-ubun dan putar paksi salah. Selain itu karena adanya tumor pada jalan lahir; rigid cervix: conglumeratio cervicis, hanging cervix, retrofleksia uteri gravida dengan sakulasi; grandemultipara dengan perut gantung (pendulum); atau juga pimpinan partus yang salah.
c.       Ruptura Uteri Violenta (Traumatika), karena tindakan dan trauma lain seperti:
·         Ekstraksi Forsep
·         Versi dan ekstraksi
·         Embriotomi
·         Versi Braxton Hicks
·         Sindroma tolakan (Pushing syndrome)
·         Manual plasenta
·         Kuretase
·         Ekspresi Kristeller atau Crede
·         Pemberian Pitosin tanpa indikasi dan pengawasan
·         Trauma tumpul dan tajam dari luar.
Menurut Gejala Klinis, ruptur uteri dapat dibedakan:
a.       Ruptura Uteri Iminens (membakat=mengancam)
b.      Ruptura Uteri sebenarnya.
2)      Diagnosis dan Penatalaksanaan
Secara klasik, ruptura uteri ditandai dengan nyeri abdomen akut dan perdarahan pervaginam berwarna merah segar serta keadaan janin yang memburuk.
Gejala ruptura uteri ‘iminen’ :
1.      Lingkaran retraksi patologis Bandl
2.      Hiperventilasi
3.      Gelisah – cemas
4.      Takikardia
·         Lingkaran Retraksi Patologis (Lingkaran Bandl)
Setelah terjadi ruptura uteri, nyeri abdomen hilang untuk sementara waktu dan setelah itu penderita mengeluh adanya rasa nyeri yang merata dan disertai dengan gejala dan tanda:
1.      Abnormalitas detik jantung janin (gawat janin sampai mati)
2.      Pasien jatuh kedalam syok
3.      Bagian terendah janin mudah didorong keatas
4.      Bagian janin mudah diraba melalui palpasi abdomen
5.      Contour janin dapat dilihat melalui inspeksi abdomen
·         Robekan utrerus saat laparotomi
Bila sudah diagnosa dugaan ruptura uteri sudah ditegakkan maka tindakan yang harus diambil adalah segera memperbaiki keadaan umum pasien ( resusitasi cairan dan persiapan tranfusi ) dan persiapan tindakan laparotomi atau persiapan rujukan ke sarana fasilitas yang lebih lengkap.
Sebagai bentuk tindakan definitif maka bila tobekan melintang dan tidak mengenai daerah yang luas dapat dipertimbangkan tindakan histerorafia. Namun bila robekan uterus mengenai jaringan yang sangat luas serta sudah banyak bagian yang nekrotik maka tindakan terbaik adalah histerektomi.
4) Pencegahan
Resiko absolut terjadinya ruptura uteri dalam kehamilan sangat rendah namun sangat bervariasi tergantung pada kelompok tertentu:
1.      Kasus uterus utuh
2.      Uterus dengan kelainan kongenital
3.      Uterus normal pasca miomektomi
4.      Uterus normal dengan riwayat sectio caesar satu kali
5.      Uterus normal dengan riwayat sectio lebih dari satu kali
Pasien dengan uterus normal dan utuh memiliki resiko mengalami ruptura uteri paling kecil ( 0.013% atau 1 : 7449 kehamilan )
Strategi pencegahan kejadian ruptura uteri langsung adalah dengan memperkecil jumlah pasien dengan resiko ; kriteria pasien dengan resiko tinggi ruptura uteri adalah:
1.      Persalinan dengan SC lebih dari satu kali
2.      Riwayat SC classic ( midline uterine incision )
3.      Riwayat SC dengan jenis “low vertical incision “
4.      LSCS dengan jahitan uterus satu lapis
5.      SC dilakukan kurang dari 2 tahun
6.      LSCS pada uterus dengan kelainan kongenital
7.      Riwayat SC tanpa riwayat persalinan spontan per vaginam
8.      Induksi atau akselerasi persalinan pada pasien dengan riwayat SC
9.      Riwayat SC dengan janin makrosomia
10.  Riwayat miomektomi per laparoskop atau laparotomi
4. Gangguan Pembekuan  Darah
Gangguan pembekuan darah (yang juga disebut trombofilia atau hiperkoagulasi) adalah penyakit yang melibatkan pembekuan darah secara berlebihan – bahkan pada daerah di mana seharusnya pembekuan tidak boleh terjadi, seperti pada pembuluh darah – sehingga mengakibatkan kondisi yang membahayakan jiwa.
1)  Penyebab Gangguan Pembekuan Darah
·         Faktor V Leiden – Faktor V adalah salah satu faktor protein yang bertanggung jawab untuk pembekuan. Bagi orang yang memiliki kelainan genetika ini, tubuh mereka tidak dapat “mematikan” protein faktor V sehingga menyebabkan pembekuan darah yang berlebihan. Tingkat keparahan gangguan pembekuan darah tergantung pada banyaknya gen yang terpengaruh. Jika seorang anak hanya memiliki satu gen yang terpengaruh, resiko pembekuan darah adalah sekitar 8 kali lebih besar daripada orang lain. Akan tetapi, resikonya meningkat hingga 80 kali jika seseorang memiliki 2 gen yang terpengaruh. Pasien yang didiagnosa mengalami penyakit ini juga rentan terkena trombosis vena dalam atau DVT, di mana gumpalan darah terbentuk di dalam vena, terutama di daerah kaki. Gumpalan darah juga dapat dilihat pada organ utama seperti ginjal, hati, dan otak.
·         Kekurangan Protein S dan C – Protein tersebut dibutuhkan untuk mencegah pembentukan gumpalan darah pada alirah darah, atau saat sel darah berjalan melalui pembuluh darah. Akan tetapi, mutasi (perubahan) genetik mungkin akan mencegah protein tersebut diproduksi dengan cukup, sehingga meningkatkan resiko pembekuan darah secara berlebihan hingga 20 kali. Walaupun penyakit ini dapat terbentuk sejak kecil, namun biasanya pembekuan darah akan terlihat saat masa dewasa.
·         Tingginya Kadar Homosistein – Homosistein adalah asam amino yang dihasilkan tubuh dengan menggunakan metionin (yang diperoleh dari ikan, susu, dan daging). Metionin diubah menjadi homosistein saat memasuki aliran darah. Dengan bantuan vitamin B6, homosistein diubah menjadi sistein, yaitu asam amino yang bertanggung jawab untuk menjaga bentuk atau susunan protein yang ada pada sel tubuh.
Akan tetapi, untuk beberapa alasan (yang juga dapat disebabkan oleh genetik) tubuh gagal mengubah homosistein menjadi sistein atau kembali menjadi metionin. Pada akhirnya, terdapat kenaikan kadar homosistein, juga disebut hiperhomosisteinemia, yang kemudian meningkatkan resiko pembekuan darah, sekaligus stroke dan serangan jantung.
2)  Gejala Utama Gangguan Pembekuan Darah
·         Adanya trombosis vena dalam
·         Keguguran, terutama saat 6-9 bulan
·         Hipertensi selama kehamilan
·         Terasa hangat pada kulit tepat di atas gumpalan darah
·         Kulit memerah
·         Sesak napas
·         Terasa pening
·         Batuk
·         Nyeri pada punggung bagian atas atau dada
·         Tidak sadarkan diri
·         Kaki bengkak
·         Terkena stroke di usia muda
3)  Diagnosis untuk trombofilia membutuhkan berbagai pengujian seperti:
·         Pemeriksaan genetik
·         Pemeriksaan darah
·         Pengujian fisik
·         MRI scan
·         Venografi
·         Ultrasound (USG)
·         CT scan
Bila keadaannya dianggap ringan, terutama apabila gumpalan darah masih belum         terbentuk, kemungkinan pasien tidak membutuhkan pengobatan apapun. Namun, penting untuk selalu memantau perkembangan penyakitnya. Tujuan pertama adalah memastikan bahwa pembekuan darah tidak akan berlebihan dan tidak akan menyebabkan bahaya untuk organ tubuh.
Bagi mereka yang telah atau dianggap beresiko terkenan pembekuan darah, biasanya akan diberikan zat anti-pembeku. Obat ini, yang juga disebut pengencer darah, mencegah faktor protein dan trombosit menyatu untuk membentuk gumpalan darah. Beberapa jenis yang terkenal adalah heparin dan warfarin. Selain bermanfaat, obat ini juga mengandung resiko, termasuk kemungkinan mengalami gangguan pendarahan. Oleh sebab itu, pasien harus bekerja sama dengan dokter untuk memantau efektivitas dan pengunaan obat tersebut.
2.4 Ketuban Pecah Dini
KPD adalah keluarnya air-air dari vagina setelah usia kehamilan 22 minggu. Ketuban dinyatakan pecah dini jika terjadi sebelum proses persalinan berlangsung. Pecahnya selaput ketuban dapat terjadi pada kehamilan preterm maupun aterm.
KPD atau dikenal juga Prematur Rupture Of the Membrane (PROM) adalah Keluarnya air-air per vaginam akibat pecahnya selaput ketuban secara spontan pada usia ≥ 34 minggu.
1) Tanda dan Gejala
 Tanda dan gejala KPD dapat berupa:
·         Ketuban pecah secara tiba-tiba.
·         Keluar cairan ketuban dengan bau yang khas.
·         Bisa tanpa disertai kontraksi/his.
·         Terasa basah pada pakaian dalam/underwear yang konstan.
·         Keluarnya cairan pervagina pada usia paling dini 22 minggu.
2) Komplikasi KPD
Komplikasi yang dapat terjadi akibat KPD antara lain:
·         Partus Prematur
·         Berkembangnya infeksi yang serius pada plasenta yang menyebabkan korioamnionitis
·         Abrupsio plasenta
·         Kompresi talipusat
·         Infeksi pospartum
3) Penyebab KPD
  • Terjadinya pecah pada selaput dikarenakan kondisi mulut rahim yang lemah. Kondisi membran yang lemah disebabkan adanya infeksi pada rahim atau vagina.
  • Adanya kelainan pada otot leher rahim. Otot leher rahim tersebut terlalu lemah dan lunak. Sehingga mengakibatkan terbukanya leher rahim pada saat masa-masa kehamilan dan desakan janin yang membesar.
  • Faktor psikologis. Adapun faktor psikologis yang menyebabkan pecahnya ketuban misalnya trauma hubungan seksual. Hubungan intim yang tidak wajar (disertai kekerasan dan posisi yang tidak lazim) mengakibatkan trauma pada ibu hamil. Terlebih lagi jika sampai terjadi pendarahan pada vagina.
  • Infeksi selaput ketuban. Adanya infeksi bakteri pada selaput ketuban mengakibatkan ketuban mudah pecah.
  • Sebelumnya pernah mengalami kelahiran secara premature
  • Kebiasaan merokok ketika hamil dan kurangnya perawatan kandungan saat kehamilan.
2.5  Pre-Eklampsia
Pre-eklampsia sering juga disebut toksemia adalah ketika seorang wanita hamil mengembangkan tekanan darah tinggi dan adanya proteinuria selama kehamilan. 
Setidaknya mempengaruhi 5 % dari seluruh kehamilan, itu merupakan kondisi yang kompleks ditandai dengan tekanan darah tinggi, pembengkakan pada tungkai atau wajah, dan adanya protein dalam urin. 
Pre-eklampsia dapat mencegah plasenta mendapatkan atau menyuplai darah yang cukup. Jika plasenta tidak mendapatkan cukup darah sehingga janin mendapat pasokan nutrisi yang kurang. Hal ini dapat menyebabkan berat badan lahir rendah dan masalah lainnya untuk bayi.
1) Tanda dan Gejala Pre-eklampsia
Gejala yang muncul bervariasi dari satu wanita dengan wanita yang lain dan dapat muncul tiba-tiba. namun secara umum gejala yang ditunjukkan meliputi:
a.       Tekanan darah lebih dari 140 / 90mmHg.
b.      Proteinuria.
c.       Pusing.
d.      Agitasi dan kebingungan.
e.       Perubahan status mental .
f.       Output urine berkurang atau tidak ada output urin .
g.      Sakit kepala .
h.      Mual dan muntah.
i.        Nyeri di bagian atas kanan perut .
j.        Sesak napas. 
k.      Berat badan tiba-tiba lebih tinggi.
l.        Pembengkakan pada wajah atau tangan .
m.    Gangguan penglihatan, pandangan menjadi kabur.

2) Penyebab Pre-eklampsia 
Para ahli percaya bahwa masalah kelainan plasenta merupakan faktor utama yang menyebabkan pre eklampsia. Namun, penyebab pasti pre-eklampsia tidak diketahui. kemungkinan penyebab Preekslamsia sebagai berikut:
1.      Gangguan aliran darah ke plasenta atau uterus.
  1. Kerusakan pada pembuluh darah plasenta.
  2. Gizi buruk.
  3. Penyakit autoimun. 
  4. Lemak tubuh yang tinggi. 
  5. Gen. 
3)  Diagnosis Pre-eklampsia dan Pengobatan
  1. Studi menyeluruh tentang riwayat kesehatan. 
  2. Tanda-tanda-fisik wajah, tangan dan / atau kaki (Diagnosa pembengkakan)
  3. Ukur tekanan darah secara berkala - Tekanan darah tinggi dari 140 / 90mmHg. adanya tekanan darah tinggi tunggal tidak berarti bahwa wanita hamil memiliki pre-eklampsia. Tapi, pembacaan kedua diambil 6-jam kemudian dapat membantu mengkonfirmasi kecurigaan pre-eklampsia. 
  4. Tes Urine untuk menilai Adanya protein dalam urin. 
  5. Hitung darah lengkap, atau CBC, untuk mencari jumlah sel darah yang abnormal seperti trombosit kurang dari 100.000 atau rendah jumlah sel darah merah. 
  6. Tes fungsi hati dapat menunjukkan enzim hati yang normal atau lebih tinggi. 
  7. USG untuk memeriksa usia dan kondisi janin mungkin diperlukan.
Operasi caesar merupakan metode yang paling tepat untuk preeklampsia pada ibu hamil, jika janin telah berkembang cukup untuk bertahan hidup di luar rahim. Antikonvulsan dapat digunakan untuk mencegah terjadinya kejang.
2.6  Eklampsia
Eklampsia  adalah kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan atau masa nifas yang di tandai dengan kejang ( bukan timbul akibat kelainan saraf ) dan atau koma dimana sebelumnya sudah menimbulkan gejala pre-eklampsia. (Ong Tjandra & John 2008 ).
Eklampsia termasuk kejang dan koma yang terjadi selama kehamilan. Menjelang kejang – kejang dapat didahului dengan gejalanya:
a.         Nyeri kepala di daerah frontal.
b.        Nyeri epigastrium.
c.         Penglihatan semakin kabur.
d.        Adanya mual muntah.
e.         Pemeriksaan menunjukkan hiperrefleksia atau mudah teransang.
Kemudian  dengan teori iskemia implantasi plasenta juga dapat terjadi berbagai gejalanya eklampsia yaitu :
1.      Kenaikan tekanan darah.
2.      Pengeluaran protein dalam urine.
3.      Edema kaki, tangan sampai muka.
4.      Terjadinya gejala subjektif:
-  Sakit kepala.
-  Penglihatan kabur.
-  Nyeri pada epigastrium.
-  Sesak nafas.
-  Berkurangnya pengeluaran urine.
5.     Menurunnya kesadaran wanita hamil sampai koma.
6.     Terjadinya  kejang.
Pada pemeriksaan darah kehamilan normal terdapat peningkatan angiontensin, renin dan aldosteron sebagai kompensasi sehingga peredaran darah dan metabolisme dapat berlangsung. Pada eklampsia maka terjadi penurunan angiotensin, renin dan aldosteron tetapi dapat dijumpai edema, hipertensi dan proteinuria.
1.             Faktor yang Mempengaruhi Eklampsia :
1.       Jumlah primigravida terutama primigravida muda.
2.      Distensi rahim berlebihan yaitu hidramnoin, hamil ganda dan mola hidatosa.
3.       Adanya penyakit yang menyertai kehamilan yaitu diabetes mellitus, kegemukan.
4.       Jumlah umur ibu di atas 35 tahun.
2.             Diagnosis Eklampsia
Eklampsia selalu didahului oleh pre eklampsia. Perawatan prenatal untuk kehamilan dengan predisposisi pre eklampsia perlu ketat dilakukan agar dapat dideteksi sedini mungkin gejala – gejala eklampsia. Sering di jumpai perempuan hamil yang tampak sehat mendadak menjadi kejang – kejang eklampsia karena tidak terdeteksi adanya pre eklampsia sebelumnya.
Eklampsia harus dibedakan dari epilepsy . Dalam anamnesis diketahui adanya serangan sebelum hamil atau pada hamil muda dengan tanda pre eklampsia tidak ada, kejang akibat obat anastesi, koma karena sebab lain.
3.         Komplikasi Eklampsia
 Komplikasi yang terberat adalah kematian ibu dan janin, usaha utama ialah melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita pre eklampsia dan eklampsia. Komplikasi yang tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada pre eklampsia berat dan eklampsia :
1.   Solusio plasenta
Karena adanya tekanan darah tinggi, maka pembuluh darah dapat mudah pecah, sehingga terjadi hematom retropalsenta yang dapat menyebabkan sebagian plasenta dapat terlepas.
2.      Hipofibrinogenemia
Adanya kekurangan fibrinogen yang beredar dalam darah , biasanya di bawah 100 mg persen. Sehingga pemeriksaan kadar fibrinogen harus secara berkala.
3.      Hemolisis
       Kerusakan atau penghancuran sel darah merah karena gangguan integritas membran sel darah merah yang menyebabkan pelepasan hemoglobin. Menunjukkan gejala klinik hemolisis yang dikenal karena ikhterus.
4.      Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal pada penderita eklampsia.
5.      Kelainan mata
Kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina yang merupakan tanda gawat akan terjadinya apopleksia serebri.
6.    Edema paru – paru
7.   Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada eklampsia merupakan akibat vasopasmus arteriol umum. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama penentuan enzim-enzimnya.
8.    Sindroma
 HELLP
Merupakan suatu kerusakan multisistem dengan tanda-tanda : hemolisis, peningkatan enzim hati, dan trombositopenia yang diakibatkan disfungsi endotel sistemik. Sindroma HELLP dapat timbul pada pertengahan kehamilan trimester dua sampai beberapa hari setelah melahirkan.
9.   Kelainan ginjal
Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus yaitu pembengkakan sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
10.  Komplikasi lain yaitu lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh akibat kejang -  kejang pneumonia aspirasi, dan DIC.
11.  Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intra uterin.
6.     Pencegahan Eklampsia
Pada umumnya timbulnya eklampsia dapat dicegah atau frekuensinyadi kurangi. Usaha – usaha untuk menurunkan eklampsia terdiri atas meningkatkan jumlah balai pemeriksaan antenatal dan mengusahakan agar semua wanita haiml memeriksa diri sejak hamil muda, mencari pada tiap pemeriksaan tanda – tanda pre eklampsia dan mengobatinya segera apabila ditemukan, mengakhiri kehamilan sedapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas apabila dirawat tanda – tanda pre eklampsia tidak juga dapat hilang. ( Hanifa dalam Prawiroharjo, 2005 )

2.7  IUDF (Intra Uterine Fetal Death)
Intra Uterin Fetal Death (IUFD) adalah kematian janin dalam kehamilan sebelum terjadi proses persalinan pada usia kehamilan 28 minggu ke atas atau BB janin lebih dari 1000 gram. ( Kamus istilah kebidanan)
Kematian janin dalam kandungan / IUFD adalah kehamilan yang terjadi saat usia kehamilan lebih dari 20 minggu dimana janin sudah mencapai ukuran 500 gram atau lebih. (dr. Nasdaldy, Sp.OG)
Kematian janin dalam kandungan adalah keadaan tidak adanya tanda-tanda kehidupan janin dalam kandungan. KJDK / IUFD sering dijumpai baik pada kehamilan dibawah 20 minggu / sesudah 20 minggu. (Sinopsis Obstetri, hal: 224). 1) Penyebab IUDF
Penyebab dari IUFD seringkali dipicu oleh Ketidak cocokan rhesus darah ibu dan janin, ketidak cocokan golongan darah ibu dan janin, gerakan janin yang terlalu aktif, penyakit pada ibu, kelainan kromosom, trauma saat hamil, infeksi pada ibu, kelainan bawaan janin, perdarahan antepartum, penyakit saluran kencing, penyakit endokrin, malnutrisi, dll.
Pada 25-60 % kasus penyebab kematian janin tidak jelas. Kematian janin dapat disebabkan oleh faktor maternal, fetal, atau kelainan patologik plasenta.
1. Fetal (Penyebab 25-40%)
• Anomali/malformasi kongenital mayor : Neural tube defek, hidrops, hidrosefalus,    kelainan jantung congenital.
• Kelainan kromosom termasuk penyakit bawaan.
Kematian janin akibat kelainan genetik biasanya baru terdeteksi saat kematian sudah terjadi, melalui otopsi bayi. Jarang dilakukan pemeriksaan kromosom saat janin masih dalam kandungan. Selain biayanya mahal, juga sangat berisiko. Karena harus mengambil air ketuban dari plasenta janin sehingga berisiko besar janin terinfeksi, bahkan lahir prematur.
• Kelainan kongenital (bawaan) bayi
Yang bisa mengakibatkan kematian janin adalah hidrops fetalis, yakni akumulasi cairan dalam tubuh janin. Jika akumulasi cairan terjadi dalam rongga dada bisa menyebabkan hambatan nafas bayi. Kerja jantung menjadi sangat berat akibat dari banyaknya cairan dalam jantung sehingga tubuh bayi mengalami pembengkakan atau terjadi kelainan pada paru-parunya.
• Janin yang hiperaktif
Gerakan janin yang berlebihan, apalagi hanya pada satu arah saja bisa mengakibatkan tali pusat yang menghubungkan ibu dengan janin terpelintir. Akibatnya, pembuluh darah yang mengalirkan suplai oksigen maupun nutrisi melalui plasenta ke janin akan tersumbat. Tak hanya itu, tidak menutup kemungkinan tali pusat tersebut bisa membentuk tali simpul yang mengakibatkan janin menjadi sulit bergerak. Hingga saat ini kondisi tali pusat terpelintir atau tersimpul tidak bisa terdeteksi. Sehingga, perlu diwaspadai bilamana ada gejala yang tidak biasa saat hamil.
2. Placental  (Penyebab 25-35%)
            • Abruption
            • Kerusakan tali pusat
            • Infark plasenta
            • Infeksi plasenta dan selaput ketuban
            • Intrapartum asphyxia
            • Plasenta Previa
            • Twin to twin transfusion S
            • Chrioamnionitis
            • Perdarahan janin ke ibu
            • Solusio plasenta
3. Maternal  (Penyebab 5-10%)
            • Diabetes Mellitus
            • Hipertensi
            • Trauma
            • kehamilan lewat waktu (posterrm)
            • Ruptur uterus
            • Postterm pregnancy
            • Obat-obat                

            Kehamilan lebih dari 42 minggu. Jika kehamilan telah lewat waktu, plasenta akan mengalami penuaan sehingga fungsinya akan berkurang. Janin akan kekurangan asupan nutrisi dan oksigen. Cairan ketuban bisa berubah menjadi sangat kental dan hijau, akibatnya cairan dapat terhisap masuk ke dalam paru-paru janin. Hal ini bisa dievaluasi melalui USG dengan color doppler sehingga bisa dilihat arus arteri umbilikalis jantung ke janin. Jika demikian, maka kehamilan harus segera dihentikan dengan cara diinduksi. Itulah perlunya taksiran kehamilan pada awal kehamilan dan akhir kehamilan melalui USG.
2) Tanda dan Gejala
·         Pertumbuhan janin (-) bahkan janin mengecil sehingga tinggi fundus uteri menurun.
·         Bunyi jantung janin tak terdengar dengan tetoskop dan dipastikan dengan doppler.
·         Keluhan ibu: menghilangnya gerakan janin.
·         Berat badan ibu menurun.
·         Tulang kepala kolaps.
·         USG: merupakan sarana penunjang diagnostik yang baik untuk memastikan kematian janin dimana gambarannya menunjukkan janin tanpa tanda kehidupan.
·         Catatan: pemeriksaan radiologi dapat menimbulkan masalah dan tidak perlu. Bila dilakukan 5 hari setelah kematian janin, akan tampak gambaran sebagai berikut:
o   Tulang kepala janin tumpang tindih satu sama lain.
o   Tulang belakang mengalami hiperfleksi.
o   Tampak gambaran gas pada jantung dan pembuluh darah.
o   Edema di sekitar tulang kepala.
·         Pemeriksaan hCG urin menjadi negatif. Hasil ini terjadi beberapa hari setelah kematian janin.
3)  Komplikasi
o   Trauma emosional yang berat terjdi bila waktu antara kematian janin dan persalinan cukup lama.
o   Dapat terjadi infeksi bila ketuban pecah.
o   Dapat terjadi koagulopati bila kematian janin berlangsung lebih dari 2 minggu.
4)  Pencegahan
Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati aterm adalah bila ibu mersa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin terlalu keras, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solusio plasenta. Pada gamelli dengan T + T (twin to twin transfusio) pencegahan dilakukan dengan koagulasi pembuluh anastomosis.















BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Tanda-tanda bahaya kehamilan adalah gejala yang menunjukkan bahwa ibu dan bayi dalam keadaan bahaya. Kehamilan merupakan hal yang fisiologis. Namun kehamilan yang normal dapat berubah menjadi patologi. Deteksi dini resiko kehamilan adalah usaha menemukan seawal mungkin adanya kelainan, komplikasi dan penyulit kahamilan serta menyiapkan ibu untuk persalinan normal.
Deteksi dini dalam pelayanan antenatal adalah mengarah pada penemuan ibu hamil beresiko agar dapat ditangani secara memadai sehingga kesakitan atau kematian dapat dicegah.
Tanda-tanda bahaya pada kehamilan lanjut meliputi:
1.      Perdarahan Pervaginam
Perdarahan pervaginam meliputi plasenta previa, solutio plasenta, ruptura uteri, dan gangguan pembekuan darah.
2.      Ketuban Pecah Dini
3.      Pre-Eklampsia
4.      Eklampsia
5.      IUDF
3.2 Saran
Bidan harus dapat mendeteksi sedini mungkin terhadap tanda-tanda bahaya pada ibu hamil yang mungkin akan terjadi, karena setiap wanita hamil beresiko mengalami komplikasi.
Untuk ibu hamil, lakukan pemeriksaan secara rutin dan berkala agar kesehatan ibu hamil dapat terpantau. Segera periksakan kesehatan kandungannya jika terjadi gejala dari salah satu tanda-tanda bahaya pada kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA
Roumali, Suryati. 2011. Buku Ajar Asuhan Kebidanan 1 Konsep Dasar Asuhan Kehamialan. Nuha Medika: Yogyakarta
http://sehatsatu.com/ketuban-pecah-dini-pengertian-dan-penyebabnya/
http://www.idmedis.com/2014/12/preeklampsia-pada-ibu-hamil-penyebab-gejala-dan-faktor-resiko.html
https://dokterbagus.wordpress.com/2015/03/16/kematian-perinatal-iufd/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar